Mohon tunggu...
Soy sauce
Soy sauce Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - pelajar

sushi enak

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pustakawan

20 November 2022   12:34 Diperbarui: 20 November 2022   12:35 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di malam hari di jalan yang sepi ada seorang laki-laki sedang menaiki sepeda. Dia menggunakan baju sekolah yaitu kemeja putih dengan dasi dab celana panjang biru. Dari wajah anak itu dia terlihat sangat sedih. Dia mengayuh sepedanya begitu cepat dan melewati sebuah lahan padi. Rumahnya berada di sebuah kampung, makanya ada banyak lahan padi. Walau sedang malam hari beberapa lampu jalan menerangi jalannya. Dia mengayuh sepedanya ke sebuah jalan kecil menuju sebuah hutan. Disana jalannya sangat gelap karena sangat minim dengan penerangan, dia menyalakan lampu di depan sepedanya dan terus mengayuh entah kemana. Setelah dirasa cukup jauh dia berhenti mengayuh sepedanya, berhenti, dan duduk di sebuah batang pohon yang sudah tumbang dan menangis. Ditengah kesedihan nya dia melihat sebuah cahaya terang dari dalam hutan. Dia menghapus air matanya dan membawa sepedanya mengikuti cahaya tersebut. Dia menyingkirkan daun-daun dan dahan yang menghalangi jalannya. Di hanya bisa terdiam melihat apa yang ada Di depannya. Di depannya ada sebuah toko buku yang sedang buka.

Terkejut dia merasa bingung bagaimana bisa sebuah toko buku berada di tengah hutan dan tidak ada yang pernah menemukannya merasa mungkin ini adalah halusinasi karena dia terlalu lelah dia menutup matanya sebentar dan disaat dia membukanya kembali ternyata toko buku itu masih disana. Dia ingin segera kembali tetapi dia juga penasaran dengan toko buku tersebut. Kring kring suara bel derdering disaat dia membuka pintunya.

"Selamat datang tamu yang terhormat. Ada perlu apa kemari, apa anda ingin meminjam, membeli, atau mencari buku?" Mendengar suara tenang dibalik pintu, ia pun memparkirkan sepedanya di dekat pintu masuk dan masuk kedalam. Dari pintu masuk terdapat meja panjang yang mirip dengan meja resepsionis yang terbuat dari kayu. Di bagian belakang, kiri, dan kanan meja itu ada rak buku yang penuh dengan berbagai macam buku. Di bagian kiri ada tangga untuk naik ke lantai kedua. Di balik meja kayu itu dan ada seorang pria yang sedang duduk mengenakan jas hitam dengan rambut berwarna hitam dan mata berwarna kuning keemasan. "Apa anda kemari untuk membeli, meminjam, atau mencari buku?" Laki-laki yang menggunakan jas bertanya kepadaku.

"Sekarang, perkiraan cuaca, hujan deras akan berlangsung kira-kira selama seminggu kedepan dan masih belum diketahui kapan akan berhenti." "Diperkirakan juga akan ada kemungkinan terhadi badai karena hujan deras ini." Di jalan yang sepi ada sebuah toko buku yang masih buka dan di dalam ada seorang laki-laki yang sedang merapihkan rak buku sambil mendengarkan radio. "Huuu akhirnya beres juga, sepertinya tidak akan ada pengunjung juga hari ini." Laki-laki tersebut pun duduk di kursi dan didepannya ada sebuah meja yang diatasnya ada teh hangat yang ia seduh sendiri. *slurpp* "Akhir-akhir ini cuacanya buruk...kalau begini terus mana mungkin ada orang yang akan datang kesini."

*kring kring* bel yang berada di pintu berdering disaat pintu toko dibuka. Tiba-tiba ada murid SMA yang masuk ke tokoku. Dia menggunakan kemeja putih dan celana panjang dan dasi berwarna biru. Rambutnya berwarna cokelat muda dan matanya berwarna cokelat. Dia terlihat seperti habis menangis dan memiliki banyak masalah dan dari dalam dirinya aku bisa melihat kegelapan yang mulai menyelimuti hatinya. *Hmm.. dia sepertinya memiliki banyak masalah.* "Tamu yang terhormat, akan lebih baik kalau anda duduk di kursi terlebih dahulu. Anda pasti lelah mengayuh sepeda sampai ke tempat seperti ini." Laki-laki itu tampak ragu tetapi tetap duduk di bangku yang sudah disediakan. Aku menuangkan teh untuknya dan sembari menunggunya untuk berbicara. Setelah beberapa menit dalam keheningan, anak itu mengambil gelas teh dan meminumnya sebelum mulai bercerita.

"Aku merasa bahwa hidupku ini sangat hampa. Saat kecil aku tinggal bersama orang tuaku tetapi ayah cerai dengan ibu dan aku tinggal bersama ibu. Ibuku baru saja meninggal hari ini dan sekarang aku hanya hidup sebatang kara tanpa ada yang menemani, hidupku sudah tidak ada artinya lagi. Selama hidupnya aku tidak bisa memberikan yang terbaik bagi ibu, yang ada hanya kesia-siaan, apa yang ku kerjakan semuanya hanya kegagalan, aku tidak punya bakat apa-apa bahkan bila aku punya pun dan merasa bangga akan itu pasti akan ada yang lain yang membuatku kecewa. Dari pada hidup aku lebih memilih untuk mati karena hidupku ini tidak ada gunanya, kalau aku mati pun tidak akan ada yang menangisiku selain keluargaku karena di mata orang lain aku tidak ada artinya."

"Kau pasti berpikir bahwa dirimu lah yang paling malang, yang paling menderita, dan tidak ada orang yang mengerti rasa sakitmu."

"..." musird SMA itu hanya bisa terdiam.

"Aku tahu rasa sakitmu karena dalam hidupku ini aku sudah banyak melihat orang yang putus asa, kecewa, sakit hati, dihianati, dan masih banyak lainnya." Aku tidak bisa memberimu sebuah saran jadi bagaimana kalau aku meminjamkan buku untuk dibaca, siapa tahu bikin ini bisa membantumu bukan?"

Anak SMA itu hanya menganggukkan kepalanya dan aku pun memilih buku yang berjudul "Bintang dan Malaikat Pencabut Nyawa."

"Kau bisa mengembalikannya sesuai dengan tanggal yang sudah dicantumkan, bagian sini tolong beri nama dan tanda tangan." Anak SMA itu menuliskan namanya, nama anak SMA itu adalah Tsukumogi Ren. "Senang bertemu denganmu Tsukomogi Ren."

"Senang bertemu denganmu juga, kalau aku boleh bertanya siapa namamu?"

"Ahhh benar juga aku lupa memberi tahu namaku, namaku Shin aku pemilik dan penjaga toko buku ini." Ren mengingat namanya dengan baik dan mengucapkan salam dan pergi untuk pulang. Ren pun pulang dengan buku yang dipinjamkan oleh Shin. Ia pulang sekitar jam 10 dan makan malam lalu mandi dan beranjak untuk tidur. Kamar nya sangatlah sepi dan udara dingin mulai menyelimuti di malam hari. Lampu di kamarnya sudah mati dan hanya sedikit cahaya, cahaya itu berwarna kuning tetapi sangat menenangkan dan hangat. Jam dinding di kamarnya tersu berdetak, 1 menit berlalu dan sebentar lagi akan menuju jam 12. Ren tidak bisa tidur karena pertemuannya dengan Shin, dia tertarik untuk membaca buku itu sekarang tetapi karena sudah malam dia akan membaca buku itu besok beruntung juga besok hari Sabtu. Mata Ren mulai menutup dan dia tertidur dengan pulas.

Ren membuka matanya dan melihat sekitar. Pemandangan yang sangat janggal baginya. Dia melihat sebuah rumah dari kayu dan atap jerami, seketika itu juga kepalanya terasa sangat sakit. Memori dari seorang anak kecil masuk kedalamnya, nama dari pemilik memori itu adalah Taro dan dia masih berumur 14 tahun, Taro memiliki seorang adik yang masih berumur 6 tahun bernama Shizuka. Dia melihat ke sekitar dan mendapati Shizuka sedang tertidur di atas kasur tiba-tiba saja ada suara *dar dar* suara yang seperti pistol itu muncul dari luar rumah. Ren yang sekarang berada di tubuh anak kecil bernama Taro mengintip keluar lewat jendela kecil dan melihat para warga lari sambil menggendong barang atau anak mereka. Dari jauh dia bisa melihat pasukan berbaju biru menyerang dengan senjata pistol yang ada di abad dulu. Sedang terjadi perang antara kota A dan kota B dan Taro dengan berasal dari daerah kota A.

Taro menggendong adiknya dan membawa barang bawaannya dengan tergesa-gesa dia mengikuti para warga dan kabur ke daerah huatn. Dia dan adiknya harus pergi kabur agar tidak terlibat perang. Shizuka adiknya itu sakit-sakitan dan setiap hari Taro harus merawat adiknya itu, tetapi dia tidak pernah mengeluh. Dia merawat adiknya dengan penuh perhatian dan kasih sayang. Setiap pagi Taro akan mengendong Shizuka di belakang dan berjalan menyusuri hutan sambil menghindari pengintaian tentara dari kota B dan setiap malam mereka akan mencari tempat aman untuk bersembunyi dan beristirahat. Makanan mereka lama kelamaan mulai menipis bahkan Taro harus membagi dua sisa makanan yang dibawanya dan memberi sebagian besar untuk Shizuka. Walaupun begitu Shizuka mati akibat kelaparan dan Taro hanya bisa menguburnya, tetapi karena dia tidak ingin agar tubuh adiknya dimakan serigala Taro membakar mayat adiknya itu. Asap mulai berkepulan di atas bukit dan Taro hanya menatap dengan tatapan kosong ke arah api. Ia melihat ke atas langit dia melihat banyak bintang yang biasa ia dan adiknya akan lihat bersama. Melihat bintang-bintang di langitu itu membuat Taro merasa bahwa dadanya sangat sakit dan air mata mulai mengalir dari matanya. Taro menangis tersedu-sedu, tangisannya penuh dengan keputus asaan. Taro terus menagis sepanjang malam. Api di depannya sudah mati dan hanya meninggalkan asap, dia melihat matahari terbit dari atas bukit itu. Taro ingin mengakhiri hidupnya karena adiknya adalah segalanya baginya, disaat orang tua mereka meninggal dia dan adiknya harus hidup bersama dan saling menjaga satu sama lain, tanpa adiknya hidupnya terasa tidak ada maknanya lagi. Melihat ke bawah tebing dia berniat untuk melompat untuk mengakhiri hidupnya. Dia melompat ke bawah dan disaat membuka matanya dia ternyata masih berada di puncak bukit lalu ada suara yang muncul "Apa kau benar-benar ingin mati" suara itu muncul dari belakangnya, disaat Adrien melihat kebelakang dia bisa melihat seseorang dengan jubah hitam yang menutupi wajahnya, walau begitu dia bisa melihat bahwa orang itu memiliki mata berwarna kuning keemasan. Taro terdiam untuk beberapa saat dan menjawab dengan lelah "Walau aku mau hidup pun adikku sudah tidak ada hidupku ini sudah tidak ada artinya lagi. Aku sudah menyerah Shizuka pasti merasa kecewa memiliki kakak yang tidak berguna sepertiku, aku berjanji kepadanya bahwa kita berdua pasti akan hidup damai bersama dan bebas dari perang tetapi aku mengingkari janji itu dan sekarang Shizuka sudah tidak ada."

"Adikmu akan merasa kecewa ya? Padahal itu bukan yang adikmu katakan kepadaku disaat bertemu denganku."

"Aku tidak pernah kenal dengan orang seperti mu, kapan kau bertemu dengan adikku?" tanya Adrien dengan nada kesal.

"Aku membawa adikmu naik perahu, pemandangan di perahu sangatlah hangat dan di atas perahu dia menceritakan bahwa dia memiliki kakak yang kuat, berani, dan penuh kasih sayang. Kakak nya itu selalu menjaga nya di siang dan malam dan selalu mencoba untuk melakukan yang terbaik bagi dirinya. Kakaknya itu kuat karena mampu mengendongnya selama berjam-jam dan tidak lelah. Kakaknya itu berani karena dia mampu menghindar dari pengawasan musuh dan kabur tanpa masalah. Itu lah yang adikmu katakan kepadaku."

Taro terdiam untuk beberapa saat dan sebelum dia bisa menjawab "Adikmu tidak pernah menyalahkan dirimu atas kematiannya. Kau sudah berkerja keras selama ini dan adikmu itu tahu bahwa kaulah yang paling banyak menderita selama ini.

Laki-laki berjubah hitam itu berdiri dan akan pergi, sebelum benar-benar pergi dia berkata "Adikmu menitip pesan agar kau tidak menyalahkan dirimu dan bisa tetap hidup karena dia ingin kakaknya ini hidup dengan damai dan selamat, dia juga mengucapkan terima kasih untuk segalanya."

