Mohon tunggu...
Marie JovanneyLourdes
Marie JovanneyLourdes Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - pelajar

usia 18 tahun

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Romantisme Semesta dalam Gulitanya Malam: Resensi Novel "Anak Perawan di Sarang Penyamun"

1 Oktober 2021   20:43 Diperbarui: 1 Oktober 2021   20:46 1521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Identitas Buku
Judul : Anak Perawan di Sarang Penyamun
Penulis: Sutan Takdir Alisjahbana
Penerbit : Dian Rakyat
Tahun Terbit : 1940
Cetakan: ke-21
Jumlah Halaman : 110 halaman
Harga Buku: Rp 25.000,00
ISBN: 979-523-026-3

Ketika mendengar nama Sutan Takdir Alisjahbana, hal pertama yang terbesit di kepala adalah tangan emas beliau dan karya-karya sastranya. Salah satu karya ikonis beliau adalah novel romansa yang berjudul Anak Perawan di Sarang Penyamun. 

Seperti yang tertera pada judulnya, buku ini menceritakan tentang kehidupan sekelompok penyamun dan seorang gadis yang dibawa ke markas persembunyian mereka. Kisah ini dimulai dari lima orang penyamun yang merampok seorang saudagar kaya raya, Haji Sahak. 

Ia dan istrinya dibunuh oleh sang pemimpin komplotan, Medasing. Namun tidak dengan anak perawan mereka, Sayu. Ia dibiarkannya hidup dan dibawa ke tempat tinggal para penyamun di tengah hutan.

Suatu hari, bawahan Medasing yang bernama Samad mulai jatuh hati pada Sayu dan secara diam-diam membujuk Sayu untuk ikut lari bersamanya. Ia terus merayu dan membisikkan janji-janji manis kepada Sayu. Sayu yang awalnya tertipu dengan rayuan Samad, pada akhirnya menolak karena menangkap itikad tidak baik dari Samad. Dari situlah semua masalah dimulai.

Perampokan kelompok Medasing mulai mengalami kegagalan terus-menerus karena Samad yang kerap membocorkan rencana perampokan mereka kepada saudagar-saudagar kaya. Anak buah Medasing pun meninggal satu persatu dalam kegagalan penyerangan sampai tak ada lagi yang tersisa. Hingga pada upaya perampokan terakhir, Medasing berhasil kembali walau dalam keadaanterluka parah. 

Melihat Medasing yang sudah tidak berdaya, Sayu pun akhirnya memberanikan diri dan perlahan mengobatinya. Ketakutan dan dendam yang ada pada diri Sayu dikalahkan oleh hatinya yang tergerak untuk menolong. Medasing pun akhirnya menceritakan tentang kepahitan masa lalunya yang ternyata membuat hati Sayu luluh.

Suatu hari, pergilah mereka ke kota Pagar Alam, daerah asal Sayu. Dari kunjungannya itu mereka baru mengetahui ternyata Nyi Haji Andun, ibu dari Sayu tidak meninggal sewaktu diserang kawanan Medasing. 

Kini ia tinggal sendirian dalam keadaan sakit keras. Sayangnya, Nyi Haji Andun yang sudah kritis akhirnya meninggal dunia di hadapan anak kesayangannya itu. Menyaksikan kejadian tersebut, hati Sayu menjadi hancur. Kenyataan itu telah menyadarkan Medasing tentang betapa kejam dirinya selama ini. 

Hingga akhirnya, Medasing memutuskan untuk menikahi Sayu dan sejak saat itu, kehidupan Medasing berubah 180 derajat. Dia menjadi seorang kaya raya yang berhati mulia. Lima belas tahun kemudian, Medasing mengganti nama menjadi Haji Karim dan mereka pun hidup damai dan bahagia hingga akhir hayatnya.

Kesan yang kuat dalam buku ini berhasil membuatnya dijadikan layar lebar pada tahun 1962. Tangan ajaib Sutan Takdir Alisjahbana dapat memberikan sentuhan emosi yang dapat dirasakan oleh siapapun yang membacanya. 

Menurut Ensiklopedia Sastra Indonesia, Sutan Takdir sendiri merupakan seorang sastrawan Indonesia yang menuang berbagai seni pikirannya ke dalam karya tulis. Beliau lahir di Tapanuli, Sumatra Utara, tanggal 11 Februari 1908, dan menutup hayatnya pada 31 Juli 1993.

Selain gemar menciptakan puisi atau novel, beliau juga sering menulis artikel-artikel dalam koran atau majalah yang menyinggung masalah sosial dan agama. Beliau sendiri dikenal sebagai pemikir kebudayaan yang kontroversial karena pemikirannya yang cenderung berkiblat kebarat-baratan. 

Namun tidak bisa dipungkiri, karya-karyanya telah diakui berhasil mengembangkan kesusastraan Indonesia. Beberapa dari karyanya yang terkenal selain Anak Perawan di Sarang Penyamun (1940) adalah Tak Putus Dirundung Malang (1929) dan Dian yang Tak Kunjung Padam (1932).

Cerita Anak Perawan di Sarang Penyamun sendiri memiliki tema besar percintaan dengan sedikit bumbu petualangan yang dialami para tokoh. Jenis rangkaian peristiwa yang membangun cerita ini berbentuk alur maju. 

Dari awal hingga akhir cerita, berbagai kejadian menghampiri kehidupan para tokoh dengan perannya masing-masing. 

Diawali dengan sang tokoh utama, Medasing. Pada awal cerita, ia diceritakan sebagai sosok yang antagonis. Hal ini terlihat saat adanya percakapan antar tokoh yang menceritakan perbuatan keji Medasing yang tega membunuh Haji Sahak ketika merampoknya. Sosok Medasing sendiri dikenal sebagai seseorang yang kejam dan garang. 

Namun pada akhir cerita, perkembangan karakter Medasing dapat terlihat setelah kejadian ia bertobat hingga menjadikannya tokoh protagonis. Berbicara tentang tokoh protagonis, Sayu yang merupakan anak perawan Haji Sahak juga merupakan salah satunya. 

Dari awal hingga akhir cerita, Sayu diceritakan sebagai tokoh yang berbudi luhur dan lemah lembut. Semua itu didukung dari tutur kata dan perbuatan yang dilakukannya saat berinteraksi dengan tokoh lain.

Di sisi lain, terdapat tokoh Samad yang merupakan salah satu dari para penyamun. 

Samad digambarkan sebagai tokoh antagonis dalam cerita ini, terbukti dari perilaku dan pemikirannya yang licik dan jahat. Samad juga tak segan-segan mengkhianati kawannya sendiri demi keserakahannya. 

Selain dari itu, terdapat pula tokoh lain yang berperan membantu jalannya cerita seperti Sanip, Tusin, Amat, Sohan, Sima, Bedul dan istrinya, serta Nyi Hajjah Andun. 

Latar yang terdapat dalam cerita ini sendiri memiliki beberapa lokasi, yaitu di hutan, Kota Pagar Alam dan Lembah Endikat.

Untuk latar waktu yang kerap digunakan adalah pada saat malam hari. Suasana yang dibangun dalam cerita ini pun berisi ketegangan pada awal cerita dan ditutup dengan romansa pada akhir cerita.

Jika dilihat dari sisi estetikanya, buku ini memiliki sampul yang menarik karena ilustrasinya dapat dengan jelas menggambarkan judul novelnya. 

Penggunaan bahasanya sendiri juga mudah dimengerti karena diksi yang digunakan masih tergolong umum tapi mampu disajikan dengan luas. Penyusunan kalimatnya juga indah, dihiasi dengan kata-kata romantis yang dipenuhi majas dan prosa khas tahun 1940-an. Selain itu, konflik yang disajikan juga tidak terlalu rumit, tapi suasana yang ingin dihadirkan penulis berhasil sampai ke pembaca.

Namun di sisi lain, gaya penuturan cerita yang relatif minim dialog antar tokohnya membuat perwatakan setiap tokoh terasa mengambang. Lain daripada itu, penggambaran detail cerita juga terkadang disampaikan terlalu berbelit sehingga rumit untuk dipahami. 

Ada beberapa bagian cerita tertentu yang diceritakan dalam porsi yang terlalu banyak sehingga menjadi sedikit membosankan. Untuk yang terakhir, inti konflik cerita cenderung singkat, penulis lebih banyak menuangkan tulisannya pada latar tempat atau suasana hati tokoh.

Banyak nilai kehidupan yang dapat diambil dari cerita ini. 

Salah satunya adalah kita harus percaya bahwa setiap orang bisa berubah asal memiliki keinginan. Sebagai manusia yang tak luput dari kesalahan, kita harus dapat memaafkan mereka yang memiliki salah terhadap kita. Sebab, semua orang berhak untuk mendapatkan kesempatan kedua. 

Buku ini sendiri sangat cocok untuk dibaca oleh remaja terutama yang berusia 14 tahun ke atas karena memiliki banyak pesan moral kehidupan dan percintaan yang ingin disampaikan. 

Sebab tidak seperti judulnya yang terkesan berbau hal-hal dewasa, buku ini jauh dari itu. Inilah yang membuat novel ini unik, penuturan bahasanya mampu mengalirkan keindahan romantisme tanpa perlu menyebutkan kata cinta itu sendiri, apalagi dalam konteks eksplisit.

DAFTAR PUSTAKA

Ensiklopedia Sastra Indonesia. 2016. Sutan Takdir Alisjahbana. Diakses pada 30 September 2021, dari ensiklopedia.kemdikbud.go.id
Anak Perawan di Sarang Penyamun. 2007. Diakses pada 30 September 2021, dari www.goodreads.com
Alisjahbana, S Takdir. 2010. Anak Perawan di Sarang Penyamun. Jakarta: Dian Rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun