Mohon tunggu...
Jovan Surjadi
Jovan Surjadi Mohon Tunggu... Jurnalis - anak ck 11 iis 2

Jovan Surjadi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

RTK (Rumah Tangga Kacau)

21 November 2019   07:50 Diperbarui: 21 November 2019   07:57 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DI suatu pagi aku terbangun oleh suara alarm ku yang diiringi oleh lagu The Beatles yang cukup berisik, mataku setengah melek dan badanku setengah nyaman karena baru saja bangun. Aku beranjak dari kasur tidurku yang setengah rapih setengah berantakan, dan kondisi kamarku yang bisa dibilang cukup berantakan. Semua itu tak kupedulikan karena memang jati diriku yang bisa dibilang agak pemalas. Sembari aku berjalan dari kamarku menuju lantai bawah, aku dapat merasakan atmosfer hari indah yang sedang kualami.

Aku dapat merasakan rasa harmonis di dalam keluargaku, sebuah rasa yang sangat ku suka di sepanjang masa hidupku. Setelah aku menancapkan kaki di lantai bawah ibuku menyapa kehadiranku, "Van, udah jam delapan. Ayo ngepel... mamih udah sapuin. Yang bersih ya. Yang mantep." "Iya mih, pasti bersih lah." Ibuku memang selalu mencoba mendisiplinkan diriku setiap hari dengan berbagai tugas rumah dan tanggung jawab yang besar, mengharapkanku menjadi seseorang yang bisa bertahan hidup sendiri di masa depan tanpa kehadiran mereka dan juga agar bisa seperti dia dan ayahku, sangat mandiri dan disiplin.

Semasa hidup mereka, mereka selalu diterjang berbagai kesusahan dan perjuangan hidup yang besar. Setelah beberapa lama, aku akhirnya selesai mengepel lantai lantai rumahku, hasilnya pun memuaskan. "Ngga keset van, bagus bersih kayak gini." "Iyalah mih." Hasil kerja yang bagus selalu dinantikan oleh ibuku. Aku pun beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri dari keringat dan kelelahan setelah mengepel. Setelah aku selesai mandi aku pun berganti pakaian kasual dan rapih, karena aku tahu bahwa setiap minggu pagi kami sekeluarga akan pergi antara ke restoran atau ke mall. Hari minggu memang sudah menjadi hari dimana keluargaku akan menikmati diri dan menikmati kebersamaan.

Ayahku selalu berteriak dari lantai satu di rumahku. "Ayo makan yuk!" "Ya pih!" Ayahku dapat dibilang seseorang yang paling tangguh mental dan fisiknya. Sepanjang hidupnya ia selalu didatangi oleh berbagai masalah hidup dan kerjaan yang sangat berat dan keras. Seperti saat ketika ia kehilangan adiknya setelah kecelakaan kendaraan dan ketika ia harus bekerja sebagai penagih hutang dan pengantar barang sembari berkuliah, dan uniknya mendapatkan IPK yang cukup baik.

Ia juga seseorang yang suka berbaku hantam semasa hidupnya, dan juga seorang anak yang jahil dan nakal, dimana ketika ia diantar pulang oleh tentara saat kecil. Begitu juga ibuku, seseorang yang sangat disiplin dan kerja keras. Akan tetapi ibuku tak menyukai pertikaian dibandingkan ayahku yang suka mencari masalah. Ibuku sangat disiplin sampai ia membantu ibunya berjualan sembari membaca buku pelajaran dan buku apa saja. Pendidikan dan ilmu sudah menjadi suatu hal yang paling penting dalam hidupnya. Oleh karena itu ia dapat mendapatkan UN di bidang kimia paling tinggi se-Indonesia saat itu.

Ia juga didiskriminasi ketika ia tak dapat diterima di UGM ketika ia dipaksa mengganti nama Tionghoa-nya menjadi nama pribumi. Kedua orangtuaku berasal dari kalangan dan latar belakang yang keras dan berkekurangan, bagai sebuah berlian, keras nan indah. Indah? Ya, mereka dapat mendapatkan berbagai keindahan mencapai kesuksesan yang tak disangka sangka, semua hasil kerja keras. Teriakkan itu sudah menjadi siklus setiap hari minggu. Terbilang dari teriakkan itu bahwa kami sekeluarga akan makan, tetapi nyatanya tak hanya makan saja, kami juga akan pergi ke tempat lain seperti ke mall.

Aku meninggalkan kasur tidurku dan mematikan AC serta Wi-Fi, aku turun dari tangga dan aku bisa melihat pakaian-pakaian yang digunakan oleh keluargaku cukup rapih dan sangat kasual, mendorong pemikiranku mengenai suatu hal yaitu kerapihan. Kami keluar dari pintu rumah dan selalu disambut oleh kedua anjing peliharaan kami, anjing berstatus kakak adik, satu coklat satu putih, dan berjenis Golden Retriever campuran kampung.

Mereka selalu ceria menyambut kami sembari sang adik menjaga piring makanannya. Mobil ayahku yaitu Honda Brio abu abu keluaran 2013 akan selalu kami pilih menjadi sarana transportasi menuju berbagai tempat, ACnya yang sejuk membuat kami betah berada didalamnya, badannya yang kecil selalu menjadi suatu keunggulan dalam menyelip diantara transportasi lain dan menjadi keunggulan dalam berparkir.

Kami akan selalu memilih Lippo Puri atau Puri Indah sebagai mall pilihan kami sekeluarga, dikarenakan fasilitas fasilitas yang disediakan oleh kedua mall tersebut dapat dikatakan lengkap dan sangat menarik. Sesampai di mall kami akan menikmati diri kami sendiri sembari berjalan mengelilingi mall mencobai beberapa hal dan tentunya bermain dengan handphone kami. Secara singkat di mall kami hanya akan makan di restoran restoran, menonton di cinema (sering khusus saya), mengelilingi mall, dan kadang berbelanja.

Aku sungguh menikmati waktu tersebut, karena aku dapat menikmati diriku bersama keluarga, aku sering berterima kasih pada Tuhan karena aku menganggap diriku cukup beruntung bisa menikmati kebersamaan dan tidak dilahirkan dalam keluarga yang kekurangan segala hal. Sepulang dari sebuah tempat kami akan selalu menyisihkan waktu untuk pergi ke gereja dan menerima firman Tuhan untuk diri dan rohani kami. Ini adalah saat dimana kami sekeluarga akan berdamai dan menerima kedamaian pikiran, suatu saat dimana diri kami merenungkan ikatan keluarga dan seberapa rasa terima kasih kami bersama.

Sebuah makna mendalam atas keindahan sebuah keluarga, kami menyadari bahwa kami harus bertahan dan mengangkat fondasi kebersamaan untuk mencapai arti sebenarnya dalam kekeluargaan, karena kalau tidak semua akan rapuh dan tidak seperti seharusnya yang dimaksud norma kehidupan. Pemandangan menunjukkan malam hari dan kami akan menuju pulang ke rumah untuk memanggil selesai hari minggu. DI sepanjang jalan aku akan selalu memikirkan apa untuk esok hari, dan suatu pemikiran yang dapat menancap hati bumi ini. "Kapan bakal gini terus sih?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun