Mohon tunggu...
Jaja Subagja
Jaja Subagja Mohon Tunggu... Perbankan -

Depok

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dana Aspirasi DPRD - DPR RI

20 Juli 2015   12:08 Diperbarui: 20 Juli 2015   12:08 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bagi yang tidak pernah ikut andil dalam membangun lingkungan dimana tempatnya tinggal, adalah wajar jika mempunyai persepsi negatif terhadap apa yang dinamakan dengan dana aspirasi atau yang secara resmi dinamakan dengan Program Pembangunan Daerah Pemilihan/UP2DP, yang di Amerika dikenal sebagai pork barrel budget. Dimana program ini adalah merupakan suatu simbiosis mutualisme antara anggota DPRD/DPR RI dengan para konstituennya.

Dan persepsi yang berkembang di masyakarat awam, dana aspirasi adalah 'uang kontan yang dipegang para anggota DPRD/DPR RI', yang tentunya jelas sekali bahwa hal ini adalah suatu kesalahan informasi yang fatal, karena menimbulkan asumsi bahwa dana tersebut sangat rawan diselewengkan atau malah sangat rawan untuk dipakai sendiri oleh anggota DRPD/DPR RI.

Dari sisi rakyat, dana aspirasi ini tentunya sangat berguna, para anggota DPRD/DPR RI yang telah dipilih dapat mempunyai kontribusi nyata di daerah pemilihnya. Saat para anggota DPRD/DPR RI melakukan masa reses, mengunjungi para konstituennya, disitulah masyarakat bisa secara langsung ber interaksi, menyampaikan apa yang menjadi kebutuhan lingkungannya, hal ini sangat jauh lebih efesien dibandingkan dengan mengikuti Musrenbang/Musyawarah Perencanaan Pembangunan yang tentunya hanya bisa diikuti oleh sebagian kecil masyarakat, yang kadang tidak mewakili suara masyarakat secara riil.

Dalam masa reses, para anggota DPRD/DPR RI bisa mendengar secara langsung apa yang menjadi aspirasi daerah pemilihnya, menampung usulan masyarakat sesuai urgensinya dan merealisasikannya melalui kewenangan mengelola UP2DP.

Secara kebetulan, saya adalah salah satu warga masyarakat biasa yang sangat merasakan manfaat dari dana aspirasi tersebut. Dilingkungan kami sebelumnya terdapat banyak jalan yang rusak, dan melalui jalur aspirasi ibu Ayi Nurhayati serta bapak Rintis Yanto [DPRD Depok 2009 - 2014], jalanan yang rusak tersebut dapat dibetonisasi, manfaat buat kami, anak-anak kami juga manfaat untuk setiap orang yang melintas di wilayah kami.

Atau hal lainnya, dengan melalui jalur aspirasi bapak Babai Suhaimi [DPRD Depok] lingkungan kami akhirnya mempunyai area taman bermain anak-anak, yang sampai saat ini setiap hari dipakai oleh anak-anak kami.

Jadi pada realitanya, apa yang dinamakan dana aspirasi itu sangat bermanfaat untuk masyarakat, karena tepat guna, tepat sasaran sesuai kebutuhan riil masyarakat.

Jika masih memungkinkan, sebagai rakyat biasa tentunya saya berharap UP2DP tersebut di masa mendatang masih dilaksanakan. Kurang bijak rasanya jika menghentikan UP2DP hanya karena 20 atau 30 warga negara ini yang melakukan protes tanpa melihat sekian ratus juta warga yang mengharapkan pembangunan lingkungan segera terealisasi. Hanya mungkin, jika masih ada yang kurang dalam pelaksanaannya, hal itu bisa diperbaiki dalam teknis atau aturan penggunaan/penyaluran UP2DP tersebut.

Mudah-mudahan yang memprotes kebijakan UP2DP sadar bahwa Indonesia bukan hanya sekedar Jl Jend Sudirman yang aspalnya selalu mulus atau Indonesia bukan hanya sekedar komplek perumahan Pondok Indah yang drainase nya tertata rapi, tapi Indonesia adalah gugusan pulau dari Sabang sampai Merauke, yang masih memerlukan percepatan pembangunan sesuai dengan kebutuhan masyarakat di wilayah nya masing-masing.

Mari bersikap adil terhadap mereka yang mewakili kita di pemerintahan, mungkin kita selalu memandang negatif terhadap mereka, sementara kita tidak pernah berbuat apa-apa untuk negara ini, minimal untuk lingkungan tempat dimana kita tinggal.

Yang lazim kita lakukan hanya sekedar mengkritisi tanpa berbuat sesuatu yang riil untuk pembangunan.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun