Mohon tunggu...
Jeffry Sebayang
Jeffry Sebayang Mohon Tunggu... Wiraswasta - none

Product Complexity

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Sumatera Utara sebagai Sumber Energy Terbarukan Berbasis Kelapa Sawit

8 Januari 2025   09:28 Diperbarui: 8 Januari 2025   09:28 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Ketidakpastian ekonomi global terus menjadi tantangan signifikan bagi negara-negara di seluruh dunia. Konflik geopolitik seperti perang Rusia-Ukraina dan ketegangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok telah memengaruhi stabilitas ekonomi global, dengan dampak yang terasa hingga harga energi dan komoditas. Misalnya, pada 2022, harga batubara melonjak hingga lima kali lipat, sementara harga minyak kelapa sawit mencapai kisaran $1.683-$1.777 per metrik ton, yang secara langsung mendorong pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara hingga 5,26% pada triwulan IV 2022. Namun, penurunan harga minyak kelapa sawit di awal 2023 menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi provinsi tersebut menjadi 4,8%. Dalam konteks ini, pengembangan sektor hilirisasi minyak sawit menjadi solusi strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Hilirisasi Minyak Sawit: Mengatasi Ketergantungan pada Komoditas

Saat ini, Indonesia masih sangat bergantung pada ekspor komoditas mentah, yang membuat perekonomian rentan terhadap fluktuasi harga global. Economic Complexity Index (ECI) tahun 2021 menempatkan Indonesia pada peringkat ke-64, jauh di bawah Thailand (ke-23) dan Malaysia (ke-28). Data ini menunjukkan bahwa produk ekspor Indonesia masih sederhana dan kurang bernilai tambah. Pengembangan hilirisasi minyak sawit di dalam negeri menjadi salah satu langkah strategis untuk mengatasi masalah ini. Sejak 2011, Indonesia telah mengembangkan tiga jalur utama hilirisasi minyak sawit: oleopangan (produk pangan berbasis sawit), oleokimia (produk kimia berbasis sawit), dan biofuel (energi terbarukan berbasis sawit).

Hilirisasi oleopangan meliputi produk seperti minyak goreng, margarin, dan cocoa butter. Sementara itu, oleokimia menghasilkan fatty acid, fatty alcohol, dan gliserin, yang digunakan dalam industri kosmetik dan kebersihan. Jalur biofuel mencakup biodiesel dan biohidrokarbon seperti green diesel, yang menjadi solusi alternatif untuk bahan bakar fosil. Minyak kelapa sawit memiliki keunggulan sebagai bahan baku biodiesel karena hasil produksinya yang lebih tinggi dibandingkan minyak kedelai atau bunga matahari. Oleh karena itu, biofuel berbasis sawit menjadi opsi yang layak untuk energi terbarukan.

Sumatera Utara: Potensi Besar dalam Hilirisasi dan Energi Terbarukan
Sumatera Utara memiliki potensi besar untuk menjadi pusat energi terbarukan berbasis minyak sawit. Dengan luas areal perkebunan sawit mencapai 1,25 juta hektar dan produktivitas CPO sebesar 4.774 kg/ha pada 2021, provinsi ini telah menjadi salah satu kontributor utama industri kelapa sawit nasional. Selain itu, Sumatera Utara memiliki 324 perusahaan perkebunan kelapa sawit dan 14 pabrik minyak goreng yang dapat menjadi pionir dalam pengembangan hilirisasi.

Keberadaan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei semakin memperkuat potensi ini. KEK Sei Mangkei, yang diresmikan pada 2015, berfokus pada industri hilir minyak sawit dan karet, serta kegiatan pendukung lainnya seperti logistik dan utilitas. Kawasan ini telah menghasilkan produk seperti biodiesel, biogas, dan oleokimia, yang mendukung agenda energi terbarukan nasional. Selain infrastruktur industri, Sumatera Utara juga memiliki modal sumber daya manusia (SDM) yang signifikan dengan 979 SMK dan 270 perguruan tinggi yang berpotensi melahirkan tenaga kerja terampil di sektor ini.
Kolaborasi untuk Mendukung Hilirisasi dan Inovasi

Mewujudkan potensi hilirisasi minyak sawit di Sumatera Utara memerlukan kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan. Pemerintah pusat, pemerintah daerah, Bank Indonesia, perbankan, pelaku industri, dan perguruan tinggi harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan pembelajaran bersama (collective learning).  Oleh karena itu, Sumatera Utara perlu mendorong riset dan pengembangan energi terbarukan berbasis minyak sawit melalui program learning by doing. Seperti yang diungkapkan Schumpeter (1934) pentingnya inovasi dan creative destruction sebagai pendorong pembangunan ekonomi.

Langkah-langkah strategis seperti pemberian insentif fiskal untuk penelitian dan pengembangan (R&D), subsidi untuk inovasi teknologi, serta pelatihan tenaga kerja terampil akan mendorong menciptakan ekosistem inovasi yang berkelanjutan dan  memperkuat daya saing Sumatera Utara.

Tantangan dan Harapan ke Depan
Meski memiliki potensi besar, pengembangan hilirisasi minyak sawit di Sumatera Utara tidak lepas dari tantangan. Salah satunya adalah kebutuhan investasi besar untuk membangun infrastruktur dan teknologi canggih. Selain itu, fluktuasi harga minyak sawit di pasar global dan isu keberlanjutan lingkungan menjadi perhatian utama. Untuk mengatasi tantangan ini, Indonesia harus memperkuat posisi tawar internasionalnya melalui diplomasi ekonomi yang efektif untuk mendorong pengembangan energi terbarukan berbasis kelapa sawit.

Di sisi lain, Hausman (2016) menyebutkan ada tiga aspek penting yang mendorong ke perkembangan pembangunan ekonomi, yakni tools, pengetahuan yang terkodifikasi (codified knowledge) dan "know-how" atau yang dikenal juga dengan  tacit  knowledge. Oleh karena itu,  kolaborasi antarnegara untuk berbagi teknologi dan pengetahuan (know-how) dapat mempercepat pengembangan industri hilir dan menumbuhkan kemampuan spesialisasi di tingkat masyarakat. Adanya, jaringan kolaborasi yang luas akan mengubah pengetahuan individu menjadi produk bernilai tambah tinggi yang mendukung pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara.

Penutup
Dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global, hilirisasi minyak sawit di Sumatera Utara menawarkan solusi strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, infrastruktur industri, dan modal manusia yang dimiliki, Sumatera Utara dapat menjadi pionir dalam energi terbarukan berbasis sawit. Namun, keberhasilan ini hanya dapat dicapai melalui kolaborasi lintas sektor yang menciptakan lingkungan pembelajaran bersama.

Sumatera Utara memiliki kesempatan emas untuk membuktikan bahwa krisis global bukanlah hambatan, melainkan peluang untuk berinovasi. Dengan komitmen yang kuat dari semua pihak, harapannya dalam 5-10 tahun ke depan, Sumatera Utara tidak hanya menjadi pusat hilirisasi minyak sawit, tetapi juga model pembangunan berkelanjutan yang dapat ditiru oleh daerah lain di Indonesia.
Sebagaimana yang dikatakan Alfred Marshall, "investasi pada manusia adalah investasi yang paling bernilai". Oleh karena itu, mari bersama-sama mewujudkan Sumatera Utara sebagai pusat energi terbarukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun