Mohon tunggu...
Josua Pardede
Josua Pardede Mohon Tunggu... Bankir - Chief Economist - PermataBank

Mathematician who becomes an economist.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Melebarnya Defisit Neraca Transaksi Berjalan: Ada Kemungkinan Pemanasan Ekonomi?

30 Agustus 2012   03:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:09 865
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Melebarnya Defisit Neraca Transaksi Berjalan: Ada Kemungkinan Pemanasan Ekonomi?

Indonesia: Tujuan Investasi Yang Menarik

Indonesia merupakan salah satu favorit bagi investor global yang direfleksikan dengan derasnya aliran modal masuk ke perekonomian terbesar di Asia Tenggara dengan melimpahnya kekayaan sumber daya alam dan meningkatnya penduduk kelas menengah. Fakta menyebutkan bahwa dalam lima tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 6% dan bahkan mengalami surplus neraca perdagangan seiring tingginya permintaan China dan India. Namun, sejak awal tahun 2012 kondisi neraca perdagangan memburuk dan hal ini diperburuk dengan penurunan harga komoditas. Kekhawatiran mengenai pemanasan ekonomi (economic overheating) di Indonesia meningkat akibat membengkaknya defisit transaksi berjalan. Apakah perekonomian Indonesia  menunjukkan indikasi pemanasan (overheating)?

Defisit Neraca Perdangangan Menyentuh Angka Tertingginya Sepanjang Sejarah

Neraca perdagangan pada bulan Juni 2012 mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah bagi perdagangan Indonesia sebagai dampak melemahnya permintaan China dan Eropa. Nilai defisit neraca perdagangan Indonesia mencapai USD 1,32 milyar yang diperoleh dari kinerja impor sebesar USD 16,69 milyar dan ekspor sebesar USD 15,36 milyar pada periode tersebut . Kinerja ekspor pada bulan Juni 2012 menurun sebesar 16,44% dibandingkan bulan yang sama di tahun 2011, sedangkan impor meningkat sebesar 10,71% dibandingkan tahun sebelumnya namun turun 2,05% dibandingkan bulan sebelumnya. Pada semester I 2012, Indonesia mencatat defisit perdagangan dengan China, salah satu mitra dagang utama Indonesia, sebesar USD 4,045 milyar lalu diikuti oleh defisit perdagangan dengan Thailand dan Jepang masing-masing sebesar USD 3,070 milyar dan USD 3,057 milyar.

Defisit Neraca Transaksi Berjalan Memburuk, Namun Aliran Modal Masuk Meningkat

Lebih lanjut, akibat defisit perdagangan, defisit neraca transaksi berjalan juga melebar akibat pelemahan ekonomi global. Defisit transaksi berjalan pada kuartal II 2012 mencapai USD 6,9 milyar (sebesar 3,1% PDB) dibandingkan dengan USD 3,2 milyar (sebesar 1,5% PDB) pada kuartal I 2012. Namun, di tengah memburuknya neraca transaksi berjalan, surplus neraca modal meningkat menjadi USD 5,5 milyar (sebesar 2,5% PDB) pada triwulan II 2012. Kombinasi defisit perdagangan dan defisit transaksi berjalan menyebabkan depresiasi nilai tukar IDR terhadap USD yang mencapai 4,6% sejak awal tahun 2012 ini. Sejauh ini, IDR menunjukkan kinerja paling buruk jika dibandingkan dengan mata uang pada kawasan Asia Tenggara. Hal ini menyebakan cadangan devisa tergerus menjadi US$106.6 billion (setara dengan  6,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri) akibat intervensi yang dilakukan Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan nilai tukar IDR terhadap USD.

1349058958112319748
1349058958112319748

1349058993308005426
1349058993308005426

Mendukung Pertumbuhan Yang Didorong Oleh Investasi

Kembali ke pertanyaan “Apakah ekonomi Indonesia mengalami pemanasan?” dengan mempertimbangkan melebarnya defisit transaksi berjalan dan melemahnya nilai tukar IDR terhadap USD? Dalam pandangan kami, pembalikan arah dari surplus transaksi berjalan menjadi defisit besar pada semester I 2012 ini mengindikasikan perekonomian domestik yang tumbuh secara terus menerus dan indikator makroekonomi saat ini belum menunjukan indikasi terjadinya pemanasan ekonomi.

Pertama, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Indonesia mencatat pertumbuhan ekonomi sebesar 6,37% pada kuartal II 2012 yang dimotori oleh investasi yang meningkat sebesar 12,31%  dari tahun sebelumnya. Nilai investasi tersebut menopang pertumbuhan nasional sebesar 32,84% pada kuartal II 2012, yang merupakan porsi dari investasi yang terbesar sejak krisis ekonomi global yang dialami pada tahun 2008. Pertumbuhan yang kuat dari investasi tersebut merefleksikan kebijakan moneter yang akomodatif serta pertumbuhan kredit perbankan yang kuat sebesar 25,7% yoy pada bulan Juni 2012 (sebesar 25,7% PDB).

13490590701723894843
13490590701723894843

13490591281015582269
13490591281015582269

Penanaman Modal Asing (FDI) di H1-2012 Berfokus Pada Sektor Pertambangan

Kedua, investasi juga menopang pertumbuhan ekonomi nasional melalui peningkatan aliran masuk modal asing atau Foreign Direct Investment (FDI) setelah Indonesia meraih kenaikan peringkat kredit kedua kalinya pada tahun 2012 ini. FDI yang mencetak nilai tertinggi pada semester I 2012 ini tumbuh sebesar 30,2% menjadi USD 12 milyar, dimana pada kuartal II ini FDI mencapai USD 6,2 milyar. Peningkatan FDI tersebut didorong oleh peingkatan investasi pada sektor pertambangan (sebesar USD 2,1 milyar), kemudian sektor farmasi (sebesar USD 1,4 milyar) dan sektor transportasi (sebesar USD 1,1 milyar).

13490592052011574991
13490592052011574991

Ketiga, impor barang modal pada semester I 2012 meningkat  sebesar 34,91% yoy menjadi USD 19,4 milyar. Lebih lanjut, proporsi impor barang modal pada semester I 2012 meningkat menjadi 20,1% terhadap total impor dibandingkan dengan 17,1% terhadap total impor pada periode yang sama tahun 2011. Peningkatan investasi dan output dari industri  domestik secara signifikan menyebabkan lonjakan impor barang modal. Impor barang modal didorong oleh impor mesin-mesin (sebesar USD 14 milyar), mesin listrik (sebesar 9,5 milyar) dan kemudian impor besi dan baja (sebesar USD 5,3 milyar).

1349059523697751669
1349059523697751669

1349059567361932465
1349059567361932465

Impor Permesinan Tumbuh Secara Signifikan

Dalam menghadapi defisit neraca transaksi berjalan yang pada akhirnya dapat mempengaruhi neraca pembayaran, pemerintah perlu segera meresponnya untuk meredam pelebaran defisit neraca transaksi berjalan ke depannya. Dengan tetap mempertahan BI rate pada level 5,75%, Bank Indonesia sebagai otoritas moneter telah meningkatkan suku bunga Fasilitas Bank Indonesi (FASBI) sebesar 25 bps menjadi 4% yang bertujuan untuk menjaga likuiditas dalam negeri dan kestabilan nilai tukar rupiah. Dalam pandangan kami, pemerintah perlu menjaga permintaan dalam negeri, mengurangi ketergantungan impor khususnya barang modal dan tetap mengupayakan peningkatan aliran modal asing masuk. Lebih lanjut, pemerintah dapat mengimplementasikan beberapa langkah kebijakan fiskal pada perdagangan, industri dan energi yang dapat meningkatkan kinerja neraca pembayaran.

This paper is a personal opinion from Josua Pardede, Economist of PT BNI Securities.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun