Siapa sih yang disini tidak pernah mendengar istilah hedonisme? Hedonisme adalah suatu pandangan atau gaya hidup yang berorientasi pada harta dan hanya mencari kesenangan semata. Hedonisme selalu memiliki gambaran negatif, sebab dalam mencari kesenangan mereka akan cenderung mengabaikan orang lain dan tidak mempedulikan faktor lainnya seperti kebutuhan. Orientasi akan kebutuhan untuk terus bersenang-senang biasanya berawal dari lingkungan, dimana seseorang merasa bahwa sebuah keharusan untuk mencari kesenangan agar bisa diterima di lingkungannya bahkan mereka mengikuti gaya hidup hedonisme dari orang terdekat. Berawal dari melihat lalu menerapkan pada diri sendiri.
Hedonisme muncul dari filsuf Epikuros (341 SM – 270 SM). Epikuros adalah sosok filsuf Yunani Kuno. Epikuros mendefinisikan bahwa orang-orang akan bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedikit mungkin menghindari perasaan yang menyakitkan. Epikuros berpendapat bahwa kesenangan adalah sumber norma namun tidak hanya kesenangan jasmani saja, hal ini didasari bahwa tidak semua kesenangan dapat mendatangkan kebahagiaan. Hedonisme juga dapat berperan sebagai penghilang rasa resah dan segala macam bentuk kesulitan jiwa sehingga dipercaya dapat membawa ketenangan jiwa.
Epikuros memaknai bahwa hedonisme sebagai kesenangan yang membuat jiwa tenang. Artinya manusia mendapatkan kesenangan dengan menghindari akibat-akibat yang dapat membuat penderitaan batin dan rasa sakit. Sejatinya kebahagiaan hidup akan tercapai jika kebahagiaan itulah yang membawa ketenangan jiwa yang nikmat bagi dirinya.
Nilai kenikmatan merupakan nilai alami yang dimiliki oleh setiap manusia. Epikuros mengidentikkan bahwa hedonisme bukanlah berkaitan dengan sifat rakus akan harta. Manusia yang menganut hedonisme adalah manusia yang terhindar dari kesulitan dan kesedihan sehingga dapat memiliki rasa nikmat dalam menjalani hidup yang damai.
Seiring berjalannya waktu, hedonisme memiliki arti yang berbeda dari pandangan filsafat. Dewasa ini hedonisme diartikan sebagai menikmati hidup dengan bersenang-senang, memuaskan hasrat akan keinginan, berfoya-foya, serta mengabaikan perasaan orang lain dalam mencapainya.
Hedonisme yang berkembang pesat saat ini semata-mata hanya mencari kesenagnan duniawi namun tidak memikirkan apakah membawa dampak ketenangan jiwa seperti yang dikemukakan oleh Epikuros. Pergeseran arti ini sangat melesat jauh sehingga tolak ukur mencari kebahagiaan bukanlah lagi dilihat dari kenikmatan hidup tenang melainkan dari barang yang bersifat materialistk.
Manusia mencari kesenangan semata hanya untuk menunjukkan kenikmatan duniawi saja. Hal ini memunculkan karakter-karakter baru pada manusia yang memiliki berorientasi negatif seperti sifat konsumtif, egois, serta empati terhadap lingkungan sosial yang berkurang.
Pemicu dari munculnya hedonisme pada era saat ini adalah dapat dilihat dari dua faktor, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi pengalaman, pengamatan, serta lemahnya keyakinan seseorang yang dapat terpengaruh. Selanjutnya faktor eksternal meliputi pola asuh orang tua, budaya, dan strata sosial.
Berbagai faktor tersebut menimbulkan munculnya hedonisme yang juga diasumsikan sebagai berkembangnya zaman. Hedonisme dapat menimbulkan perilaku interaksi sosial yang kemudian didalamnya dapat asumsi harus menjadi sama dengan yang lain agar diterima. Hedonisme yang sudah dijadikan sebagai gaya hidup ini biasanya menjadikan manusia agar dapat diterima di lingkungannya dan menaikkan status sosialnya. hal ini juga dapat dipicu dari adanya konformitas dalam suatu kelompok, meskipun konformitas bukanlah satu-satunya faktor pembentuk hedonisme.
Perspektif agama memandang bahwa hedonisme merupakan aliran yang sangat bertentangan dengan seluruh ajaran agama di muka bumi. Agama memandang bahwa dalam mencapai kesenangannya manusia akan mengabaikan Tuhannya dan melakukan segala cara sekalipun bertentangan dengan ajaran baik dari masing-masing agama. Hedonisme dalam kajian agama juga didefinisikan sebagai aliran yang tidak mempercayai adanya hari pembalasan.
Hal ini didasari dari kenikmatan yang telah mereka dapat di dunia sehingga menimbulkan kepercayaan bahwa tidak ada ada kaitannya dengan kehidupan setelah kematian. Agama juga memandang dengan adanya aliran hedonisme ini membentuk manusia sebagai umat yang tidak pernah bersyukur, sombong, tamak, rakus, dan selalu haus akan pesona godaan duniawi.
Melihat dari banyaknya definisi dan pergeseran arti hedonisme yang sesungguhnya, maka perlu diperhatikan juga bahwa pentingnya edukasi dan pehaman diri agar jauh dari “sifat hedon”. Sebagai umat yang beragama hendaknya menyadari bahwa hedonisme dapat menjerumuskan manusia pada kenikmatan sementara saja, hal ini berbahaya jika nantinya menimbulkan kebinasaan dan kehancuran pada umatnya. Tak hanya itu, hedonisme dapat merusak citra diri sebagai manusia yang beragama.
Selanjutnya, ada baiknya dari diri kita untuk memahami bahwa kesenangan tidak hanya berfokus pada benda-benda yang dapat dilihat. Hati yang tenang, dapat menyelesaikan masalah dengan baik, dan terhindar dari kesulitan merupakan bentuk kebahagiaan yang justru tak ternilai harganya. Pada orang tua hendaknya selalu mengawasi pergaulan anak dan menjadi sosok teladan yang baik agar perannya dapat ditiru oleh anak. Menunjukkan gaya hidup yang sederhana, dapat memililah kebutuhan dan keinginan, dan selalu bersyukur wajib diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H