Mohon tunggu...
Joy Nathanael Sihombing
Joy Nathanael Sihombing Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Lampung, Bandar Lampung

Saya merupakan mahasiswa yang berkuliah di Universitas Lampung. Menulis merupakan sebagian dari hobi saya. Tulisan yang saya buat berupa opini dan berkaitan dengan topik kuliah.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pendekatan Community Development Dalam Menurunkan Tingkat Kemiskinan Masyarakat Desa Di Provinsi Lampung

19 Desember 2024   02:21 Diperbarui: 19 Desember 2024   02:21 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Ringkasan Eksekutif

Pengentasan kemiskinan merupakan salah satu wujud nyata komitmen Pemerintah Indonesia yang tertuang di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2025 -- 2045. Di Provinsi Lampung sendiri, kemiskinan menjadi permasalahan struktural yang harus diatasi. Pemerintah Provinsi Lampung harus mulai berpikir mengurangi masyarakat miskin yang ada di desa. Pertumbuhan ekonomi di desa merupakan hal yang sulit untuk ditingkatkan. Tingkat pendidikan yang rendah, budaya buruk, infrastruktur tidak memadai, serta pengamalan agama belum maksimal menjadikan tantangan sendiri dalam mengatasi permasalahan ekonomi bagi masyarakat desa. Masalah ini penting untuk diatasi dalam mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045 yang terdapat dalam Pasal 5 ayat (1) UU Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2024. Policy brief ini memberikan rekomendasi berupa pemberdayaan masyarakat dengan pendekatan community development yang disertai dengan dukungan infrastruktur dari Pemda. Melalui pendekatan community development masyarakat desa dapat memiliki produktivitas dan rasa tanggung jawab yang kolektif dan saling bersinergi. Selain itu, masyarakat juga akan memiliki skill labour sehingga dapat meningkatkan nilai sumber daya manusia yang ada di desa.

Pendahuluan

Komitmen untuk mencapai Indonesia emas 2045 terus direalisasikan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Komitmen tersebut dijabarkan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2024 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2024 -- 2045. Dengan adanya Undang-Undang tersebut, diharapkan bahwa pembangunan Negara Republik Indonesia dapat dijalankan secara berkelanjutan. Visi Indonesia Emas yang menjadi momen yang ditunggu-tunggu oleh berbagai pihak juga jelas tertulis dalam Pasal 5 ayat (1). Untuk mencapai visi tersebut dibutuhkan pengukuran berdasarkan 5 indikator. Salah satu indikator dalam Pasal (5) adalah "kemiskinan menurun dan ketimpangan berkurang" yang ada pada huruf (b). Keseriusan dalam menangani kemiskinan juga ditegaskan dalam 17 tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) pada tujuan pertama. Kesepakatan tersebut disepakati oleh 193 negara termasuk Indonesia. Indonesia terus membangun program-program pengurangan kemiskinan untuk mencapai tujuan SDGs pada tahun 2030. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada tahun 2024 semester pertama (Januari -- Maret) persentase rata-rata masyarakat miskin di setiap Provinsi di Indonesia berada pada angka 9,03% dengan penjabaran masyarakat kota 7,09% dan masyarakat desa 11,79%. Lampung sebagai salah satu Provinsi yang dijuluki gerbang Pulau Sumatra memiliki potensi yang sangat besar untuk berada pada persentase kemiskinan di bawah rata-rata setiap Provinsi. Namun, kenyataannya Provinsi Lampung memiliki persentase masyarakat miskin sebesar 10,69% dengan masyarakat kota sebesar 8,18% dan masyarakat desa 11,97%. Masih tingginya angka kemiskinan di Provinsi Lampung terutama pedesaan menjadi fokus dari Pemerintah. Pemerintah telah mengeluarkan berbagai program untuk terus menekan angka kemiskinan pada masyarakat desa salah satunya dengan program dana desa. Provinsi Lampung pada tahun anggaran 2025 akan mendapatkan dana desa sebesar 2,27 Triliun yang akan disalurkan ke berbagai desa secara adil. Besarnya angka dana desa tersebut akan memperbesar potensi Provinsi Lampung untuk terus mengurangi kemiskinan pada masyarakat desa. Hadirnya dana desa tersebut juga harus digunakan secara maksimal untuk mencapai tujuan SDGs dan mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045. Tingginya persentase masyarakat miskin di desa harus dapat diturunkan oleh berbagai pihak dengan potensi-potensi yang dimiliki sesuai kondisi lingkungan geografis dan demografis desa. Buruknya pengelolaan dana desa yang menyebabkan persentase masyarakat miskin di desa pada Provinsi Lampung harus segera diubah menjadi lebih efisien.  

Deskripsi Masalah

Pada Provinsi Lampung, kemiskinan di desa lebih sulit untuk diatasi karena banyaknya tantangan dibandingkan daerah perkotaan. Permasalahan kemiskinan juga bersifat struktural yang artinya disebabkan oleh adanya sistem yang buruk dan diwariskan secara turun temurun. Ada berbagai penyebab masalah mengapa masih tingginya masyarakat miskin di desa pada Provinsi Lampung menurut Buku yang diterbitkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Provinsi Lampung.

1. Tingkat pendidikan yang rendah

Dalam penelitian yang dilakukan oleh tim Balitbangda, tingkat pendidikan yang rendah merupakan faktor yang paling dominan menjadi penyebab banyak masyarakat miskin di desa. Menurut data BPS, Masyarakat Lampung usia 25 tahun ke atas pada tahun 2023 mencapai 8,29 tahun penyelesaian pendidikan atau hanya sampai pada kelas 2 SMP. Rendahnya tingkat pendidikan pada masyarakat menyebabkan akses untuk mendapatkan pekerjaan menjadi sulit sehingga tidak banyak pilihan pekerjaan yang dapat diakses yang membuat penghasilan masyarakat menjadi rendah. Selain itu pendidikan yang rendah pada masyarakat juga menyebabkan kreativitas menjadi rendah sehingga masyarakat desa sulit untuk berkembang karena tidak memiliki keterampilan yang mumpuni.

2. Budaya buruk

Akar permasalahan dari kemiskinan tidak hanya bersifat materi, tetapi juga budaya dan perilaku. Dalam buku "Menggali Akar Kemiskinan, Melihat Dari Dekat Akar Kemiskinan di Provinsi Lampung" karya tim Balitbangda Provinsi Lampung, budaya merupakan salah satu variabel yang menyebabkan permasalahan kemiskinan pada masyarakat desa. Etos kerja yang rendah pada masyarakat desa menjadikan sulitnya melakukan perubahan untuk menjadi lebih baik. Budaya buruk lainnya adalah masih adanya anggapan bahwa "banyak anak, banyak rezeki" yang malah membuat beban keluarga miskin semakin berat sehingga sulit menyekolahkan anaknya. Budaya lainnya yang menyebabkan masyarakat menjadi sulit berubah adalah "budaya kenduri" yang ada pada Kampung Air Ringkih. Budaya ini salah satu penyebab borosnya pengeluaran rumah tangga karena adanya aturan tidak tertulis bahwa kiriman makanan dari warga yang sedang melakukan hajatan harus dibalas dengan kehadiran dari warga lain dan disertai dengan pemberian uang. Acara-acara lainnya seperti pengajian juga menuntut masyarakat untuk terus mengeluarkan pengeluaran yang tidak berguna pada pembangunan manusia. Banyaknya pengeluaran mengakibatkan adanya pemborosan keuangan rumah tangga. Menurut masyarakat juga kemiskinan merupakan takdir dari Sang Pencipta yang menyebabkan ketidakberdayaan sehingga masyarakat miskin akan terus bergantung pada orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Budaya-budaya seperti ini cenderung diwariskan kepada anak-anaknya yang membuat kemiskinan di desa bersifat turun temurun sehingga sulit untuk diubah.

3. Pengamalan agama rendah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun