Mohon tunggu...
Jovial Maureen Zebua
Jovial Maureen Zebua Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Seorang pelajar, k-popers, dan Potterhead. Aku juga hobi main musik loh!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lika-Liku P5

27 Januari 2024   23:19 Diperbarui: 31 Januari 2024   10:12 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

         “Hah, projek lagi, projek lagi. Kapan selesainya, sih?!” Itulah kalimat yang gue lontarkan hampir setiap hari. Kalimat itu muncul lagi hari ini. Sekolah gue mengumumkan bahwa mereka akan melaksanakan Lustrum ke-7. Kelas 10 ternyata dapet tugas khusus, yaitu menyusun suatu pertunjukan musikal berlatar belakang kebudayaan Indonesia.

            Sebenarnya, gue udah tahu ada acara Lustrum tersebut sejak bulan Agustus. Tapi, gue ga tahu kalau kelas 10 dapet tugas kayak gini. Mereka ga mikir apa ya, anak kelas 10? Nyusun pertunjukan? Yakin lu?

            Tapi, sudahlah, dengan modal doa dan harapan, gue sama temen-temen kelas gue mulai menyusun pertunjukan kita. Berdasarkan undian, kita mendapat tema Andalas, atau Pulau Sumatera. Pertama, kami mulai menyusun kepanitiaan yang terdiri dari ketua, bendahara, sekretaris dan beberapa divisi lainnya. Dari hasil voting, ternyata gue jadi salah satu ketuanya. Kedua, kita nentuin daerah Sumatera mana aja yang mau kita tampilin. Kita memutuskan kita bakal nampilin dari Sumatera Barat, Sumatera Utara, Aceh, dan rumpun Suku Melayu.

            “Duh, pasti bakal berat banget,” batin gue. Tapi ya udah deh, kita lanjut ke tahap tiga, dimana kita latihan buat pertunjukan kita. Bener aja, berat banget euy! Gue banyak emosi! Tiap latihan tuh ada aja yang bikin kesel. Anak-anaknya pada susah diatur!

            Kekesalan gue memuncak ketika temen-temen gue pada males-malesan pas latihan. Hari masih pagi, malah pada tidur-tiduran, lari-larian, mainan hp, bahkan METIK JAMBU. Gue dari berapa lama udah ngomong, “Ayo 10A latihan dulu, istirahatnya nanti lagi ya, ayo!” Omongan gue ga digubris sama sekali. Terus, gue udah kesel kan ya, habis itu gue teriak, “10A! Kumpul di tengah pendopo, semuanya! Yang metik jambu juga!” Akhirnya mereka pada kumpul, walaupun dengan muka yang sewot banget.

      “Apa sih, Ren? Mau nyuruh kita latihan lagi? Mau bikin kita capek lagi?” tanya Valen, teman sekelas gue.

“Paan sih?! Gue udah mau tidur nih!” ucap Bintang dengan TWS andalannya masih menempel di telinga. 

“Ren, ayolah. Biarin kita istirahat dulu, kita capek loh.” ucap Ano, si dokumentasi. 

             Gue bales aja, “Heh, lo ga liat kita dari tadi udah istirahat?! Gak liat dari tadi kita udah leha-leha? Waktu latihan kita aja dikit banget tadi. Itupun kalian kelihatan ga serius. Lo juga Ano, minta waktu istirahat mulu. Dokumentasi tuh dikerjain! Masa cuma Dea sama Chocho doang yang effort? Kalian maunya apa sih?!” ucap gue emosi. Keheningan kemudian memenuhi pendopo tersebut. 

            Gue melanjutkan ucapan gue, “Lo pikir ga capek apa ngatur barisan kalian? Lo pikir ga capek ngurusin anggota yang bermacam-macam begini? Tapi, lo pernah ga ngeliat gue sekalipun tumbang demi kelancaran pentas kita? Enggak, kan? Kalian, baru sebentar aja udah minta istirahat. Lemah!” Mereka hanya hening. Gue menghela nafas sebentar, baru berbicara lagi, “Maaf, tapi bisa ga, sehari aja, kalian tuh latihan, nurut sama panitia, fasilitator, temen kalian sendiri, biar semuanya tuh lancar semua gitu. Bisa ga? ” tanya gue. 

“Bisa,” jawab mereka serentak. 

           Kemudian, ada suara yang menginterupsi,“Gini guys, kita ga butuh kata, ‘bisa!’ atau ‘siap!’ dari kalian, tapi kita perlu bukti. Buktikan kalau kalian bisa dipercaya, buktikan kalau kalian bisa serius. Kita udah bilang kan, fokus cuy, fokus!” Ry, salah satu ketua kita akhirnya angkat bicara. 

“Lustrum kurang dari 1 bulan lagi, tolong persiapkan sebaik-baiknya.” sahut Evan, ketua ketiga kami.

            Tiba-tiba, ada suara yang menyahut, “Betul! Saya setuju!” Ternyata, itu Pak Marcus. Wali kelas kami yang daritadi mendengarkan kami berdiskusi. Pak Marcus kemudian berlanjut, “Apa kita perlu sesi curhat dulu? Keluarkan isi hati kalian selama latihan ini, biar nanti kita bisa cari solusi dan tidak saling menyimpan rasa tidak enak di hati masing-masing." 

Salah satu anak bernama Astra kemudian berujar, "Saya setuju, Pak!"

            Pak Marcus kemudian mempersilahkan kami duduk dan masing-masing dari kami mulai mengeluarkan isi hati. Dimulai dari, gue, kemudian muter sampai semua anggota kelas kebagian untuk ngomong. Pokok permasalahan yang kita temukan adalah kita kurang fokus, dan kita punya ego yang terlalu tinggi untuk menerima koreksi dari orang lain. Jadi, solusi yang kita ambil adalah, terbuka dalam menerima kritik, dan fokus dalam mendalami peran kita masing-masing. 

          Setelah diskusi yang kurang lebih memakan waktu 45 menit, kita mulai latihan lagi dengan lebih bersemangat. Semua melakukan peran mereka masing-masing, walaupun agak kikuk dikit. Tapi tidak apa, karena di latihan-latihan kami selanjutnya, semua berangsur membaik. Yang awalnya ngeselin mulai berkurang ngeselinnya, mulai bisa untuk memfokuskan diri. Awalnya, arah tujuan penampilan kita itu gak jelas banget. Karena terjebak di mindset, "Ah, yaudahlah. Yang penting kita tampil, terus selesai! Ga ada beban proyek ini lagi! Haha!" 

          Tapi, kami menyadari bahwa bukan mindset 'lepas dari proyek' yang membuat kami bertumbuh dan merasakan apa arti kebersamaan dalam keberagaman. Atau, pake tema yang diangkat, deh! Kebhinnekaan Global. Suatu 'Kebhinnekaan' bukan hanya dari melihat latar belakang fisik, suku, atau ras seseorang. Namun, itu juga bisa dilihat pada kepribadian kita dalam berinteraksi dengan sesama. Dalam cerita ini, dengan teman sekelas. Jadi, janganlah menjadikan keberagaman dalam bentuk apapun menjadi penghalang bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan bersama. 

         Pada akhirnya, kami dapat menyelesaikan pertunjukan kami dengan baik dan bisa dibilang, gue bangga banget sama temen-temen gue. Bukan hal yang mudah, tapi kita bisa melewatinya! Gue harap, apa yang telah kita pelajari di proyek ini, bisa menjadi wadah untuk pengembangan diri kita masing-masing.

  Terima kasih orang-orang keren! 

  

           

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun