Perang yang terjadi di Rusia-Ukraina berdampak pada kelangkaan energi di berbagai belahan dunia, seiring dengan langkah Rusia untuk memblokade supply komoditasnya ke negara-negara barat.
Kelangkaan energi menyebabkan kenaikan komoditas utama energi, seperti batu bara, minyak mentah, dan juga gas alam. Kelangkaan ini berdampak pula pada kesempatan di sisi lain, seperti sumber energi hijau dan yang terbarukan.
Tren Energi Hijau dan Permintaan Turunannya
Energi hijau didefinisikan sebagai energi yang menghasilkan jumlah minimum karbon dioksida, sehingga relatif lebih ramah lingkungan dalam hal limbah gas rumah kaca. Energi hijau adalah alternatif dari energi konvensional, seperti batu bara dan minyak mentah, yang menghasilkan gas rumah kaca relatif besar untuk menghasilkan energi.
Sementara itu, energi terbarukan merupakan energi yang didapat dari sumber-sumber yang dapat diperbarui. Biasanya energi hijau juga merupakan energi yang terbarukan, meskipun tidak semuanya. Sebagai contoh, energi nuklir dapat dikatakan sebagai energi yang relatif hijau, namun berasal dari sumber yang tidak terbarukan.
Berdasarkan definisi global, jenis energi hijau dan terbarukan di antaranya adalah biomasa, geotermal, hydropower, matahari, serta angin.
Dalam 10 tahun terakhir (2009-2019), biaya dari pembangunan pembangkit energi terbarukan, cenderung mengalami penurunan yang signifikan.
Sebagai perbandingan, biaya pembangkit tenaga surya (solar photovoltaic) turun hingga 89% biaya per KWh dari sebelumnya $359/KWh menjadi $40/KWh untuk periode tersebut. Bahkan, tren tahunan pada tahun 2021 masih cenderung turun hingga 13% yoy.
Pembangkit listrik dari angin (onshore) pun juga mengalami penurunan yang signifikan pada 10 tahun terakhir tersebut, dengan mencatatkan penurunan hingga 70% dari sebelumnya $135/KWh menjadi $41/KWh. Adapun biaya listrik dari batu bara cenderung stagnan pada kisaran $109-111/KWh.