Ya, pemerintah. Bukan hanya perlu merubah pelaksanaan pendidikan, namun juga harus ikut turun tangan dalam mempersiapkan para calon orang tua sebaik-baiknya. Kembali lagi, hal ini karena 80% kehidupan anak adalah berada dalam keluarganya. Coba tengok di sekeliling Anda, berapa banyak pasangan baru menikah yang sudah siap menjadi orang tua, yang tahu bagaimana mengasuh anak yang baik, dan menghasilkan anak berkualitas? Mungkin sangat sedikit. Pengalaman kami saat Kuliah Kerja Profesi yang dilaksanakan IPB di desa-desa, beberapa keluarga mengakui belum tahu cara mengurus rumah tangga dan mengasuh anak. Bahkan, mereka menyayangkan bahwa seharusnya mereka mendapatkan sekolah pra nikah terlebih dahulu sebelum akhirnya mereka memutuskan menikah. Menurut kami, belum adanya kewajiban sekolah pra nikah ini juga ada hubungannya dengan penurunan kualitas anak. Sejatinya sudah berdiri beberapa lembaga mampu mengangani masalah pra nikah ini. Namun apa daya, hanya segelintir masyarakat yang mengetahuinya dan biasanya adalah masyarakat kalangan menengah ke atas yang dapat membayar jasanya. Padahal, kerentanan kesiapan menikah lebih rawan terjadi pada masyarakat kalangan bawah yang notabene minim terhadap akses informasi seperti ini. Ada baiknya pemerintah mewajibkan bagi pasangan yang akan menikah secara hukum mendapatkan setidaknya penyuluhan pra nikah dan pengasuhan anak. Dengan begitu, berbagai masalah kualitas anak dapat diminimalisir dari stage pertama, keluarga.
Jika saja pihak-pihak dalam opini ini bisa saling turun tangan, bersimbiosis mutualisme satu sama lain, maka ketakutan masyarakat seperti kami terhadap tawuran pelajar bisa teratasi. Jika Anda tahu betapa pentingnya pendidikan yang baik yang dimulai dari keluarga. Jika Anda tahu betapa pentingnya membuat anak nyaman berada di rumah dan di sekolah. Jika Anda tahu, Anda lah harapan yang akan menjadi pendidik-pendidik generasi selanjutnya. Entah Anda bercita-cita menjadi guru atau tidak, namun yang pasti Anda akan menjadi orang tua bagi anak-anak Anda, bagi generasi selanjutnya. Jika tidak sadar dan belajar dari sekarang, kapan lagi kita bisa berkontribusi menjadikan negeri ini bebas tawuran pelajar? Jika kami yakin bisa dan berani mengubah, who's next?
(Julia Theresya, S.Si & M. Q. Aliyyan Wijaya)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H