Lalu bagaimana dengan pegawai-pegawai BUMN ataupun swasta? Setiap tahunnya mereka hanya bisa berebut kursi untuk memperjuangkan kehidupannya dan memenuhi kewajiban untuk mencari nafkah.
Bukan maksud mengeluh, namun seharusnya dengan sumber daya alamnya, Kabupaten Tulungagung harusnya bisa memanfaatkan kekayaan tersebut tidak hanya untuk kebutuhan masyarakat disini saja. Bisa jadi jika sumber daya alam tersebut dapat diolah dengan baik, dapat memperbaiki kondisi ekonomi pada Kabupaten Tulungagung. Dengan begitu bisa dipastikan Kabupaten Tulungagung menjadi wilayah yang maju.
Lalu apasih keuntungan dari kemajuan suatu wilayah?. Tentunya hal tersebut sangatlah penting untuk menjaga atau lebih bagus lagi jika bisa meningkatkan standar perekonomian suatu wilayah. Misalnya dengan majunya suatu wilayah, maka usaha milik pemerintah ataupun usaha yang dikelola oleh swasta, lalu juga investor, akan melihat peluang dari sebuah wilayah tersebut.
Dengan banyaknya perusahaan, pabrik, usaha, dan investor yang berani berinvestasi untuk wilayah tersebut, tentunya lapangan pekerjaan akan semakin terbuka luas.
Namun sangat disayangkan, hal ini masih belum bisa tercipta di Kabupaten Tulungagung. Variasi dari lapangan pekerjaan hanya itu-itu saja. Sehingga masyarakat terjebak dalam lingkaran bekerja hanya untuk makan di hari esok. Ditambah lagi UMK Kabupaten Tulungagung tergolong rendah. Berdasarkan data dari Kontan.co.id, UMK Kabupaten Tulungagung senilai : Rp 2.029.358,67. Dengan UMK senilai tersebut, tentunya hal ini semakin membuat masyarakat berpikir bagaimana cara menunjang hidup untuk hari esok?.
Akhirnya alasan inilah yang mendasari banyak masyarakat Kabupaten Tulungagung untuk mengadu nasib di perantauan, semata-mata hanya untuk bertahan hidup. Â
Walaupun biaya hidup di Kabupaten Tulungagung tergolong rendah, namun tetap saja kebutuhan hidup sulit terpenuhi. Kalaupun cukup, biaya hidup yang bisa sepenuhnya terpenuhi hanyalah kebutuhan hidup primer. Lalu kebutuhan lain seperti kebutuhan sekunder dan tersier, bukan tidak mungkin tercukupi, namun masyarakat haruslah bekerja lebih keras lagi untuk dapat memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier.
Hal itulah yang terus terulang di setiap generasinya, sehingga ini semua menjadi masuk akal jika banyak masyarakat Kabupaten Tulungagung lebih memilih keluar dari wilayah dan mengadu nasib pada kota yang lebih besar demi untuk memakmurkan kehidupannya dan kehidupan keluarga yang ditinggalkan. Bahkan banyak juga masyarakat Kabupaten Tulungagung yang nekat bekerja menjadi TKI ataupun TKW di luar negeri. Dengan itu mereka berpikir bahwa mereka dapat mendapatkan kehidupan yang lebih layak jika mereka berani untuk keluar dari Kabupaten Tulungagung demi mencari pekerjaan yang lebih variatif dan pendapatan yang lebih besar lagi.
Permasalahan tersebut sebenarnya sama makna dengan peribahasa 'Bagai pedang bermata dua', dimana jikalau mereka tidak berani untuk mengambil risiko bekerja di luar kota ataupun di luar negeri, maka sangat sulit untuk mereka meningkatkan kehidupan ekonomi. Mereka haruslah bekerja 2x atau bahkan 3x lebih keras lagi jika ingin hidup dengan layak dan berkecukupan. Namun, jika setiap tahun jumlah perantau dari Kabupaten Tulungagung terus bertambah, lantas siapa yang bisa membuat perubahan pada Kabupaten ini?, dimana masyarakat asli dari Kabupaten Tulungagung sendiri tidak bisa memajukan wilayahnya sendiri, bagaimana masyarakat luar bisa melakukan hal tersebut?. Hal tersebut merupakan masalah yang sangatlah rumit untuk dipikirkan dan lebih sulit lagi untuk dijalani.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H