Mohon tunggu...
joy hotman jackson
joy hotman jackson Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

msc

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Jiwa Ksatria Jendral Ahmad Yani

4 Juli 2024   18:52 Diperbarui: 4 Juli 2024   18:55 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Jendral Ahmad Yani, seorang kesatria yang berjuang dengan semangat yang kuat dan gagah berani, gugur pada tanggal 30 September 1965 pada peristiwa G30S/PKI.

Namun jasa dan pengorbanannya terhadap bangsa Indonesia tidak akan pernah terlupakan.

Di bawah ini adalah kisah tentang semangat kesatria Jenderal Ahmad Yani.

Ahmad Yani lahir pada tanggal 19 Juni 1922 di Purworejo, Jawa Tengah.

Ia merupakan anak sulung dari Sarjo bin Suharjo dan istrinya Murtini.

Ayahnya bekerja sebagai sopir pribadi untuk keluarga Belanda Jans Hulstein, yang bekerja sebagai administrator di Purworejo.

Pelatihan Ahmad Yani dimulai di Dutch Inland School (HIS) dengan bantuan Jans Hulstein.

Ia kemudian melanjutkan pendidikannya selama tiga tahun (1935-1938) di Meer Witgebreid Onderweis (MULO) di Bogor.

Pada tahun 1938, Ahmad Yani berangkat ke Jakarta untuk melanjutkan studi ilmu eksakta di Algemen Miderbale School (AMS) B.

Namun pelatihan di AMS-B hanya berlangsung sampai tahun kedua.

Ia menjadi tertarik pada bidang militer dan menjalani pelatihan milisi pada tahun 1943.

Pada tahun 1944 menjadi Komandan Batalyon 2, Kompi 3, Seksi 1, dan kemudian menjabat sebagai Komandan Batalyon 4/Resimen Yanni dan Komandan Wehrmacht/WK II Kedu (1950-1951).

Pada tahun 1951 menjadi Komandan Batalyon Bull Raider dan kemudian menjadi Komandan Brigade Q Praloga I (1950-1951).

Pada tahun 1955, Ahmad Yani masuk Sekolah Staf Umum dan Komando di Fort Leaven Worth, Kansas, AS.

Pada tahun 1956 ia mengikuti Kursus Perang Khusus Inggris.

Pada tahun 1962, ia menjadi menteri dan panglima tentara di bawah pemerintahan Sukarno.

Ahmad Yani dikenal berani menghadapi berbagai tantangan.

Pada tahun 1943 ia bergabung dengan PETA (Pengawal Perlindungan) sebagai anggota dan kemudian menjadi komandan Brigade Diponegoro.

Ia juga menumpas geng DI/TII di Jawa Tengah dan menghadapi pemberontakan Tentara Umat Islam (AUI).

Pada tanggal 30 September 1965, Ahmad Yani terbunuh dalam peristiwa G30S/PKI.

Jenazahnya dan korban lainnya digali pada tanggal 4 Oktober, dan setelah pemakaman kenegaraan, mereka dimakamkan di Taman Makam Pahlawan di Kalibata.

Pada hari yang sama, Yani dan kawan-kawan resmi dinyatakan sebagai pahlawan revolusi melalui Keputusan Presiden Nomor 111/KOTI/1965, dan pangkatnya secara anumerta dinaikkan menjadi Letnan Jenderal 4.

Ahmad Yani meninggalkan kesan yang luar biasa bagi masyarakat Indonesia.

Nama besar Jenderal Ahmad Yani diabadikan di Bandara Jenderal Ahmad Yani Semarang, dan beberapa kota di Indonesia memiliki jalan yang diberi nama menurut namanya.

Dua universitas di Indonesia, Universitas Jenderal Ahmad Yani di Cimahi dan Universitas Jenderal Ahmad Yani di Yogyakarta, juga dinamai menurut namanya.

Jiwa pejuang Jenderal Ahmad Yani terlihat dari kegigihan dan keberaniannya dalam berperang.

Meski menghadapi berbagai kesulitan dan kekejaman, ia pantang menyerah.

Pengorbanannya terhadap bangsa Indonesia tidak akan pernah terlupakan dan namanya tetap menjadi simbol keberanian dan integritas

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun