Mohon tunggu...
Just Riepe
Just Riepe Mohon Tunggu... Guru (Honorer) -

I am a simple people (Reading, writing, singing, watching, traveling)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[HORORKOPLAK] Kerasukan-kerasukan Manja

12 Januari 2017   08:26 Diperbarui: 12 Januari 2017   08:40 725
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak divonis mengalami kerasukan yang sukses membuat suasana menjadi heboh pada kegiatan pramuka sebulan lalu, Resha sering melakukan tindakan aneh yang tak jarang membuat seisi sekolah gempar. Berkali-kali siswa/siswi melapor ke kantor terkait prilaku Resha tersebut; yang tiba-tiba nangis sambil teriak-teriak histeris, tertawa-tawa sambil joget-joget, marah-marah kasar dengan mata mendelik, menggeram, melotot atau menunjuk suatu titik sambil teriak ‘takuuuuuuttt... ada mata merah melihatku terus...!’ dan berbagai perilaku tak lazim lainnya.

Sontak, hal itu membuat stabilitas sekolah terganggu. Berbagai spekulasi pun beredar. Yang paling ekstrim adalah ‘ada roh jahat yang menguasai Resha dan juga lingkungan sekolah’. Kabar itu pun cepat menyebar hingga ke luar gerbang, menjadi desas-desus yang ujung-ujungnya membentuk stigma negatif bahwa sekolah menengah pertama itu angker, dengan berbagai bumbu yang ditambah-tambahkan untuk melengkapi tentunya. Biar lebih dramatis.

 Dampaknya, siswa/siswi di sekolah itu menjadi ketakutan, kegiatan belajar mengajar sangat terganggu, dan yang paling parah, banyak siswa/siswi yang mendadak ingin pindah sekolah. Terlebih akhir-akhir ini bukan hanya Resha yang berprilaku aneh seperti itu, tapi seolah menular pada siswa/siswi lainnya; Ranti, Diana, Ardian dan yang lain.

Kepala Sekolah dan dewan guru pun menjadi pusing tujuh keliling. Tentu saja, hal ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Digelarlah rapat untuk mencari solusi agar secepatnya bisa keluar dari persoalan. Siswa/siswi harus dikembalikan ketenangannya, dan sekolah harus diselamatkan dari kuantitas peserta didik yang semakin menyusut.

“Kita harus mengundang orang pintar untuk menerawang kondisi ghaib di sekolah ini,” usul Pak Bayu yang kebetulan menjabat sebagai Wakasek Kesiswaan.

“Mendingan tim rukyah saja, Pak. Biar tidak jatuh kepada kemusyrikan.” Bu Rida membantah. Dia sebagai guru PAI.

“Atau kita buat semacam selamatan, mengundang kyai dan mengaji bersama-sama dengan seluruh siswa/siswi.” Kali ini Pak Budiman yang bersuara.

Pak Kepsek terlihat bingung dengan berbagai usulan yang terlontar. “Baiklah, kita akan lakukan ketiga-tiganya, tapi tidak bersamaan, semoga dengan cara ini bisa menyelesaikan masalah.” Akhirnya beliau mengambil keputusan. Mungkin saking pusing dan tertekan, hingga kejernihan otaknya sedikit terpengaruh dan mengabulkan cara perdukunan. Bu Rida langsung cemberut, tapi tak kuasa lagi membantah. Karena dia pun tak tahu cara mana yang akan berhasil.

“Masih ada yang mau memberikan usul?” Pak Kepsek masih membuka kesempatan, tapi semua guru diam. “Kalau begitu, mulai besok kita bergerak, silahkan Pak Bayu, Bu Rida dan Pa Budiman menjadi eksekutor usulan masing-masing, mempersiapkan segala hal yang dibutuhkan, termasuk mengundang orang yang kompeten. Untuk dana, bisa minta kepada Bu Tina, bendahara sekolah. Siapa yang sudah siap, boleh melaksanakan lebih dulu,” simpul Pak Kepsek sekaligus menutup rapat.

Benar saja, mereka bertiga tampak sibuk mencari informasi dan menyiapkan ini-itu. Guru yang lain ikut membantu. Saya juga, membantu siapa saja yang memerlukan. Namun, sejujurnya saya tidak begitu antusias dengan ketiganya. Saya malah memiliki pemikiran lain. Entahlah.

Yang pertama menyatakan siap adalah Pak Budiman. Dia segera mengumumkan kepada seluruh siswa/siswi untuk membawa Al-Qur’an. Dan keesokan harinya, pengajian pun dilaksanakan di lapangan upacara, sengaja menyewa tenda agar tidak panas. Resha, Ranti, Diana dan Adrian juga beberapa siswa lainnya yang terdeteksi serupa, disuruh duduk di depan, berhadapan langsung dengan Pak Kyai. Ayat suci menggema, dilanjut membaca tahlil dan sholawat. Diakhir, Pak Kyai memimpin doa memohon keselamatan.

Setelahnya, kondisi sekolah cukup kondusif. KBM berjalan lancar, dan adegan kerasukan nyaris tak terjadi. Pak Kepsek dan guru-guru bisa kembali tersenyum, lega. Urat ketegangan pun mengendur. Terlebih siswa, mereka seolah mendapatkan kembali ketenangannya, tidak lagi dicekam ketakutan dan horor.

Namun, itu hanya berlangsung beberapa hari, karena lagi-lagi Resha menunjukkan prilaku aneh. Tiba-tiba dia menjerit histeris sambil berlari-lari tak beraturan dan menutup kedua telinganya. “Jangaann...! Pergi! Pergi! Pergiiii...!”. Siswa/siswi menjadi ikutan panik. Ada yang ikut menjerit dan juga menangis. Suasana kembali mencekam. Guru-guru berusaha menenangkan, hingga akhirnya Resha kembali tersadar. Dia mengaku ada ibu-ibu yang terus mengajak untuk ikut pulang bersamanya. 

Tak ingin membuang waktu, Bu Rida segera menghubungi tim rukyah yang kemarin sempat dibatalkan, karena kondisi sekolah sudah dianggap normal. Dan di hari yang disepakati, mereka pun akhirnya datang. Penampilannya tak jauh seperti pengisi acara tengah malam di televisi. Ketua tim (mungkin) mulai menjalankan ritual, merapal doa-doa dan melakukan ‘pembersihan’ ke setiap ruangan, termasuk WC, Ruang Ekstrakurikuler dan juga Perpustakaan.

Di WC malah sempat ada anggota timnya yang seperti kerasukan. Tubuhnya begetar, lalu bicara panjang lebar dengan suara berat, mengaku sebagai ‘penghuni’ ghaib yang katanya merasa terganggu dengan perilaku siswa/siswi selama ini; suka ribut, berantem dan buang sampah sembarangan. Setelah menerima penjelasan, Pak Kepsek tampak manggut-manggut, dan berjanji akan lebih memperhatikan hal tersebut.

Namun, lagi-lagi ketenangan yang tercipta tidak berlangsung lama. Resha dan juga siswa yang mengidap ‘roh jahat’ kembali kumat. Bahkan sampai mengaku-ngaku sebagai tokoh tertentu, misalnya: Dewi Kupu-Kupu, Dewi Bulan dan nama-nama asing lainnya. Ditambah pula dengan permintaan yang tak masuk akal; kopi yang diseduh Pak Kepsek, memutar musik gamelan lalu menari-nari, bunga mawar yang dipetik Pak Bayu, dan lainnya.

Aneh dan benar-benar membuat kesal. Sudah dua cara ditempuh tapi hasilnya tetap nihil. Lalu pengen apa sebenarnya? Semua permintaan sudah dilakukan. Sebandel itukah ‘roh’ yang merasuk di tubuh anak-anak?

Suatu hari, ketika seorang anak melapor ke kantor kalau Resha kembali kumat, saya langsung menuju ke kelasnya. Di sana, tampak dia menangis histeris dan sedang berusaha ditenangkan oleh teman-temannya.

“Minggir semua! Biar saya yang hadapi!”

Anak-anak terlihat bingung. Mungkin merasa serba salah, di satu sisi merasa kasihan pada Resha dan takut berdampak lebih parah, di sisi lain merasa tidak enak pada saya. Tapi akhirnya, mereka melepaskan Resha dan membiarkannya. Resha masih menjerit histeris tak karuan.

“Mau apa, Kamu?! Heh! Kamu pikir saya takut sama Kamu?!” bentak saya sok jago, padahal hati saya juga sedikit ciut. Jujur, saya tidak punya pengalaman apapun untuk menangani hal beginian.

“Gak capek apa?! Kamu bikin semua orang jadi ribut?! Mengganggu tahu?!” Saya membentak lagi. “Ayo, keluar gak?! Pergi gak?! Pergiii...!!” Saya menarik baju Resha. Tapi dia tidak melawan.

“Kalau tidak keluar, saya bakar, Kamu! Atau saya kencingin sekalian!!” Saya mengancam, tidak peduli lagi apa yang bakal terjadi nantinya. Yang jelas, saya marah, capek, lelah dan jelas terganggu.

“Fan, pinjam korek api ke Bu Kantin! Kita bakar saja biar pergi!” Saya menyuruh Ifan, salah satu siswa yang kebetulan ada di dekat saya. “Dan yang lain, kalau mau buang air, tampung di botol, buat mandiin dia!”

Ifan melaksanakan perintah, tak lama sudah kembali dan menyerahkan korek api itu pada saya.

“Sudah siap dibakar?! Keluar gak?!” Saya kembali mengancam dengan korek api yang sudah menyala. Saya dekatkan ke tubuhnya dan semakin mendekat. Resha tampak kaget, tangisnya mereda dan tidak lagi histeris. Saya dekatkan lagi dan semakin dekat lagi. Tiba-tiba tubuh Resha melemas, pandangannya meredup dan seolah tersadar, lalu terduduk. Berhasil! Yess!

“Sudah sadar, Kamu?!” Saya bertanya. Resha hanya mengangguk.

“Ok. Untuk semuanya, kalau Resha kembali berlaku aneh seperti tadi, tidak usah digubris. Abaikan saja! Kalau masih belum sadar juga, bakar saja! Kasih tahu kelas lain!” Saya memberikan pengumuman kepada semua siswa yang ada kelas itu. Sengaja, biar Resha mendengar.

Dan bersyukur, setelah itu, tidak terdengar lagi ada anak yang melapor kalau ada temannya yang kerasukan. Huh! Kini sekolah kembali tenang, aman dan damai. Setelah saya ceritakan pada rekan-rekan guru, mereka pun tertawa, ternyata selama ini telah diteror oleh ‘roh jahat’ yang bersemayam ditubuh Resha. Hehe.

Dari guru konseling, akhirnya diketahui kalau Resha memiliki latar belakang masalah di keluarganya. Ayahnya kabur dengan perempuan lain, dan ibunya berubah menjadi tempramental. Akhirnya kami menyimpulkan, mungkin dia butuh perhatian, sehingga berakting dengan kerasukan-kerasukan manja. Haha. Koplak.

---

HBD KYB, semoga tambah koplak dan kocak.

kyb-586f879b567b618214104604-5876da408023bd760540389f.jpg
kyb-586f879b567b618214104604-5876da408023bd760540389f.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun