Demikianlah seorang pemuda hidup. Sebuah buku ajaib pernah menuliskan ini. "Ingatlah akan Penciptamu pada masa mudamu, sebelum tiba hari-hari yang malang dan mendekat tahun-tahun yang kaukatakan...." Seorang pemuda perlu mencari identitas mereka bukan dengan omongan kosong. Mereka perlu menggali kemampuan dan skill yang telah diberikan Sang Pencipta!
Jika tidak demikian, ia akan menjual kekayaan orang tua mereka. Hai para pemuda! Bangunlah! Sudah bukan jamannya menyombongkan dan berbangga dengan fasilitas orang tuamu. Sebaliknya, bersyukurlah jika engkau lahir di keluarga yang mampu. Dan gunakan anugerah itu dengan bertanggung jawab. Pakai guna masa depan yang nantinya bisa memberikan arti bagi orang lain.
Berhenti melihat anak-anak lainnya yang memiliki ini dan itu. Ingat bahwa selalu ada langit di atas langit. Jika mata kita selalu melihat ke atas, kita akan tersandung. Lihatlah ke bawah dan Anda bisa bersyukur dengan apa yang ada padamu.
2. Kasih
Sekarang saya sudah memiliki dua orang anak. Memang masih kecil. Tapi refleksi ini mengingatkan saya betapa sulitnya menjadi orang tua. Saya yakin para orang tua setuju dengan saya. Kita sangat mencintai anak-anak kita. Hingga sulit sekali untuk berlaku "tega" kepada mereka.
Calista (23 bulan), anak perempuan kami. Dia seorang anak yang selalu menuntut untuk dipenuhi maunya. Jika tidak, siap-siap dengan tangisan dan juga "drama" pilu yang terjadi di lantai rumah. Kami sebagai orang tua sepakat. Anak ini perlu dididik sejak kecil. Kalau dia mau sesuatu dan menangis – apalagi teriak-teriak – maka kami justru tidak akan memberikan apa yang dia mau.
Kami belajar untuk "tega". Ya! Awalnya tidak mudah. Selalu di antara kami akhirnya datang dan menggendong lalu memberikan apa yang dia mau. Tapi kami sadar. Ini tidak baik. Dia akan memahami bahwa cinta dan kasih sayang memiliki arti bahwa apa pun yang dia minta pasti ada.
Kami komitmen. Kami membiarkan dia menangis. Setelah berhenti, barulah kami mencoba menjelaskan kepadanya. (Percayalah anak sekecil itu sudah bisa memahami). Kami terus memberikan pemahaman bahwa cinta dan kasih sayang tidak selalu diwujudkan dengan memberikan apa pun yang diminta. Tidak! Cinta dan kasih sayang diwujudkan dengan memberikan yang dibutuhkan anak bukan yang diinginkan anak.
Ini sangat berbeda. Maka kebutuhan anak selalu dipenuhi berdasarkan hikmat Tuhan bukan hikmat dunia.
Ayah dan ibu saya bertengkar hebat. Adu argumentasi terjadi. Saya mencoba mendengarkan. Ternyata mereka sedang berdiskusi tentang pemberian kendaraan untuk saya gunakan ke sekolah. Perdebatan terjadi. Dan ibu saya yang menang. Saat usia saya menginjak 17 tahun, saya sudah punya mobil. Dan celakanya. Justru mobil inilah yang membawa saya pada kehancuran. Bagaimana tidak? Saya kemudian lebih mencintai mobil itu daripada orang tua saya sendiri.
Pertengkaran muncul berkali-kali karena mobil itu. Setiap malam Minggu orang tua harus menjemput saya karena tertangkap balap liar. Hutang yang besar ke bengkel karena mobil itu. Dan banyak lainnya.