Industri Sawit 4.0, pada yang berbasis pada pemanfaatan ilmu pengatahuan dan teknologi (innovation-driven) dengan mengintegrasikan komponen utama yakni Big Data, Artificial Intelligence, Human- Machine Interaction, Digital-to-Physical dan bioteknologi, untuk meningkatkan produktifitas, efisiensi, nilai tambah, inklusifitas dan meminimumkan polusi/emisi secara berkelanjutan.Â
Dengan kata lain, industri sawit 4.0 juga merupakan suatu metode produksi baru yang dapat membawa industri sawit mencapai sustainable development goals industri sawit.Peningkatan kinerja sektor kelapa sawit sendiri terlihat sejak tahun 2014. Sesuai data Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), elastisitas produksi kelapa sawit terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 2,46%.Â
Artinya, setiap kenaikan 1% produksi kelapa sawit baik secara langsung dan tidak langsung akan mampu memberikan efek multiplier ke sektor terkait dan meningkatkan 2,46% dari total pendapatan nasional. Adapun, sektor ini juga mencatat kinerja terbaik melalui peningkatan ekspor tahun 2017 yang mencapai 25,73% menjadi Rp 307 triliun dibandingkan tahun sebelumnya.
Kelapa sawit dinilai merupakan alternatif sumber energi yang paling baik untuk menggantikan sumber energi fosil yang tak lama lagi akan habis sebab tanaman ini memiliki produktifivitas yang tinggi dan ramah lingkungan.Â
Dekan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Ernan Rustiadi dalam diskusi bertema "Pentingnya Industri Kelapa Sawit bagi Pertumbuhan Ekonomi Nasional di Tengah Derasnya Kampanye Negatif Barat" di Bogor, Kamis, mengatakan ke depan, seluruh industri akan bergeser kepada industri yang bersumber dari sumber daya hayati, Salah satunya adalah bahan bakar yang terbuat dari tumbuh-tumbuhan.
"Sumber daya alam yang kian lama kian habis, dapat digantikan dengan sumber daya hayati yang berasal dari alam. Tentu ini adalah peluang sekaligus tantangan bagi bangsa Indonesia," ujar Ernan dalam di diskusi yang diprakarsai PT Bumitama Gunajaya Agro (BGA Group) di Kampus IPB.
Menurut dia, banyak negara saat ini sibuk memikirkan sumber energi bahan bakar masa depan, seiring dengan kesimpulan para ilmuwan yang menyatakan bahan bakar yang berasal dari fosil akan habis dalam kurun waktu 50-75 tahun lagi.
Kini banyak negara mulai mengembangkan BioEco Energy (biofuel), tambahnya, sumber energi tersebut dianggap yang paling tepat menggantikan energi fosil karena mudah diproduksi karena berasal dari sumber daya alam hayati dan sangat ramah terhadap lingkungan. Di tengah krisis energi yang terjadi di dunia saat ini, maka Indonesia mengambil langkah maju untuk mengembangkan teknologi minyak kelapa sawit menjadi bioenergi dengan bahan baku kelapa sawit," katanya.
Pemerintah, tambahnya, mendukung penuh pengembangan teknologi ini karena dalam 10 sampai 20 tahun yang akan datang energi yang bersumberkan dari fosil sudah habis.
Sementara itu Ketua Pusat Penelitian Kelapa Sawit Nasional (PPKS) Witjaksana Darmosarkoro mengatakan tujuan percepatan mengatasi krisis energi melalui industri kelapa sawit ini tidak akan berhasil apabila tidak didukung oleh semua stakeholder kelapa sawit.Oleh karena itu dia meminta dukungan dari Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Pertanian, serta Kementerian Perdagangan.Dorongan penggunaan sumber energi terbarukan semakin digenjot, terlebih sumber energi tersebut diyakini lebih ramah lingungan dan pasokannya lebih berekelanjutan, dibandingkan sumber energi berbasis fosil.Sebetulnya bahan baku untuk mendapatan energi ramah lingkungan untuk saat ini beragam macamnya, didukung dengan teknologi renewable resources yang terus berkembang. Seperti energi yang berasal dari biomassa sawit.
Dalam sebuah penelitian, biomassa sawit hingga saat ini belum begitu maksimal dimanfaatkan, padahal jumlah biomassa sawit yang dihasilkan perkebunan kelapa sawit di dunia sangat begitu besar.Jika saja sumber energi ini bisa dimanfaatkan secara maksimal, maka suplai energi terbarukan bakal terus bertambah. Kondisi demikian sesuai dengan tujuan utama dari produksi berkelanjutan, yang berupaya mengefektifkan penggunaan sumberdaya lewat ekstraksi materi guna penggunaan energi yang ekonomis, sekaligus meningkatkan kualitas lingkungan.