Mohon tunggu...
Just Riepe
Just Riepe Mohon Tunggu... Guru (Honorer) -

I am a simple people (Reading, writing, singing, watching, traveling)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Karena di Pasar Rakyat, Bukan Sekedar Belanja!

26 Januari 2017   22:19 Diperbarui: 26 Januari 2017   22:36 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pasar rakyat atau pasar tradisional sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia sejak dulu. Banyak kisah, babad, legenda, laporan atau prasasti yang menuliskannya.

Salah satunya dalam Prasasti Kayuwaṅi Balituɳ abad 9-10 M, telah dikenal nama pejabat apkan, apekan, mapakkan, mapakan, mapkan, mapekan, yaitu pejabat yang menangani hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan/pasar.

Atau dalam Prasasti Paṅgumulan A, tahun 824 Śaka yang dikeluarkan oleh raja Balituɳ juga menyebutkan bahwa adanya sebuah kegiatan hari pasar yang mana para pedagangnya berasal dari desa yang sedang hari pasar dan desa-desa lainnya berdatangan membawa dagangannya ke pasar.  

Seiring waktu, pasar turut berkembang mengikuti kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh masyarakat. Fasilitas, akses, peraturan dan lainnya bertransformasi menjadi lebih baik. Hingga sekarang ini keberadaannya masih menjadi vital sebagai muara pasokan beragam kebutuhan.

Jalan Panjang Pasar Rakyat

Sepanjang sejarah bangsa ini, sepanjang itu pula jalan yang sudah ditempuh. Kesetiaannya menemani kehidupan jutaan rakyat tak usah diragukan. Begitu banyak cerita yang tercipta, tentang harapan yang terwujud, tentang mimpi yang menjadi nyata, persaudaraan yang terjalin atau keceriaan yang terbangun.

Ya, saya pun tidak merasa asing dengan pasar rakyat. Sejak masih kecil suka diajak Ibu belanja ke pasar. Atau malah membantu Simbah berjualan pecel, membawakan ceret berisi air matang untuk menyeduh bumbu nantinya.  Kesan yang tertanam dalam benak saya, betapa pasar begitu menyenangkan, banyak barang dijual di sana, para pedagang yang ramah, saling menyapa dan becanda, tak jarang mereka makan bersama disela-sela aktivitasnya yang tak menentu, terutama disaat-saat pelanggan mulai berkurang.

Pasar juga turut membantu menghubungkan silaturrahmi antar penjual dan pembeli, atau-pembeli dengan pembeli. Tak jarang mereka yang bersaudara atau teman lama yang sudah terpisah jarak, bertemu lagi di pasar. Karena biasanya pasar rakyat mencakup wilayah desa, atau kecamatan. Mereka bisa saling bertukar kabar, atau berbagi apapun.

Pelanggan Tetap Si Yayu dan Mas Anto

Meski di daerah saya sudah berdiri minimarket, tapi saya dan Istri tetap memilih pasar sebagai tempat berbelanja. Apalagi sekarang kondisi pasar di daerah kami sudah direnovasi. Lebih rapi, tertata dan yang pasti tidak lagi becek seperti beberapa tahun ke belakang. Fasilitas lain juga sudah dilengkapi, tempat parkir, toilet, dan mushalla. Kebetulan juga lokasinya cukup strategis dan dekat dengan terminal, sehingga akses transportasi untuk pelanggan yang menggunakan angkutan umum tidak terganggu. Sudah jauh dari kesan kumuh yang kerap melekat pada pasar rakyat.

Kami memilih pasar bukan tanpa alasan. Selain kelebihan seperti yang sudah disampaikan di atas. Ternyata kami mendapati keuntungan lain, yaitu harga jual di pasar lebih murah dari minimarket.

Untuk barang-barang kelontong, kami berbelanja di toko Mas Anto. Di sana menyediakan sembako dan keperluan lainnya. Sabun, deterjen, minyak, terigu, telor, lampu, susu, obat nyamuk, biskuit dan banyak lagi. Setelah dibandingkan memang ada beberapa barang dengan harga lebih murah. Selain ramah, juga suka memberi diskon dan sekedar hadiah kalau menjelang hari raya.

Kalau belanja sayuran, bumbu dan buah, kami telah menjadi langganan tetap lapak Si Yayu. Entahlah, kami tidak tahu siapa nama aslinya. Jangan tanya tentang harga, kami sering dikasih harga termurah, bahkan beragam bonus juga sering diselipkan. Misalnya kami belanja buah, eh, tiba-tiba dikasih seikat kacang panjang. “Untuk disayur ya, Neng,” katanya pada Istri.

Hal itu bukan sekali dua kali. Terkadang kami merasa malu. Tapi justru Si Yayu suka menanyakan kalau kami lama tidak berbelanja. Duh, beneran, jadinya nyaman banget belanja di sana. Kami bahkan bisa sambil ngobrol, sharing atau becanda. Tentang apapun. Film India, sinetron, infotainment atau kebijakan pemerintahan. Hehe.

Untuk daging dan ikan, kami juga punya lapak langganan lain. Tapi, bukan berarti hanya toko Mas Anto dan lapak Si Yayu yang selalu kami kunjungi. Terkadang kami juga berbelanja di toko lainnya. Tergantung situasi dan kondisi.

sumber: kelilinglampung.wordpress.com
sumber: kelilinglampung.wordpress.com
Urgensi Hari Pasar Rakyat Nasional

Dengan berbagai kesan dan pengalaman saya selama menjadi pengguna pasar rakyat. Saya mendukung sekali rencana/program penetapan Hari Pasar Rakyat Nasional. Beberapa alasan lain yang mendasari:

  1. Pasar rakyat merupakan bagian dari sejarah perkembangan bangsa

Kehidupan ekonomi bangsa Indonesia memang tidak bisa terlepas dari eksistensinya. Perkembangan demi perkembangan telah menghiasi lembaran sejarah, sebagai penggerak roda ekonomi kerakyatan yang menjangkau seluruh wilayah nusantara.

  1. Pasar rakyat merupakan tradisi dan budaya bangsa

Setiap wilayah memiliki pasar tersendiri dengan berbagai keunikan dan kekhasannya masing-masing, yang tentu menambah ragam budaya bangsa yang layak dan patut untuk dipertahankan. Atau mungkin diekspose/dikembangkan sebagai destinasi wisata. Pasar terapung Banjarmasin – Kalimantan Selatan misalnya, atau pasar Bringharjo – Jogjakarta, yang juga terkenal sebagai tujuan wisata.

  1. Pasar rakyat sebagai sumber belajar dan riset

Tentu banyak sekali hal yang bisa dipelajari dari sebuah pasar rakyat. Interaksi sosial, ekonomi, dan pola-pola lainnya. Pasar rakyat juga bisa dijadikan sebagai kontrol terhadap harga sebuah komoditi, atau kemampuan daya beli masyarakat, sehingga bisa dijadikan sebagai pertimbangan untuk menentukan kebijakan.

Di tengah maraknya pasar-pasar modern seperti sekarang ini, gerakan Hari Pasar Rakyat Nasional oleh pemerintah menjadi urgen. Setidaknya akan menambah kesadaran masyarakat akan keberadaan pasar yang mulai banyak ditinggalkan.

Mungkin kita ingat dengan batik, salah satu warisan budaya luhur dari bangsa ini. Dulu, batik hanya dijadikan sebagai sprei atau taplak meja. Paling banter dikenakan pada saat kondangan. Namun setelah pemerintah mencanangkan Hari Batik Nasional yang jatuh setiap tanggal 2 Oktober --yang didasarkan pada keputusan UNESCO, yang mengakui secara resmi bahwa batik Indonesia merupakan warisan budaya dunia—maka, kesadaran masyarakat akan batik meningkat. Banyak orang yang mengenakan batik untuk acara apapun. Batik dibuat sesuai dengan berbagai kondisi. Sekarang, kita bisa melihat dengan bangga, batik telah mendunia.

Dengan asumsi seperti itu, maka diharapkan pencanangan Hari Pasar Nasional, akan lebih menumbuhkan rasa cinta dan bangga terhadap keberadaan dan esensi pasar rakyat, juga memperkuat  eksistensi pasar rakyat sebagai simbol kehidupan dan peradaban masyarakat Indonesia.

Lebih jauhnya, semakin banyak orang yang dengan bangga memilih pasar sebagai tempat untuk membeli barang-barang kebutuhannya. Tidak perlu gengsi, karena di pasar rakyat bukan hanya sekedar belanja!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun