Pemilihan Presiden (Pilpres) seperti sebuah kepompong, salah satu proses siklus hidup dari seekor kupu-kupu.Di mana pada kepompong seekor ulat menjalani proses menggumul dirinya sendiri untuk beberapa waktu kemudian menjadi seekor kupu-kupu. Dari seekor ulat yang melata dan melahap banyak daun berubah menjadi kupu-kupu indah. Sayapnya penuh warna yang mencerahkan suasana pepohonan.
Sebagai pesta lima tahunan Pilpres sangat lah menarik untuk dibahas. Ini adalah siklus dalam negeri kita, Indonesia, dalam berbangsa. Dengan segala perbedaan yang menyatukan bangsa selama lebih dari setengah abad ini, Pilpres seperti sebuah kapak yang memecahmenjadi dua kubu pilihan. Yang seharusnya adalah keindahan perpecahan sementara. Sebagaimana ulat harus melewati masa menjadi kepompong untuk menjadi kupu-kupu.
Karena hanya ada 2 pilihan rivalitas menjadi semakin runcing. Sehingga perbedaan pilihan Calon Presiden (Capres)sampai-sampai dilukiskan sebagai permusuhan abadi. Kedua kubu baku olok. Sebelah sini dibilang cebong, sebelah sana dibilang kampret. Lalu di mana ulat, di mana kepompong, di mana kupu-kupu?
Bangsa kita Indonesia ini justru terbentuk oleh keanekaragaman. Perbedaan pilihan menjadi 2 pilihan hanyalah bagian kecil dari keberagaman yang sesungguhnya. Ada 1.340 suku bangsa atau lebih dari 300 kelompok etnik di Indonesia!
Tidak ada manusia yang sempurna. Demikian pula Capres. Bila kamu telah menentukan pilihan Capres mu tentu saja akan kamu beritakan yang baik-baik. Dan kamu akan membaca hal yang baik-baik tentang ketokohannya. Sebaliknya terhadap lawannya kamu secara alami akan melihat sisi jeleknya saja. Dan itu wajar.
Setiap orang adalah individu unik, berbeda satu sama lain. Para Capres, masing-masing punya keunggulan, masing-masing punya program. Mereka semua adalah pribadi pilihan yang tersaring dari sekian ratus juta penduduk Nusantara untuk dijadikan pemimpin pada periode lima tahun ke depan.
Persahabatan yang terjalin sejak masa sekolah pun dapat renggang oleh beda pendapatrencana pilihanPilpres. Semua Capres bisa saja memaparkan program kerjanya lima tahun ke depan, namun kenyataan yang akan terjadi hanya akan ada seiring berjalannya waktu. Mereka berdebat, silakan. Itu adalah bagian dari cara mereka berproses memperebutkan suara kita. Namun persahabatan kita tidak harus diperdebatkan. Kita sudah bersahabat jauh sebelum mereka menjadi calon pemimpin negeri. Saya mohon untuk tidak menyakiti perasaan saya dengan ujaran yang menyinggung SARA. Dan saya pun tidak akan melakukan hal itu.Pilpres bukan saat untuk saling menyinggung dan menyakiti perasaan hatiberlebihan.
Bila kamu terkesan dengan postingan dukungan pada salah satu Capres namun menyudutkan Capres lain, cukup stop di kamu. Tidak usah share, like, atau komentar apa pun. Cukup stop di kamu.
Bila kamu tergelitik untuk share, like, atau komentar postingan dukungan lainnya namun itu menyinggung SARA. Lagi-lagi cukup stop di kamu. Ingat lah bila kamu sudah memiliki banyak teman dan sahabat selama bertahun-tahun yang selalu saling mendukung. Tanpa memandang Suku apa kamu, Agama apa kamu, Ras apa kamu apa lagi Antar golongan apa kamu.
Terlalu singkat sebuah Pilpres Kepompong yang panasnya tidak lebih dari 1 tahun harus meruntuhkan persahabatan yang telah dibangun bertahun-tahun. Waktu yang berlalu tidak akan kembali. Kata yang terucap tidak dapat ditarik kembali. Postingan yang viral akan membekas sebagai jejak digital walaupun kamu telah menghapusnya.