Mohon tunggu...
Jovanka Paurel Elang Valenzia
Jovanka Paurel Elang Valenzia Mohon Tunggu... Mahasiswa - S1 PWK - Universitas Jember

Seorang yang tengah menempuh ilmu di satuan pendidikan Perguruan Tinggi Negeri disalah satu kota di provinsi Jawa Timur. Saya adalah seseorang yang ingin mencoba mempelajari kegiatan menulis, yang nantinya saya berharap kemampuan saya dapat menambah value dalam diri saya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Usaha Pemerintah DKI Jakarta dalam Menekan Angka Polusi Udara

9 April 2023   18:18 Diperbarui: 9 April 2023   18:31 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Barang publik adalah barang atau jasa yang disediakan dan didistribusikan oleh pemerintah atau lembaga publik untuk kepentingan masyarakat secara umum. Barang publik atau public goods adalah barang atau layanan yang tersedia untuk semua orang tanpa memandang siapa yang membayar untuknya atau siapa yang menggunakannya. 

Barang publik juga tidak dapat dihindari oleh orang yang tidak ingin membayarnya atau menggunakannya. Hal ini disebabkan karena sifatnya yang bersifat non-eksklusif dan non-rival. Non-ekslusif berarti bahwa tidak ada yang dapat dipaksa untuk membayar untuk barang tersebut, sementara non-rival berarti bahwa penggunaan barang Publik tidak mengurangi manfaat yang tersedia untuk orang lain.

Contoh dari barang publik adalah keamanan, pendidikan dan pengetahuan, lingkungan, udara bersih, infrastruktur, dan kesehatan publik. Sebagai contoh mengapa udara dikategorikan sebagai barang publik dikarenakan dalam konsumsi dan pemanfaatannya, masyarakat tidak perlu membayar kepada siapapun untuk menghirup udara, serta pihak lain juga tidak merasa kekurangan atau menjadikannya barang yang langka.

Eksternalitas merupakan dampak atau konsekuensi dari kegiatan ekonomi atau aktivitas manusia yang mempengaruhi pihak luar (non-pelaku pasar) yang tidak terkait dengan kegiatan tersebut. Eksternalitas dapat bersifat positif atau negatif. 

Eksternalitas negatif dapat menyebabkan dampak negatif pada masyarakat atau lingkungan, seperti polusi udara atau air, sementara eksternalitas positif dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, seperti peningkatan kualitas lingkungan hidup melalui kegiatan konservasi alam. Kontrol eksternalitas dilakukan dengan berbagai cara, seperti penggunaan pajak lingkungan atau regulasi pemerintah untuk membatasi kegiatan yang berpotensi merusak lingkungan atau kesehatan masyarakat.

Penggunaan barang publik sangat erat kaitannya dengan eksternalitas. Dikarenakan barang publik memiliki sifat yang tidak berbayar dan digunakan oleh semua pihak, oleh karena itu dalam pemanfaatannya beberapa pihak dinilai acuh dalam menjaga kelestarian barang publik. Eksternalitas negatif dapat berdampak sangat fatal dikarenakan dampaknya akan mempengaruhi semua orang yang menikmati dan menggunakan barang tersebut.

Seperti contohnya berupa eksternalitas negatif yang terjadi pada udara. Eksternalitas negatif yang dapat terjadi pada udara berupa polusi udara. pencemaran udara yang terjadi ini disebabkan oleh bercampurnya udara bersih dengan polutan udara. Polusi udara merupakan kondisi di mana udara bersih tercampur dengan zat lain atau unsur lain yang mengakibatkan kondisi pada udara menjadi buruk dan tidak layak untuk digunakan oleh makhluk hidup.

 Polusi udara terdiri dari berbagai jenis polutan seperti partikel, gas, dan zat kimia berbahaya yang dapat menyebabkan iritasi pada mata, hidung, tenggorokan, dan paru-paru. Polusi udara juga dapat menyebabkan masalah kesehatan jangka panjang seperti masalah pernapasan hingga kanker. Selain itu, polusi udara juga memberikan dampak pada lingkungan seperti kerusakan tanaman, air dan tanah. Penyebab utama polusi udara adalah pembakaran bahan bakar fosil, limbah industri, dan transportasi.

Pada sepanjang tahun 2021, wilayah DKI Jakarta dinobatkan sebagai kota dengan kualitas udara paling buruk. Berdasarkan perhitungan yang telah dirumuskan, Rata-rata PM2.5 di Jakarta selama satu tahun mencapai 39,2 g/m. Rata-rata ini 7 kali lebih besar dari standar yang ditetapkan WHO. PM2.5 sendiri merupakan polutan pencemar udara yang paling kecil dan berbahaya bagi kesehatan.

Partikel kecil berdiameter kurang dari 2,5 mikrometer yang terdiri dari campuran zat kimia seperti Uap air, Asap, Debu halus, Gas beracun, Polutan organik, dan partikel yang dihasilkan oleh industri, kendaraan bermotor, dan beberapa sumber lainnya. PM2.5 dapat mencapai paru-paru dan aliran darah manusia, mengganggu sistem pernapasan, dan dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, termasuk asma, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), penyakit jantung, dan bahkan kanker.

Penyebab dari polutan udara yang mencemari wilayah DKI Jakarta sebagian besar disebabkan oleh efek buruk dari penggunaan transportasi pribadi. Transportasi masih menjadi penyumbang polusi udara terbesar di DKI Jakarta. Hal ini dipicu dengan jumlah kendaraan bermotor yang berbanding lurus terhadap pencemaran udara dan kemacetan. Kesadaran masyarakat akan pentingnya bahaya polusi yang disebabkan oleh kendaraan bermotor masih kalah dengan keegoisan masyarakat untuk tetap memakai kendaraan pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun