Banyak orang membayangkan stroke sebagai penyakit yang menakutkan dimana keluarga, teman, atau tetangga yang terkena stroke menjadi cacat, tidak mampu menjalankan aktivitas sehari-hari, atau bahkan mengalami kematian.Â
Namun, tidak banyak yang mengetahui bahwa 90% penyebab dari stroke ternyata bisa dicegah dengan melakukan deteksi dini faktor risiko, perubahan gaya hidup sehat, dan memberikan penanganan yang adekuat.
Peringatan Hari Stroke Sedunia, diselenggarakan setiap tanggal 29 Oktober, tahun ini mengangkat tema #GreaterThan Stroke dengan fokus utama pada pencegahan stroke.Â
Ulasan kali ini akan membahas Life's Essential 8 dari American Heart Association / American Stroke Association (AHA/ASA), yang berisikan pedoman gaya hidup dan target pengendalian faktor risiko yang perlu dicapai untuk menjaga kesehatan jantung dan otak. Pedoman ini didukung oleh data uji klinis dan penelitian selama puluhan tahun terhadap populasi di berbagai belahan dunia.
Apa saja kedelapan strategi tersebut? Yuk simak uraian berikut.
1. Diet Berkualitas
AHA/ASA merekomendasikan Diet Mediterania pada populasi dewasa yang berisiko sedang hingga tinggi mengalami stroke atau memiliki riwayat terkena stroke sebelumnya.Â
Pola diet ini menekankan proporsi makanan nabati seperti gandum, biji-bijian, buah-buahan, dan sayuran yang lebih besar serta membatasi daging merah, gula, dan makanan olahan.Â
Selain itu, AHA/ASA juga merekomendasikan pembatasan garam atau menggunakan garam rendah sodium pada populasi berusia 60 tahun dengan tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol. Konsultasikan dengan ahli gizi atau dokter untuk menentukan komposisi diet harian yang tepat untuk anda.
2. Aktivitas Fisik / Olahraga
Melakukan aktivitas fisik secara teratur merupakan gaya hidup sehat yang dapat mengurangi risiko penyakit kardiovaskular. AHA/ASA merekomendasikan aktivitas fisik intensitas sedang (seperti aerobik, berkebun, dan berdansa) selama 150 menit setiap minggu atau melakukan aktivitas fisik intensitas berat (seperti lari, berenang cepat, lompat tali) selama 75 menit setiap minggu untuk mengurangi risiko terjadinya stroke.Â
Pedoman ini juga menekankan pentingnya mengurangi waktu yang dihabiskan untuk aktivitas sedentary (tidak banyak bergerak, duduk, rebahan) karena hal ini meningkatkan risiko terjadinya stroke. Studi menunjukkan bahwa aktivitas sedentary diatas 6.5 jam per hari meningkatkan risiko terjadinya stroke sebesar 6% untuk setiap jam yang dihabiskan. Walaupun demikian, perlu dilakukan penyesuaian aktivitas fisik pada kelompok tertentu seperti penderita stroke, penyakit jantung, atau mereka yang memiliki hambatan mobilitas fisik.
3. Berat Badan dan Obesitas
Obesitas merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit kardiovaskular dan stroke yang sangat dikenal. Studi menunjukkan bahwa setiap kenaikan indeks masa tubuh (IMT) 5 kg/m2 dari rentang normal meningkatkan risiko terjadinya stroke sebesar 10%.
 Oleh karena itu, pengukuran IMT secara rutin perlu dilakukan dengan target IMT optimal 18.5 -- 25 kg/m2 untuk mengurangi risiko suatu stroke.
4. Tidur Cukup
Memiliki jadwal tidur yang teratur dan sleep hygiene yang baik dapat mengurangi risiko terkena penyakit kardiovaskular. Tidur yang cukup dapat meningkatkan imunitas, memperbaiki sel, jaringan, dan pembuluh darah, meningkatkan energi dan mood, serta meningkatkan kemampuan otak untuk melakukan tugasnya sehari-hari. Rata-rata orang dewasa membutuhkan tidur sebanyak 7-9 jam tiap harinya.
 Anak-anak biasanya membutuhkan waktu tidur yang lebih banyak, tergantung dari usianya. Selain itu, gangguan tidur berupa obstructive sleep apnea (mendengkur) dapat meningkatkan risiko stroke secara tidak langsung melalui peningkatan tekanan darah.Â
Bila kualitas tidur anda beberapa waktu terakhir ini dirasa kurang baik, segera berkonsultasi dengan dokter untuk dilakukan evaluasi dan penanganan lebih lanjut.
5. Kontrol Gula Darah
Hampir sebagian besar makanan yang kita makan sehari-hari diubah menjadi glukosa sebagai pasokan energi dari organ-organ tubuh. Namun, kadar glukosa yang terlalu tinggi dalam jangka waktu lama dapat mengganggu fungsi jantung, ginjal, mata, dan saraf.Â
Oleh karena itu, AHA/ASA merekomendasikan pemeriksaan kadar gula darah pada seluruh dewasa berusia 35 tahun setidaknya 3 tahun sekali.Â
Adapun target pengendalian gula darah yang direkomendasikan adalah kadar glukosa darah puasa <100 mg/dL, kadar glukosa darah 2 jam post-prandial <140 mg/dL, dan kadar hemoglobin A1C <5.7%. Pada kelompok populasi yang memenuhi kriteria diabetes, perlu diberikan obat antidiabetes dan tatalaksana lanjutan untuk mengontrol kadar glukosa darahnya.
6. Kontrol Tekanan Darah
Pemeriksaan tekanan darah direkomendasikan untuk seluruh dewasa berusia 18 tahun setidaknya sekali dalam satu tahun. Studi INTERSTROKE menunjukkan bahwa tekanan darah tinggi berkontribusi terhadap lebih dari 50% kejadian stroke.Â
AHA/ASA merekomendasikan kontrol tekanan darah hingga dibawah 130/80 mmHg untuk populasi dewasa dengan perubahan gaya hidup dan obat-obatan.
 Kunci untuk mengontrol tekanan darah adalah secara konsisten melakukan gaya hidup sehat (aktivitas fisik, stop rokok, pengaturan diet, dan tidur cukup) serta rutin mengonsumsi obat pengontrol tekanan darah sesuai anjuran dokter.
7. Kontrol Kolesterol
Kadar kolestrol darah yang tinggi dapat menyebabkan penumpukan lemak pada dinding pembuluh darah, sehingga menyempitkan diameter pembuluh darah, dan menyebabkan suatu stroke.Â
Kita mengenal ada 2 jenis kolestrol, yakni high density lipoprotein (HDL) atau yang kita kenal dengan kolestrol yang baik, dan low density lipoprotein (LDL) atau kolestrol jahat.Â
HDL berfungsi untuk mencegah LDL menempel pada dinding pembuluh darah, sehingga kadar HDL yang tinggi berhubungan dengan risiko penyakit jantung dan stroke yang lebih rendah.Â
AHA/ASA merekomendasikan target kolestrol non-HDL dibawah 130 mg/dLÂ untuk dewasa berusia 20 tahun. Pada populasi dengan kadar LDL tinggi dan memiliki risiko tinggi terkena penyakit kardiovaskular, dokter mungkin merekomendasikan pemberian obat antidislipidemia untuk mengontrol kadar LDL agar menurunkan risiko terjadinya suatu serangan stroke.
8. Stop Merokok / Vape
Merokok merupakan salah satu faktor risiko stroke yang berkontribusi terhadap 18% kematian akibat stroke. Terdapat bukti yang sangat kuat bahwa merokok dan paparan asap rokok berbanding lurus terhadap kejadian stroke, terlepas dari usia, jenis kelamin, ras, ataupun frekuensi merokok.Â
Risiko mengalami stroke pada kelompok yang menggunakan rokok elektronik atau vape ternyata sama besar dibandingkan kelompok yang menggunakan rokok tradisional.Â
Dengan berhenti merokok secara total, seseorang telah berhasil menurunkan 50% risiko mengalami suatu penyakit kardiovaskular dalam satu tahun kedepan. AHA/ASA merekomendasikan pendekatan gabungan terapi perilaku dan terapi farmakologis untuk memfasilitasi seseorang berhenti merokok.Â
Masyarakat dapat memanfaatkan layanan konseling gratis untuk berhenti merokok yang telah disediakan pemerintah pada hotline 0800-177-6565.
Akhir kata, mayoritas kasus stroke bisa dicegah dengan melakukan deteksi dini faktor risiko, melakukan gaya hidup sehat, dan memberikan penanganan yang adekuat. Pada momentum Hari Stroke Sedunia ini, mari kita tingkatkan kewaspadaan terhadap Stroke. Bersama, kita menjadi Lebih Hebat dari Stroke.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H