Sepeninggal Bu Asep, tangis Istri saya justru semakin mengeras. Dan, saya tidak mengerti, kenapa?
***
Jujur, saya bingung. Bagaimana caranya keluar dari masalah ini dengan tidak menimbulkan masalah baru? Hanya diam, menerima dan membiarkan saja apa yang terjadi juga bukan solusi. Bisa-bisa kena hipertensi. Amit-amit deh! Sementara, kalau menyampaikan langsung juga khawatir akan menyinggung. Ah, kenapa urusan ayam jadi pelik begini?
“Bu, saya lihat Ibu punya ayam banyak?” tanya saya suatu sore, saat kami sedang sama-sama menyapu halaman.
“Iya, ih... seueur ibu mah, kunaon kitu?Si Mas perlu?”
“Kok saya lihat ndak dikasih kandang?”
“Iya puguhan, kandangnya rusak, si Bapa belum sempet benerin, duka emang males, ah si Bapa mah hese!Ini juga sisanya, duka ku nu maling duka ku ucing leuweung!”
“Oh gitu? Sayang sekali ya, Bu? Padahal kalau dikasih kandang, mungkin lebih aman.” Saya seolah mendapat wangsit untuk menyelesaikan masalah ini. “Kalau boleh, biar saya saja yang benerin kandangnya?”
“Emangnya si Mas, bisa? Sok atuh, dengan senang hati, boleh-boleh...”
Yess! Akhirnya kamu gak akan bisa berkeliaran lagi, ayam-ayam sialan!
“Siap, Bu. Kebetulan besok hari Minggu, saya libur.”