Seperti diketahui bahwa di Pulau Buru, Maluku terdapat tambang emas tradisional terbesar tepatnya di kawasan Gunung Botak, Desa Wamsait, Kec. Waeapo yang kerap menimbulkan permasalahan sosial dan lingkungan.
[caption id="attachment_208063" align="aligncenter" width="512" caption="Aktifitas Tambang di Kawasan Gunung Botak (techonewshot.blogspot.com)"][/caption]
Kali ini yang mengeluhkan adanya penambangan emas tersebut adalah masyarakat yang bermukim di sekitar aliran sungai yang berdekatan dengan lokasi tambang, seperti Sungai Suket, Sungai Waetina, Sungai Kayeli, Sungai Anhony dan Sungai Wailata yang dijadikan tempat pembuangan limbah berbahaya (mercury/air raksa).
Menurut salah seorang warga, tercemarnya aliran-aliran sungai ini disebabkan penggunaan mesin tromol yang mencapai ribuan unit dan tersebar mulai dari kawasan Gunung Botak hingga daerah aliran Sungai Anhony dan sekitarnya. Bahkan setiap rawa-rawa dan areal sawah yang dekat dengan pemukiman penduduk juga telah ditempatkan ribuan unit mesin tromol untuk memisahkan logam mulia dari material pasir dan batuan dengan menggunakan air raksa.
Selain ribuan mesin tromol yang telah tersebar, saat ini para penambang juga mulai membuat drum penampungan limbah air raksa (Hg) yang juga disebarkan di beberapa lokasi tepi sungai. Drum penampungan limbah ini terhubung oleh pipa yang disambungkan dari mesin tromol dan nantinya limbah ini langsung dialirkan ke sungai-sungai.
Pencemaran ini telah berlangsung sejak beberapa bulan lalu namun hingga kini tidak ada penanganan serius dari pemerintah setempat dan terkesan melakukan pembiaran. Jika hal ini tidak segera dilakukan penanganan yang komprehensif, dikhawatirkan akan berdampak pada kesehatan penduduk di sekitar lokasi tambang emas tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H