Setelah melewati nuansa dramatis karena tak terpilih sebagai calon wakil presiden mendampingi Joko Widodo, Mahfud MD berbicara prosesi kepemimpinan lewat gelaran Pilpres mendatang. Dia mengimbau agar masayarak tetap mengikuti alur itu dengan tertib dan teratur.
Mulanya, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini khawatir akan bangkitnya gelombang golput besar-besaran. Maklum, golput bisa saja lahir dari masyarakat yang kecewa kepada Jokowi karena membuang Mahfud di detik-detik terakhir. Bahkan muncul gerakan Golfud, Golongan Mahfud di media sosial sebagai bentuk protes. Mahfud tentu menolak jika Golfud dikaitkan sebagai gerakan golput.
"Enggak boleh golput," kata Mahfud. Dia pun meminta masyarakat tetap menggunakan hak pilihnya saat Pilpres 2019. Mahfud menyebut suara rakyat sangat menentukan masa depan bangsa untuk menghindari naiknya orang jahat ke tampuk pimpinan.
"Kita memilih ini bukan untuk memilih yang bagus betul, tapi menghindari orang jahat untuk pimpin negara," ungkap anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ini seperti dicatat wartawan.
Ungkapan ini lantas menjadi bola ping-pong di antara kubu Jokowi dan Prabowo. Kedua kubu saling sindir-sindir cantik. Kemudian mengetam tafsir "orang jahat" menurut versi masing-masing. Penjahat adalah orang yang suka ingkar janji, kata oposisi. Sementara petahana mengatakan, penjahat adalah yang belum selesai dengan kasus pelanggaran HAM. Penjahat amatir memang selalu sembunyi di balik topeng.
Lewat sebuah cuitan, Mahfud memberi benang merah agar bola panas tak menggelinding semakin liar. Ia mengutip pemikiran Guru Besar Filsafat Sekolah tinggi Driyarkara, Franz Magnis Suseno yang menyatakan: Bukan untuk mencari yang ideal tapi untuk menghalangi yang jahat jadi pemimpin.
Ironisnya lagi, rakyat tidak benar-benar memilih. Kandidat disediakan parpol lewat sejumlah mekanisme politik. Mereka memoles kandidat itu mati-matian. Keburukannya didempul-dempul. Saat waktunya tiba rakyat dipaksa menyetujui pilihan parpol-tak peduli jahat-atas nama kesejahteraaan negara. Seruan tidak golput terdengar seperti pemaksaan. Dia harus memilih calon yang sebenarnya tidak dikehendaki nuraninya.
Sebuah pernyataan menarik di-twitter-kan Presiden Jancukers, Sudjiwo Tejo merespons seruan jangan golput. Begini:Â Mari jangan Golput untuk mencegah orang jahat jadi pemimpin. Itu bener kalau yang kita coblos memang orang yang gak jahat. Bagaimana kalau yang kita coblos justru orang jahat tapi dipoles seakan tak jahat dalam era Post Truth ini, era ketika kebenaran sudah gak penting yang penting polesannya?