Secara teori, bank sentral meningkatkan suku bunganya, ketika pertumbuhan ekonomi meningkat tajam akibat permintaan barang dan jasa dan menyebabkan ekonomi terlalu “panas” dan meningkatkan inflasi.
Alhasil, ketika perekonomian belum pulih sepenuhnya, namun suku bunga meningkat, maka terjadi potensi stagflasi di negara tersebut. Stagflasi dapat kemudian menyebabkan terjadinya resesi ekonomi.
Potensi stagflasi sudah mulai terefleksi dari perekonomian AS, di mana inflasi tinggi, namun terjadi kontraksi pertumbuhan ekonomi di 1Q22 dan 2Q22, sebesar masing-masing -1,6%qoq dan -0,6%qoq. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Eropa masih stabil di kisaran 0,5%qoq dan 0,6%qoq.
Potensi risiko inflasi dan perlambatan pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu potensi risiko global di tahun 2022, dan berkemungkinan berlanjut di tahun 2023. Potensi dari perlambatan global sangat erat kaitannya dengan permintaan ekspor serta potensi investasi Indonesia.
Di sisi lain, inflasi global dan kecenderungan hawkish dari bank sentral global membawa risiko bagi nilai tukar dan pasar keuangan Indonesia kedepannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H