Tidak ada yang bisa memungkiri bahwa Coach Indra Sjafri adalah pelatih yang berhasil menghantar Timnas Indonesia U-19 meraih prestasi terbaik di kawasan ASEAN pada AFF U-19 2013 lalu. Dengan gaya permainan yang ia sebut sendiri dengan  'PEPEPA" alias pendek-pendek panjang, kita bisa melihat bagaimana impresifnya permainan Evan Dimas dkk. pada saat itu.
Tetapi sesungguhnya Indra Sjafri memiliki banyak kelemahan yang mendasar sebagai seorang pelatih, diantaranya adalah:
Tidak bisa membangun sistem pertahanan yang baik.
Dalam sepak modern, sebagus apapun pola serangan yang diperagakan dalam permainan, jika dalam bertahan lemah maka akan mudah dikalahkan.
Kita ambil contoh, Belanda. Negeri Kincir angin itu menganut sistem "pertahanan terbaik adalah menyerang", namun faktanya mereka tidak lolos Piala Dunia 2018. Atau teranyar, Argentina yang dihuni pemain nomor wahid Leonel Messi dibantai Kroasia dengan 3 gol tanpa balas karena sistem pertahanan yang buruk.
Lain lagi cara bermain pelatih berkebangsaan Ceko, Zdenek Zeman. Pada awalnya strategi yang ia terapkan di Liga Serie A begitu fenomenal, sampai muncul istilah 'Zona Zeman'.
Tetapi tahap kariernya berakhir memilukan setelah sepakbola menyerangnya bersama AS Roma dihempaskan Cagliari, ia pun dipecat.
Dan Indra Sjafri, sampai detik ini masih gagal menerapkan system pertahanan yang baik di Timnas Indonesia U-19.
Okelah pada saat menyerang tak ada yang meragukan pola yang dia bangun memang begitu impresif, tetapi coba lihat ketika menghadapi serangan lawan, pertahanan Timnas U-19 begitu mudahnya ditembus lawan, bahkan oleh tim sekelas Philipina U-19 sekalipun.
Pertahanan yang bagus adalah yang dijalankan secara kolektif sejak di lini tengah seperti yang diterapkan Thailand U-19 dan tim lainnya bukan langsung di garis terakhir pertahanan, atau bahkan langsung ke penjaga gawang seperti yang terlihat di Timnas U-19 asuhan Indra Sjafri.
Tidak ada tim yang sukses di dunia tanpa penerapan strategi berimbang  antara menyerang dan bertahan dengan baik. Karena sepakbola adalah permainan kolektif tentang bagaimana cara mengorganisir penyerangan dan pertahanan.
Pendek-pendek panjang atau Pepepa yang diterapkan Coach Indra Sjafri di Timnas U-19 pada awalnya memang ampuh, sehingga ia berhasil merengkuh gelar AFF U-19 Championship di tahun 2013. Bahkan tim sekuat Korsel pun berhasil dihempaskan pada babak qualifikasi di ajang dan tahun yang sama.
Tetapi begitu masuk putaran final Piala Asian Cup di Myanmar setahun berikutnya, Timnas U-19 nampak tak berdaya di tangan lawan-lawannya di babak penyisihang grup, bahkan kalah telak oleh UEA dengan skor 1-4 yang sebelumnya pernah mereka kalahkan dua kali di partai uji coba.
Kenapa strategi Pepepa dianggap satu kelemahan dari Indra Sjafri? Sebabnya strategi ini mudah dibaca oleh lawan.
Terbukti, tanpa kesulitan Australia, Uzbekistan, dan UEA menghempaskan Timnas U-19 Indonesia pada babak kualifikasi Asian Cup 2014. Jika tidak lekas diperkaya strategi ini, maka tidak akan pernah ada lagi gelar yang dapat direngkuh Indra Sjafri selanjutnya.
Dan realitanya memang tidak ada gaya atau strategi permainan yang memiliki kejayaan panjang dalam sepakbola. Jogo Bonito ala Brasil, Total Football ala Belanda, Catenaccio ala Itali, Tiki Taka ala Spanyol ataupun False Nine ala Jerman, semuanya memiliki masa keemasan.
Pada akhirnya kembali lagi, Â sepakbola adalah tentang bagaimana memaksimalkan kemampuan individu dalam bermain secara kolektif. Itulah dasar permainan sepakbola yang sesungguhnya terlepas apapun gaya atau strategi yang diterapkan dalam sebuah tim di atas lapangan.
Terlepas dari kurang bagusnya organisasi pertahanan, permainan ofensif berhasil dipergakan dengan baik oleh Timnas U-19 asuhan Indra Sjafri. Satu demi satu lawan dilibas, bahkan tim favorit juara Vietnam U-19 pun berhasil dikalahkan.
So, sampai di situ kita tepuk dada dan angkat topi buat Coach Indra Sjafri. Apalagi ketika dia menganggap bahwa pertandingan melawan Vietnam U-19 adalah seperti partai final yang harus dimenangkan. Karena kita tahu jika Nurhidayat dan kawan-kawan menang, maka tiket semifinal dipastikan ada di genggaman dan partai terakhir melawan Thailand U-19 bisa jalani dengan  lebih santai.
Boom, 1 gol berhasil diciptakan oleh M. Rafli Nursalim memanfaatkan bola Rebound hasil sontekan Todd Rivaldo Ferre yang mengenai mistar. Vietnam U-19 pun terhempas dan pada akhirnya gagal menembus semifinal.
Ketika tiket semifinal sudah di tangan Timnas U-19, harusnya Indra Sjafri benar-benar akan lebih santai dan akan menerpkan anti strategi dengan permianan defensif sambil menguji kemampuan bertahan anak asuhnya. Karena apapun hasilnya, toh tiket semifinal sudah di tangan.
Dan jika berhasil menahan seripun Indonesia akan menjadi Juara Group A. Pada fase ini juga Coach Indra bisa mengistirahatkan pemain utama.
Tetapi apa yang dilakukan Indra Sjafri sungguh diluar dugaan. Ia terus berambisi mengejar kemenangan. Dan pemain yang dipasang sebagai Starter pun adalah pemain inti yang di empat pertandingan sebelumnya menjadi motor serangan yaitu Saddil Ramdani dan Todd Rivaldo Ferre.
Di situlah letak Ironinya, ketika Pasukan Merah Putih gagal membikin gol dan bahkan kebobolan di babak pertama, seluruh komponen terlihat panik. Dua  bomber tajam Witan Sulaiman dan M. Rafli Nursalim pun dimasukkan pada babak ke dua.
Dan semua sia-sia karena Indonesia U-19 tetap kalah  bahkan kerugian lainpun muncul ketika Kapten Tim Nurhidayat Haji Haris harus menerima kartu kuning dari wasit.
Coba lihat Tihailand U-19 justru bermain lebih rileks. Karena mereka begitu yakin apapun hasilnya ia akan lolos ke semifinal karena memiliki selisih goal yang jauh lebih baik di banding Vietnam U-19. Sepanjang laga tidak nampak wajah tegang di jajaran pelatih Thailand U-19 yang duduk di bench.
Dikabarkan juga sebelum pertandingan justru Thailand lebih fokus mengamati pertandingan di group B untuk mengintip calon lawannya di semi final.
Mereka pun sudah tidak terlalu memperhitungkan hasil melawan Indonesia U-19, padahal tiket ke semifinal belum benar-benar di tangan Thailand pada saat itu.
Sungguh ironi bukan dengan yang dilakukan oleh Coach Indra Sjafri? Apakah karena ia penganut filosofi sepakbola menyerang yang sudah absolut? Apakah ini dikarenakan oleh ketidak mampuannya dalam meramu sistem pertahanan yang bagus?
Kita lihat dan doakan saja secara terus menerus agar Timnas Indonesia U-19 berhasil merengkuh Juara AFF U-19 Championsip untuk kedua kalinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H