Mohon tunggu...
jovita febrine
jovita febrine Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta

tidak ada

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Skripsi Tradisi Perhitungan Weton dalam Pernikahan Masyarakat Jawa Perspektif Urf (Studi Kasus Desa Cabean Kunti Kecamatan Cepogo Boyolali)

3 Juni 2024   13:17 Diperbarui: 3 Juni 2024   13:58 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama : Jovita Febrine Widodo
NIM: 222121117
Kelas: HKI 4C
 
REVIEW SKRIPSI
TRADISI PERHITUNGAN WETON DALAM PERNIKAHAN MASYARAKAT JAWA PERSPEKTIF 'URF
(Studi Kasus di Desa Cabean Kunti Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali)
Oleh:
ISNA DIANA
NIM.19.21.2.1.064
 
A. PENDAHULUAN
Tradisi pernikahan di masyarakat Jawa telah lama menjadi sorotan yang menarik dalam kajian antropologi budaya, sosiologi, agama dan juga hukum. Salah satu aspek yang menonjol dalam tradisi pernikahan ini adalah perhitungan weton. Weton merupakan sistem penanggalan Jawa yang berdasarkan pada penanggalan bulan Jawa dan perhitungan pasaran dalam kalender Jawa. Dalam konteks pernikahan, perhitungan weton menjadi salah satu pertimbangan penting dalam menentukan kesesuaian pasangan yang akan menikah.

Namun, lebih dari sekadar aspek astrologis, praktik perhitungan weton dalam pernikahan masyarakat Jawa juga mencerminkan keberagaman nilai, norma, dan tradisi yang melekat dalam budaya Jawa. Salah satu perspektif yang digunakan dalam menjelaskan dan memahami tradisi perhitungan weton dalam pernikahan adalah konsep 'urf atau kebiasaan dalam hukum Islam. Konsep 'urf, yang secara harfiah berarti kebiasaan atau tradisi, memiliki peran yang signifikan dalam menentukan legitimasi suatu tindakan atau praktik dalam masyarakat.
Dalam konteks tradisi pernikahan masyarakat Jawa, perspektif 'urf menjadi penting karena melampaui aspek hukum formal yang diatur oleh agama Islam. Meskipun agama Islam memberikan pedoman yang jelas terkait pernikahan, seperti syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya pernikahan, praktik perhitungan weton dalam pernikahan masyarakat Jawa seringkali tidak sepenuhnya didasarkan pada ajaran agama, tetapi lebih didasarkan pada tradisi lokal dan kepercayaan yang turun temurun.

Oleh karena itu, dalam pembahasan mengenai tradisi perhitungan weton dalam pernikahan masyarakat Jawa, mempertimbangkan perspektif 'urf menjadi sangat relevan. Hal ini karena 'urf memungkinkan untuk memahami bagaimana tradisi perhitungan weton diinterpretasikan, diterapkan, dan dipersepsikan dalam masyarakat Jawa, serta bagaimana tradisi tersebut berdampingan atau berinteraksi dengan prinsip-prinsip hukum Islam. 

Melalui perspektif 'urf, dapat dilihat bagaimana tradisi perhitungan weton di Desa Cabean Kunti Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.
Melalui pendekatan studi kasus, penelitian ini untuk memberikan gambaran yang komperehensif yang mendalam tentang bagaimana tradisi perhitungan weton dalam pernikahan masyarakat Jawa di pahami, diinterpretasikan, dan dipraktikkan di Desa Cabean Kunti Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali. Melalui pendekatan ini, diharapkan dapat memberikan wawasan yang berharga bagi pemahaman lebih lanjut tentang kompleksitas dan relevansi tradisi pernikahan dalam konteks budaya Jawa, serta memberikan kontribusi yang berarti bagi upaya pelestarian dan pengembangan warisan budaya lokal di Indonesia.
B. ALASAN MENGAPA MEMILIH JUDUL SKRIPSI YANG ANDA PILIH
Tradisi perhitungan weton merupakan salah satu contoh kearifan lokal masyarakat Jawa yang memiliki nilai filosofis dan spiritual yang mendalam. Sistem perhitungan tanggal, hari, dan bulan ini diyakini dapat memberi panduan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti pemilihan hari baik untuk melakukan aktivitas tertentu. 

Namun, seiring dengan arus modernisasi dan pergeseran gaya hidup, khususnya di kalangan generasi muda, terdapat kekhawatiran akan menurunnya minat dan pengetahuan mereka terhadap tradisi ini. Generasi muda cenderung lebih tertarik dengan budaya pop dan teknologi digital, sehingga kurang terlibat dalam praktik-praktik tradisional seperti perhitungan weton. Penting untuk mengangkat topik ini dan mengkaji upaya pelestarian tradisi ini di kalangan generasi muda.
Pelestarian warisan budaya lokal merupakan tanggung jawab bersama semua pihak, tidak hanya masyarakat setempat. Tradisi perhitungan weton di Desa Cabean Kunti dipilih sebagai studi kasus karena desa ini merepresentasikan upaya masyarakat Jawa dalam mempertahankan kearifan lokalnya. 

Melalui penelitian ini, diharapkan dapat diperoleh gambaran komprehensif mengenai nilai dan makna tradisi perhitungan weton, serta dinamika pelestariannya di kalangan generasi muda. Strategi-strategi yang dirumuskan dalam skripsi ini dapat menjadi referensi bagi pihak-pihak terkait, seperti pemuka adat, budayawan, dan lembaga pendidikan, untuk merancang program-program yang efektif dalam menarik minat dan keterlibatan generasi muda.
Alasan memilih judul yang saya pilih ini dilatarbelakangi oleh kesadaran akan pentingnya dokumentasi dan preservasi kearifan lokal masyarakat Jawa. Tradisi perhitungan weton, sebagai salah satu warisan budaya yang sarat dengan nilai-nilai luhur, perlu didokumentasikan dan dilestarikan agar tidak hilang ditelan zaman. Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang tradisi ini, serta menyajikan alternatif strategi yang dapat diterapkan untuk mendorong generasi muda agar lebih terlibat dalam upaya melestarikan warisan budaya lokal. 

Pemahaman yang lebih baik tentang tradisi perhitungan weton dalam pernikahan tidak hanya memiliki dampak akademis, tetapi juga memiliki implikasi sosial budaya yang signifikan. Pemahaman ini dapat memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang dinamika hubungan sosial, nilai keluarga dan praktek budaya dalam masyarakat Jawa.
C. PEMBAHASAN HASIL REVIEW
Pernikahan merupakan suatu ikatan lahir batin antara laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga menurut ketentuan syariat islam. Secara syariat nikah adalah sebuah akad yang telah ditetapkan oleh syariat dan berfungsi untuk memberikan hak kepemilikan bagi laki-laki secara khusus sehingga laki-laki lain tidak boleh memiliki perempuan yang telah dinikahinya tersebut. 

Pernikahan adalah hal yang membahagiakan, karena dua manusia yang saling mencintai hidup berdampingan untuk mewujudkan keluarga Sakinah melalui Mawaddah dan Warahmah. Pernikahan juga dapat mengikat ikatan persaudaraan antara kedua pasangan. Perkawinan sebagai permulaan untuk membentuk keluarga yang diinginkan sesuatu yang selalu menjadi hasrat bagi setiap laki-laki maupun perempuan, sebab dengan adanya perkawinan maka laki-laki dan perempuan dapat bergaul secara mulia dalam kehidupan keluarga.
Pernikahan adat Jawa melambangkan pertemuan antara pengantin wanita dan pengantin pria. Acara ini diadakan di rumah orang tua mempelai wanita, yang juga bertanggung jawab menyelenggarakan upacara pernikahan tersebut. Dalam masyarakat Jawa, pernikahan adat sering kali mempertimbangkan bibit, bebet, dan bobot sebagai tolak ukur penilaian, yang digunakan untuk menjamin kehidupan rumah tangga yang harmonis. 

Masyarakat Jawa memiliki tata cara lengkap dalam melaksanakan tradisi pernikahan, yang biasanya terbagi menjadi tiga tahap: tata cara sebelum pernikahan, tata cara pada hari pelaksanaan pernikahan, dan tata cara setelah pernikahan.
Masyarakat Jawa memiliki pandangan bahwa segala sesuatu di alam semesta, termasuk pernikahan, harus selaras dengan tata kosmologi atau tatanan alam semesta. 

Weton adalah perhitungan hari lahir kedua calon suami istri. Perhitungan weton dianggap dapat mengkaji kesesuaian antara calon pasangan pengantin dengan alam sekitar. Hal ini dipahami sebagai ramalan nasib masa depan kedua mempelai. Perhitungan weton dalam pernikahan Jawa bertujuan untuk mencari kombinasi yang paling harmonis antara calon suami dan istri. Hal ini didasarkan pada kepercayaan bahwa kecocokan "weton" akan mendatangkan keharmonisan dan keberuntungan dalam rumah tangga. 

Masyarakat Jawa percaya bahwa perhitungan weton dapat mengidentifikasi pasangan yang "tidak cocok" secara astrologi. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan calon pasangan dari malapetaka atau nasib buruk yang mungkin menimpa jika pernikahan tetap dilaksanakan. Penggunaan perhitungan weton dalam pernikahan adat Jawa juga merupakan bentuk penghormatan dan pelestarian terhadap tradisi dan warisan budaya Jawa yang telah lama berlangsung. Jumlah perhitungan weton dapat diketahui dari hari lahir serta pasaran yang biasanya dicatat oleh orang tuanya.
Weton merupakan penggabungan, penyatuan, penghimpunan, atau penjumlahan hari lahir seseorang. Tradisi ini sebagian masyarakat Jawa terutama di daerah pedesaan salah satunya untuk menentukan jodoh calon pasangan anaknya, mereka menggunakan hitungan weton dari menggantungkan tradisi ini. 

Dengan cara mengotak atik hari dalam pasaran Jawa maka akan ditentukan hasilnya, apakah akan bernasib beruntung atau sebaliknya. Secara garis besar, perhitungan weton dalam pernikahan adat Jawa bertujuan untuk mencapai keselarasan, keharmonisan, dan keberuntungan bagi pasangan pengantin serta masyarakat sekitarnya.
Weton diartikan sebagai lelaku hidup artinya cara menjalani dalam kehidupan. Sebagai bagian dari spiritualitas, banyak orang sekarang melihat masa lalu sebagai pedoman untuk menghindari kesalahan. Bahkan orang modern menghitung weton. Sejarah dan legitimasi weton disesuaikan dengan prinsip-prinsip Islam. Misalnya, angka 7 dalam filosofi hari mengacu pada manusia yang hidup selama 7 hari dalam seminggu, dengan Jumat sebagai hari yang paling mulia.
Langkah pertama dalam perhitungan weton adalah menentukan hari kelahiran calon pengantin, termasuk tanggal, bulan, dan tahun. Dalam kalender Jawa, hari kelahiran disebut "pasaran." Setiap hari dalam kalender Jawa memiliki nilai weton tertentu, yang dihitung dengan menjumlahkan angka hari (1-7) dengan angka pasaran (1-5). 

Misalnya, hari Senin Kliwon memiliki nilai weton 2 + 4 = 6. Selanjutnya, nilai weton dari calon pengantin pria dan wanita dijumlahkan. Perpaduan weton ini disebut "kembar-mayang." Rumusnya adalah: weton pria + weton wanita. Hasil penjumlahan weton ini kemudian dievaluasi untuk mengetahui kecocokan antara kedua calon pengantin. Ada perhitungan tertentu yang dianggap baik dan buruk berdasarkan nilai weton.
Jika hasil perhitungan weton dianggap cocok, pasangan dapat menentukan tanggal pernikahan yang sesuai berdasarkan hari baik dalam kalender Jawa. Hasil perhitungan tersebut menjadi pertimbangan penting dalam menentukan kelayakan dan waktu pelaksanaan pernikahan adat Jawa.
 
Dalam perspektif 'urf (tradisi/kebiasaan), tradisi perhitungan weton dalam pernikahan masyarakat Jawa dipandang sebagai tradisi perhitungan weton dalam pernikahan masyarakat Jawa merupakan salah satu bentuk 'urf (kebiasaan) yang telah mengakar dan menjadi bagian integral dari budaya setempat. Masyarakat Jawa telah mempraktikkan tradisi ini selama berabad-abad, menjadikannya sebuah kebiasaan yang diterima dan diwariskan secara turun-temurun. 

Perhitungan weton dalam konteks pernikahan dianggap sebagai sesuatu yang lumrah dan dimaklumi oleh anggota masyarakat, sehingga telah menjadi bagian dari identitas budaya Jawa.
Ditinjau dari perspektif 'urf, tradisi perhitungan weton dalam pernikahan masyarakat Jawa dapat dikategorikan sebagai 'urf 'amali atau 'urf 'amali yang bersifat khusus. Kebiasaan ini telah membudaya dan menjadi praktik sehari-hari dalam ritual pernikahan. Masyarakat Jawa meyakini bahwa perhitungan weton memiliki makna dan tujuan yang penting, seperti menjaga keselarasan kosmologis, mencari keharmonisan, dan menghindarkan dari malapetaka. Oleh karena itu, tradisi ini diterima dan diakui sebagai bagian dari adat istiadat yang harus dipatuhi dan dilestarikan.
Dari sisi legitimasi hukum Islam, 'urf yang berlaku dalam masyarakat Jawa, termasuk tradisi perhitungan weton dalam pernikahan, dapat dijadikan pertimbangan hukum selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Selama 'urf tersebut tidak melanggar ketentuan agama, maka tradisi tersebut dapat diterima dan diintegrasikan dalam praktik pernikahan, bahkan dapat dijadikan sebagai sarana untuk mempererat nilai-nilai spiritualitas dan harmonisasi sosial dalam masyarakat.

Dalam konteks pernikahan, tradisi perhitungan weton pada masyarakat Jawa dapat dipandang sebagai sebuah bentuk aktualisasi nilai-nilai budaya yang telah mengakar kuat. Tradisi ini tidak hanya menjadi bagian dari identitas budaya, tetapi juga memiliki makna filosofis yang berkaitan dengan pandangan hidup masyarakat Jawa. Oleh karena itu, praktik perhitungan weton dalam pernikahan dapat diterima dan diakui sebagai 'urf yang sah selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
 
Tradisi perhitungan weton dalam adat Jawa merupakan cara masyarakat Jawa melestarikan adat dan menghormati warisan budaya nenek moyang mereka. Bagi mereka, menggunakan tradisi perhitungan weton dalam pernikahan adalah bentuk kehati-hatian untuk memastikan kelancaran dan keharmonisan dalam penyelenggaraan pernikahan yang sakral. 

Mereka percaya bahwa melanggar tradisi ini bisa mendatangkan kesulitan dalam kehidupan rumah tangga. Namun, sebagian masyarakat yang tidak percaya pada tradisi perhitungan weton, berpendapat bahwa segala bentuk ramalan tidak diperbolehkan dalam Islam, sehingga mereka lebih memilih untuk percaya pada takdir Allah SWT yang mengatur segala sesuatu di alam semesta.
Masyarakat memandang tradisi perhitungan weton dalam pernikahan adat Jawa sebagai sesuatu yang penting dan harus dilestarikan. Mereka melihat tradisi ini dari berbagai perspektif, namun memiliki pemahaman yang serupa akan signifikansinya. Ada yang menganggap perhitungan weton sebagai bagian tak terpisahkan dari warisan budaya masyarakat setempat yang telah berlangsung selama beberapa generasi. Ia meyakini bahwa tradisi ini dapat membawa keselamatan dan keharmonisan dalam rumah tangga, sehingga hampir semua pasangan di desanya melakukannya sebelum menikah. Penekankan makna filosofis dan kosmologis di balik perhitungan weton. 

Tradisi ini mengandung nilai-nilai yang bertujuan menjaga keseimbangan alam semesta, sehingga bukan sekadar formalitas, melainkan cara untuk memastikan pernikahan berjalan dengan baik. Tradisi ini menyoroti aspek spiritual dalam perhitungan weton, yang di pandang sejalan dengan ajaran Islam. Bagi masyarakat tradisi ini merupakan sarana untuk berdoa kepada Tuhan agar pernikahan diberkahi dan dilindungi, selama tidak menyimpang dari aturan agama.
Secara umum, masyarakat memandang tradisi perhitungan weton dalam pernikahan sebagai warisan budaya yang penting dan harus dilestarikan, meskipun ada beberapa warga yang awalnya ragu akan manfaatnya. Namun, mayoritas tetap meyakini bahwa tradisi ini memiliki makna penting bagi keharmonisan rumah tangga dan keselarasan kosmologis.
 
Proses pelaksanaan tradisi perhitungan weton dalam pernikahan adat Jawa sebagai berikut:
a. Sebelum melangsungkan pernikahan, pasangan calon pengantin akan melakukan perhitungan weton. Weton adalah kombinasi hari kelahiran yang terdiri dari pasaran (Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon) dan hari dalam sepekan (Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, Minggu). Pasangan akan mencari tahu weton masing-masing dengan berpedoman pada kalender Jawa.
b. Setelah mengetahui weton individu, pasangan akan menghitung kecocokan antara weton mereka. Perhitungan ini dilakukan dengan menggunakan sistem tertentu, seperti menjumlahkan nilai dari hari dan pasaran, atau menggunakan pedoman khusus dalam buku primbon. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah pasangan tersebut memiliki weton yang "cocok" atau "tidak cocok" untuk menikah.
c. Jika hasil perhitungan menunjukkan bahwa weton pasangan dianggap "tidak cocok", maka mereka akan mencari solusi untuk memperbaiki kecocokan tersebut. Salah satu cara yang biasa dilakukan adalah dengan melakukan ritual tertentu, seperti selamatan, membaca mantra, atau melakukan sesaji. Ritual ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan dan keharmonisan dalam rumah tangga yang akan dibangun.
d. Jika hasil perhitungan menunjukkan bahwa weton pasangan "cocok", maka pasangan akan melanjutkan persiapan pernikahan. Namun, seringkali mereka tetap melakukan ritual atau doa-doa khusus untuk memohon berkah dan perlindungan dari Tuhan atau kekuatan spiritual lainnya agar pernikahan berjalan dengan lancar dan bahagia.
e. Pada saat upacara pernikahan, perhitungan weton juga menjadi salah satu aspek penting yang dipertimbangkan. Pemilihan hari, jam, dan tempat pernikahan akan disesuaikan dengan hasil perhitungan weton agar selaras dengan keyakinan masyarakat Jawa tentang keharmonisan kosmologis.

Hal ini diyakini dapat membawa keberuntungan dan kelancaran bagi pasangan pengantin.
Dalam perspektif 'urf, tradisi perhitungan weton dalam pernikahan adat Jawa dapat dikategorikan sebagai 'urf shahih (adat istiadat yang baik dan benar). Hal ini dikarenakan praktik ini telah berlangsung secara turun-temurun dalam masyarakat Jawa dan dianggap memiliki tujuan yang baik, yaitu menjaga keharmonisan dan keseimbangan dalam rumah tangga. 

Selama praktik ini tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah, maka 'urf ini dapat diterima dan diakui keberadaannya. Dalam Islam, 'urf yang telah mapan dan diterima oleh masyarakat luas dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam penetapan hukum. Tradisi perhitungan weton, yang merupakan bagian dari adat istiadat Jawa, dapat dilihat sebagai suatu 'urf yang telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat setempat. 

Selama praktik ini tidak menyimpang dari ajaran Islam, maka dapat diterima dan dipertahankan sebagai bagian dari tradisi pernikahan yang dijalankan oleh umat Muslim di wilayah tersebut. Praktik pelaksanaan tradisi perhitungan weton, terdapat beberapa unsur yang dapat diterima dalam pandangan 'urf, seperti upaya menjaga keselarasan dan keharmonisan dalam rumah tangga, serta memohon berkah dan perlindungan dari Tuhan. Ritual-ritual yang dilakukan, selama tidak mengandung unsur-unsur syirik atau bertentangan dengan ajaran Islam, dapat diterima sebagai bagian dari 'urf yang berlaku dalam masyarakat Jawa Muslim. 

Terdapat beberapa perbedaan pandangan di antara tokoh masyarakat mengenai praktik perhitungan weton, secara keseluruhan tradisi ini dapat diterima dalam perspektif 'urf, selama tidak menyimpang dari prinsip-prinsip syariah dan memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat. Pengakuan dan apresiasi terhadap 'urf ini dapat menjadi jembatan untuk menghubungkan antara tradisi lokal dengan ajaran Islam, sehingga tercipta keselarasan antara keduanya dalam konteks pernikahan adat Jawa.
D. RENCANA SKRIPSI TENTANG PERKAWINAN BESERTA ARGUMENTASINYA
Rencana skripsi ini akan diawali dengan pengenalan mengenai larangan menikah sesama suku dalam masyarakat Minangkabau, yang akan mencakup definisi, dasar hukum adat yang berlaku, serta nilai-nilai budaya yang melatarbelakangi tradisi ini. Lalu menjelaskan bagaimana larangan ini diterapkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Minangkabau, termasuk aturan-aturan adat yang harus dipatuhi oleh masyarakat. Selain itu, akan dibahas juga pandangan tokoh adat dan masyarakat tentang pentingnya menjaga tradisi ini dalam konteks pelestarian budaya dan identitas etnis Minangkabau.
Kemudian mengkaji secara khusus implikasi sosial dan psikologis dari larangan menikah sesama suku terhadap individu dan kelompok. Fokus akan diberikan pada analisis dampak larangan ini terhadap hubungan interpersonal, dinamika keluarga, dan secara sosial dalam masyarakat Minangkabau. Lalu mengumpulkan data melalui wawancara mendalam dengan pasangan yang mengalami dampak dari larangan ini, serta observasi partisipatif untuk memperoleh wawasan yang lebih mendalam mengenai pengalaman mereka. Analisis ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang komprehensif tentang bagaimana larangan menikah sesama suku mempengaruhi kehidupan sosial dan emosional individu dalam masyarakat.
Akhir dari rencana ini akan membahas perspektif perubahan sosial dan tantangan yang dihadapi oleh tradisi larangan menikah sesama suku di era modern. Mengulas bagaimana globalisasi, urbanisasi, dan interaksi dengan budaya lain mempengaruhi persepsi generasi muda Minangkabau terhadap tradisi ini. Mencangkup bagaimana pandangan mereka mengenai relevansi larangan ini dalam konteks saat ini, serta upaya yang dilakukan oleh masyarakat dan tokoh adat untuk mempertahankan atau menyesuaikan tradisi ini dengan perubahan zaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun