Mohon tunggu...
Aku Adalah Meteor
Aku Adalah Meteor Mohon Tunggu... Tentara - Penulis Yang Tersakiti

Menulis sejak kecil saat mulai bisa berbohong. Sadarlah bahwa doktrin lebih berbahaya dari peluru! yosuahenrip.47@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Hikmah di Balik Covid-19

24 April 2020   15:17 Diperbarui: 24 April 2020   18:34 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Covid-19 begitu meluluhlantakkan dunia. Sudah lebih dari 2 juta jiwa di seluruh dunia terpapar virus ini pertanggal 24-04-2020 dan masih terus bertambah. Begitu pula di Indonesia, angka positif sudah menginjak angka 7000 jiwa.

 Saya pribadi bukanlah paramedis, atau ilmuwan, atau bahkan politisi. Saya hanya segumpal meteor yang jatuh ke bumi. Sehingga saya memiliki perspektif sendiri mengenai pandemi ini. Coba lihat sekitar, semua orang memakai masker bahkan sarung tangan. Sulit ditemui lagi orang yang masih berjabat tangan apalagi berpelukan atau cipika-cipiki saat bersua. Hampir setiap orang membawa pencuci tangan atau yang lebih dikenal handsanitizer, yang sebetulnya virus tidak mati olehnya. Seolah dirinya sendirilah yang paling steril dibandingkan makhluk atau benda lain. Tak ada lagi kongkow diatas jam 9 malam, seolah diberlakukan jam malam layaknya Daerah Operasi Militer (DOM) seperti pengalaman saya 2 tahun lalu di Kota Poso. Yang melanggar pasti akan berhadapan dengan TNI, POLRI, dan Satpol PP. Tempat hiburan malam pun disegel, diperintahkan untuk ditutup hingga batas waktu yang tidak ditentukan. Sontak membuat para lebah madu dan kupu-kupu malam kehilangan arah dan tujuan. Tak terasa ini sudah hari pertama di bulan suci Ramadhan. Dan saya hanya bisa tersenyum. Nampaknya ini teguran dari Sang Tunggal.

Saya jadi ikutan flashback ke pertengahan tahun 2019. Kala itu orang sibuk membahas radikalisme, ekstrimisme, dan cadar. Saya ingat waktu itu dibahas di salah satu TV swasta yang dipandu oleh Bapak Karni Ilyas dan mengundang idola saya, Sujiwo Tejo. Pro dan kontra pasti ada, namun Sang Esa menunjukkan pendiriannya. Cadar yang menjadi polemik, kini menjadi legal dengan sendirinya. Bahkan semua orang mendukung dan menerapkannya, meski ia bukan muslim.  Kini larangan saling sentuh bila bukan mukhrim pun menjadi nyata dan berlaku bagi siapapun walau sesama jenis. Dulu banyak orang menganggap bila mabuk, dugem, atau kongkow di club adalah hal yang biasa. Satu gelas bersama pun tak apa. Tapi sekarang jangankan satu gelas, keluar dari rumah saja was-was. Selain takut virus, tempat hiburan pun sudah tutup semua. Apalagi razia gabungan merajalela bak gank motor yang menghampiri siapa saja yang berkerumun lalu membubarkannya layaknya preman jalanan. Kementrian Agama, Pemuka Agama, Dan MUI pun mengeluarkan aturan untuk beribadah dirumah. Menghentikan sementara kegiaatn massal di tempat ibadah. Namun inilah negara +62, bila dilarang justru malah seperti di suruh. Tiba-tiba banyak orang mendadak berubah  menjadi agamis. Bersikukuh agar tempat ibadah tetap dibuka seperti biasa. Dan saya kembali tersenyum.

Idola saya pernah berkata, "Jika Tuhanku dihina, maka aku akan berdoa kiranya Tuhan mengampuninya. Tetapi jika aku dilarang menyembah, NYAWA URUSANNYA." Itu masih terngiang di alam bawah sadar saya. Bahkan ada pejabat daerah saya yang mengatakan, "Lebih baik mati dalam keadaan ibadah daripada tidak beribadah sama sekali." Anda sangat benar sekali Bapak yang terhormat. Tapi ini bukan masalah anda atau saya yang mati. Ini tentang kita semua, bahkan menyangkut peradaban manusia kedepan. Anda terpapar dan mati pun itu urusan anda dengan Hyang Utama, ditambah dengan keluarga anda mungkin. Tapi yang saya khawatirkan adalah anda menjadi agen dan menular ke saya kemudian keluarga saya. Telebih istri saya yang masih muda, cantik, putih, dan tinggi berisi. Saya yakin idola saya Sujiwo Tejo kali ini pun sependapat dengan saya. Kesekian kalinya saya hanya mampu tersenyum.

Banyak orang lebih takut mati daripada takut kepada Yang Empunya Maut. Banyak orang lupa bahwa Sang Hyang Esa itu maha segalanya. Dia maha mengetahui, maha bijak lagi maha benar. Mari kita renungkan kembali apakah kita sudah mulai mengerti maksud dan rencananya? Pahami, cermati, dan turuti apapun yang telah ditetapkan Sang Hyang Agung. Kita sebagai kawula lah yang harus menuruti dan menyesuaikan diri dengan Gusti, bukan sebaliknya. Layaknya seorang Sersan Satu yang menuruti apa kehendak Bapak Kolonel.

Semoga anda, saya, dan mereka saling mendoakan untuk segala cobaan ini, apapun agamanya, apapun sukunya, apapun gendernya. Terlebih pada momen yang tepat, yakni Bulan Suci Ramadhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun