Kemudahan untuk mencapai destinasi wisata (Accesibility). Faktor aksebilitas juga merupakan hal yang sangat penting dalam memengaruhi kepuasan wisatawan, maksudnya adalah kemudahan yang tersedia untuk mencapai destinasi wisata. Hal ini menyangkut sarana dan infrastruktur untuk menuju destinasi (Isdarmanto, 2017).
Keramah-tamahan (Hospitality). Hal ini berkaitan dengan ketersediaan sebuah organisasi atau orang-orang yang mengurus destinasi tersebut. Organisasi pariwisata itu seperti sebuah perusahaan yang mengelola destinasi sehingga memberikan keuntungan kepada pihak terkait seperti pemerintah, masyarakat, wisatawan, lingkungan dan stakeholder lainnya. (Isdarmanto, 2017).
Dalam suatu objek wisata sangat diperlukan adanya sarana dan prasarana. Sarana yang dimaksud adalah sarana yang dibutuhkan oleh wisatawan, seperti adanya transportasi, akomodasi, restoran, pemandu wisata, souvenir dan lain-lain. Prasarana, yaitu semua sarana pendukung pariwisata yang secara tidak langsung sangat dibutuhkan oleh wisatawan. Contohnya, yaitu pelabuhan udara, pelabuhan laut, terminal bus, stasiun kereta api, fasilitas jalan raya, instalasi air dan lain-lain (Isdarmanto, 2017).
Apa saja Pengaruh aktivitas wisata terhadap lingkungan
Lingkungan fisik atau alam merupakan daya tarik utama dalam kegiatan wisata oleh karena itu pariwisata memiliki hubungan yang kuat dengan lingkungan fisik. Lingkungan fisik yang dimaksud adalah lingkungan alam seperti flora dan fauna, bentangan alam; dan lingkungan buatan seperti situs kebudayaan, wilayah perkotaan, pedesaan, peninggalan sejarah dan sebagainya (Ismayanti, 2020).
Dampak pariwisata pada lingkungan memiliki sisi positif dan negatif. Dampak itu tampak dalam tiga hal yang meliputi dampak ekonomi, sosial dan lingkungan (Skripak et al., 2016). Beberapa dampak positif pariwisata terhadap lingkungan, yaitu konservasi dan preservasi pada daerah alami, seperti cagar alam, kebun raya dan suaka margasatwa; konservasi dan preservasi pada peninggalan sejarah dan situs arkeologi; meningkatkan pendapatan ekonomi suatu daerah (Ahmad et al., 2018); pengenalan administrasi dan organisasi pada daerah objek wisata sehingga daerah tersebut tertata dengan rapi dan dikunjungi banyak wisatawan lokal maupun asing. Utamanya, bahwa pariwisata dapat berperan dalam konservasi lingkungan dengan memberikannya nilai ekonomi melalui pendapatan dari kunjungan wisatawan (Che & Holden, 2002).
Berbagai dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan pariwisata, namun secara umum dapat dikategorikan dalam tiga jenis: penggunaan sumber daya alam, pertimbangan pelaku dan pencemaran. Â Pertama, penggunaan sumber daya alam khususnya air dan tanah yang kemudian mengarah pada transformasi habitat ekologis dan hilangnya flora dan fauna (Che & Holden, 2002; Sari, 2019; Ghobadi & Verdian, 2016). Penduduk lokal dapat kehilangan aksesnya untuk sumber daya alam dimana mereka mendasarkan eksistensi dan mata pencaharian (Miswanto, 2018). Pengembangan pariwisata juga secara langsung dapat menghancurkan habitat ekologis dan ekosistem karena pengembangan sarana dan prasarana di daerah objek wisata (Yusuf & Hadi, 2020). Kedua, perilaku manusia terhadap lingkungan tujuan. Demi mendapatkan keuntungan secara ekonomi dari kegiatan wisata, masyarakat setempat dapat mengabaikan dan melakukan perbuatan yang merusak lingkungan fisik dan budaya (Khrisnamurti et al., 2016). Ketiga, pencemaran, yaitu pencemaran air, kebisingan, udara dan polusi estetika. Dampak ini terjadi pada berbagai skala mulai dari lokal hingga global. Destinasi yang sering menimbulkan polusi sering dikaitkan dengan tingkat pengembangan pariwisata, pelaksanaan perencanaan dan kontrol manajemen lingkungan (Che & Holden, 2002).
Contoh lain dampak negatif dari aktivitas pariwisata pada lingkungan antara lain: pembuangan limbah padat secara sembarangan oleh para wisatawan yang menimbulkan penumpukan sampah (Masjhoer, 2017; Wayan, 2021); Â pencemaran air sungai seperti yang terjadi di Pantai Petitenget Bali (Suyasa et al., 2018); perusakan terumbu karang oleh para wisatawan (Khrisnamurti et al., 2016); perubahan kualitas air laut yang ditimbulkan oleh aktivitas wisata bahari (Laapo at al., 2009); limbah domestik yang dihasilkan oleh aktivitas wisata dalam jumlah besar (Masjhoer, 2018); reklamasi, pencoretan pada dinding tugu atau candi bersejarah; polusi udara, kurangnya tempat parkir dan kemacetan pada waktu-waktu tertentu di sekitar daerah wisata (Nofriya et al., 2019).
Aktivitas wisata memiliki pengaruh negatif, oleh sebab itu pembangunan pariwisata harus mengacu pada sustainable development atau pembangunan berkelanjutan yang memandang bahwa pembangunan merupakan sebuah integrated system yang terdiri dari berbagai aspek kepentingan baik nasional maupun internasional, dan dapat menjamin keberlangsungan hidup ekologi, sosial budaya dan ekonomi. Pembangunan berkelanjutan ini harus menjadi tanggung jawab bersama semua pihak yang terlibat dalam kegiatan pariwisata (Suwena & Widyatmaja, 2017). Menurut WTO, pariwisata berkelanjutan harus menjamin tiga hal penting, yaitu memanfaatkan secara optimal (seimbang) sumber daya fisik, menghormati keaslian sosial budaya masyarakat lokal, memastikan kelayakan dan manfaat sosial ekonomi (pekerjaan, pendapatan, layanan sosial, dan pengentasa kemiskinan) bagi seluruh pengambil keputusan (Adikampana, 2017).
Satu hal yang menjadi tekanan dan perlu sebagai perhatian kita bersama adalah mengenai dampak buruk pariwisata terhadap lingkungan. Salah satu dampaknya adalah banyak sampah berserakan di tempat wisata. Mari kita rawat setiap tempat yang kita kunjungi.
Sumber tulisan: teori dlm tesis penulis (Sumitro Sihombing) berjudul Pengaruh Aktivitas Wisatawan, Pedagang dan Masyarakat terhadap Timbulan Sampah di Embung Tambakboyo (2023)