Taro mulai tersungkur dan menagis sambil meminta maaf kepada adiknya itu, karena dia adalah kakak yang buruk dan mencoba mengakhiri hidupnya. Di atas bukit dengan pemandangan yang indah Taro menatap ke langit biru dan sambil menatap langit dia mengucapkan salam perpisahan terakhir dan beranjak pergi untuk melanjutkan hidupnya.

Ren terbangun di pagi hari dengan mata yang basah. Dia melihat jam dan sadar kalau sekarang baru jam 5 subuh. Ren ingat akan mimpi-mimpinya yang terasa sangat panjang dan nyata itu dan air mata mulai mengalir dari matanya. Ren merasakan sakit di hatinya karena mimpi-mimpi itu, air mata Ren tidak bisa berhenti dan dia menagis tersedu-sedu, butuh beberapa menit agar Ren dapat tenang dan berhenti mengangis. Ren menghapus air mata itu dan melihat buku yang ditaruh nya di meja belajarnya dan mulai membacanya. Ren terkejut bukan main karena isi di buku itu sama dengan mimpi yang dialami olehnya. Dia mandi dan mengenakan baju biru muda dan celana pendek berwarna cokelat muda dan keluar dari rumahnya. Dia bertekad untuk mencari Shin untuk bertanya dan juga mengembalikan buku yang dipinjamnya.

Dia kembali ke jalan kecil dan menyusuri hutan. Dia melewati salah satu tiang lampu dan melihat pemandangan disekitar mulai berubah dari kejauhan dia bisa melihat toko buku itu lagi. Dengan cepat dia mengayuh sepedanya itu dan berhenti tepat di depan toko buku. *kring kring* dia mendapati bahwa Shin sedang merapihkan buku di rak sebelah kiri. "Aku tahu kau pasti akan datang kemari lagi." Ren menarik napas panjang dan masuk ke dalam toko di meja dia melihat sebuah teh yang sudah disiapkan oleh Shin. Shin duduk di kursi dan bertanya "Ada apa Tsukumogi-san datang kemari lagi?"

"Aku ingin bertanya soal buku ini, kemarin malam aku mendapat mimpi menjadi seorang anak kecil bernama Taro

"Buku-buku yang ada di toko bukuku ini bukan buku sembarangan. Semua buku-buku ini tertulis dengan lengkap karena buku ini adalah sebagian dari kisah hidup seseorang. Apa yang kau alami di malam hari adalah kau masuk ke dalam alam limbo dan merasakan hidup dan semua perasaan yang diarasakan oleh Taro. Taro ingin mengakhiri hidupnya tetapi dia tidak jadi mati karena adiknya itu dan Taro berhasil untuk berjalan kedepan. Setiap kisah manusia sangatlah menarik, mungkin ada yang sama tetapi semuanya tidak begitu sama. Taro bisa berdiri dan berjalan kembali dan hidup sampai akhir hayatnya. Nah sekarang pertanyaan untukmu Tsukumogi-san, apa kau akan tetap memilih untuk menyerah dan mengakhiri hidupmu atau kau akan berdiri dan berjalan kembali?"

Ren hanya bisa terdiam dan mulai menangis bila ibunya masih ada disini mungkin ibunya akan mengatakan hal yang seperti yang Shizuka katakan kepada Taro. Ren menggelengkan kepalanya sambil mengusap air mata. "Aku ingin terus hidup dan bisa melihat matahari terbit, aku tidak mau mati." Shin tersenyum mendengar perkataan Ren. "Hidup memang penuh dengan rintangan dan cobaan, kau tidak boleh menyerah begitu saja dan jatuh dalam kepurukan dan keputusasaan. Cobalah untuk berdiri dan bangkit kembali."

Ren mengembalikan buku yang dia pinjam dan mengucapkan terima kasih kepada Shin sebelum pergi. Setelah keluar dari toko buku dan pergi beberapa langkah Ren membalikkan badan dan menyadari bahwa toko buku itu sudah hilang. Walau begitu ia tetap bersyukur dan berterima kasih karena sudah bisa menemukan toko buku itu dan ditolong oleh Shin. Ren pergi menggunakan sepedanya menaiki bukit dan melihat pemandangan sekitar dari jauh dia bisa melihat matahari terbit dan tersenyum. Di sisi lain ada sebuah toko buku di tengah kota *kring kring* bel di pintu berdering pintu toko buku terbuka dan ada seorang laki-laki menggunakan jas dan menyapa tamu yang datang. -The End-   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun