Mohon tunggu...
Josua Hasiholan Munthe
Josua Hasiholan Munthe Mohon Tunggu... MAHASISWA -

Seorang Mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember Angkatan 2018 Departemen Manajemen Bisnis

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Sanggupkah LPSK sebagai Sandaran Hukum Saksi dan Korban?

21 November 2018   15:54 Diperbarui: 21 November 2018   21:32 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Terkadang pengalaman menjadi pelapor, saksi dan korban dalam suatu pelanggaran hukum yang semakin  merajalela adalah suatu privasi bagi diri sendiri. Mengumbar pengalaman tersebut kadang menimbulkan ancaman yang berasal dari pelaku dan pihak terkait. Tapi di samping itu ada kalanya juga pihak pihak yang pernah menjadi korban, saksi atau perantara dalam suatu pelanggaran hukum tersebut dengan sigap melapor kepada pihak yang berwajib. 

Keberanian tersebut dibarengi oleh rasa optimisme pelapor akan tindak nyata keadilan yang dijunjung tinggi di Indonesia. Tapi yang perlu dihindari adalah mencari keadilan dengan melapor pelaku tanpa mengetahui prosedur pelaporan yang baik dan sesuai hukum, misalnya dengan menyebarkan pelanggaran pelaku didalam media massa dimana postingan tersebut dapat melanggar UU ITE. 

Dan prosedur tersebut juga berguna untuk menghidari kemungkinan posisi kita yang menjadi pelapor berubah menjadi tersangka atas pelanggaran hukum tertentu dan mendapatkan hukuman dari pihak  berwenang.

Semua hal yang berhubungan dengan kasus diatas diatur dalam UU RI nomor 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Sebagai perpanjangan tangan pemerintah, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) bekerja sama dengan aparat penegak hukum diamanahkan untuk menjadi tempat pengaduan dan perlindungan para pelapor, korban, dan saksi dari tindak kejahatan lainnya yang mungkin akan terjadi. 

Berbagai kesuksesan telah dicapai LPSK dalam menanggapi kasus pelanggaran hukum, dan saat ini berbagai program di lakukan untuk mencapai level maksimal dalam kinerjanya, misalnya perpanjangan kerja sama LPSK dengan Polri dan kerjasama LPSK dan KPK untuk pengoptimalan kerja serta menuntaskan permasalahan yang ada di Indonesia. 

Pengoptimalan tersebut bertujuan agar LPSK memiliki nilai kredibel dan berintegritas dimata masyarakat. Nilai kredibel yang merupakan tolak ukur dalam kepercayaan masyarakat kepada LPSK berasal dari Integritas yang kuat dalam konsistensi antara tindakan dengan nilai dan prinsip yang dipegang teguh oleh LPSK.

Pandangan buruk kepada LPSK dan aparat hukum

Dalam konteks ini, pelapor, saksi dan korban adalah kunci utama, tapi kadang pihak pihak tersebut tidak melaporkan pelanggaran hukum yang terjadi karenakan adanya pandangan buruk masyarakat terhadap LPSK maupun aparat hukum. Pandangan tersebut dapat berupa anggapan LPSK dan aparat hukum yang arogan, keras, berbelit belit, meminta upah, mengintimidasi dan diskriminasi. 

Anggapan tersebut mungkin didapatkan dari ketidaksempurnaan dalam menyerap informasi, adanya kesalahpahaman masyarakat atau bahkan perilaku beberapa anggota LPSK dan aparat hukum yang tertangkap basah melanggar peraturan. 

Untuk itu, penulis sebagai posisi dalam masyarakat berharap, LPSK dan aparat hukum lebih memasyarakatkan diri seperti melakukan penyuluhan dan sosialisasi sehingga terciptanya pemahaman yang sempurna masyarakat dan terciptanya korelasi yang baik antar pihak. Disamping itu, LPSK dan aparat hukum juga harus menjunjung tinggi kode etik profesi masing masing agar tidak terjadi penyimpangan dalam jabatan.

Prosedur Pelaporan Pelanggaran Hukum

Pandangan buruk terhadap LPSK dan aparat hukum yang teratasi akan mengembalikan rasa kepercayaan masyarakat. Kepercayaan tersebut menjadi modal utama masyarakat dalam optimisme pengaduan pelanggaran hukum dan perlindungan dari LPSK. Dalam hal pengaduan pelanggaran, masyarakat harus menerapkan prosedur pelaporan sesuai dengan hukum berlaku.

Tahap pelaporan pertama pada kepolisian

Berdasarkan Majalah Dandapala Edisi 3 tahun 2018, Ditjen Badilum, Mahkamah Agung yang dikutip oleh integriti menyatakan bahwa

1. Begitu memasuki kantor kepolisian, pelapor langsung menuju ke bagian Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT)

2. Setelah melaporkan, pelapor berhak mendapatkan surat tanda penerimaan laporan dari penyelidik, begitu pula dengan penyelidik yang wajib memberikan surat penerimaan laporan tersebut. Keseluruhan prosedur ini sama sekali tidak dibebankan sepeser rupiah pun.

Pengaduan dapat dilakukan secara lisan ataupun tertulis. Saat ini, pelaporan dapat dilakukan dengan menelpon nomor darurat kepolisian, yakni 110

Tahap pelaporan kedua pada LPSK

  • Mengajukan surat permohonan langsung tertulis ke LPSK. Surat ini, bisa diajukan melalui surat, email, fax maupun datang langsung ke LPSK.
  • Permohonan tertulis tersebut, berisi Identitas pemohon, kronologis kasus yang dialami pemohon, bukti dan keterangan mengenai tingkat ancaman yang dialami saksi serta bentuk perlindungan apa yang dibutuhkan pemohon.
  • Surat permohonan itu, harus dilampiri fotocopy KTP, fotocopy tanda penerimaan laporan di kepolisian/kejaksaan maupun KPK, fotocopy surat panggilan sebagai saksi, surat keterangan sebagai korban kejahatan atau korban pelanggaran HAM berat dari aparat penegak hukum serta melampirkan dokumen dan bukti terkait mengenai ancaman dan informasi penting yang dimiliki pemohon.

Perlindungan pelapor, saksi dan korban

Selama proses penyelidikan dan penyidikan, LPSK memiliki peran penting dalam melindungi korban dari ancaman dan teror yang mungkin terjadi. Pada kesempatan ini, penulis akan memberikan informasi yang mungkin bisa di jadikan referensi oleh LPSK guna meningkatkan optimisme dalam perlindungan pelapor, korban dan saksi. Terdapat dua macam perlindungan yang dapat di berikan yaitu, perlindungan jarak jauh dan perlindungan jarak dekat.

Pertama, perlidungan jarak jauh adalah perlindungan yang dilakukan melalui pemantauan dari kejauhan oleh pihak tertentu untuk menjamin keselamatan pihak yang dilindungi. Perlindungan ini dapat diterapkan apabila:

  • Identitas pelapor tidak diketahui oleh pelaku dan pihak terkait
  • Korban, saksi dan pelapor berpindah tempat tinggal tanpa diketahui oleh pelaku dan pihak terkait
  • Tersedia sistem keamanan 24 jam baik melalui saluran komunikasi khusus ataupun pengiriman pihak keamanan ketempat tinggal baru korban, saksi, dan pelapor untuk mengantisipasi kemungkinan  terjadi hal yang tidak diinginkan
  • Sistem GPS atau pelacakan posisi pelapor, korban dan saksi yang selalu terhubung
  • Pelapor memiliki kesibukan kerja atau lainnya sehingga tidak bisa dikarantinakan
  • Undang Undang menyetujui sistem perlindungan jarak jauh.

Perlindungan jarak jauh ini, dapat menghemat anggaran yang dikeluarkan oleh LPSK, pelapor dapat hidup seperti biasanya dan tidak menghambat aktivitas pelapor dalam kehidupan sehari hari.

Kedua, perlindungan jarak dekat adalah perlindungan intens yang dilakukan oleh pihak tertentu dalam kawasan tertentu untuk menjamin keselamatan pihak yang dilindungi, perlindungan ini dapat diterapkan apabila:

  • Pelapor, saksi, dan korban telah diketahui pelaku dan pihak terkait sehingga rentan terhadap ancaman, teror, dan tindak kejahatan lainnya dari pihak pelaku
  • Trauma korban dan saksi sehingga memerlukan rehabilitasi dan rekonstuksi psikososial, fisik dan mental
  • Perlindungan ekstra atas kasus besar
  • Tersedia anggaran LPSK dalam membiayai pelapor, saksi dan korban sampai kasus selesai
  • Diatur dalam Undang Undang
  • Membutuhkan informasi bertahap dari pelapor demi perkembangan dalam penyelesaian kasus

Perlindungan jarak dekat dapat dilakukan dengan memberikan tempat tinggal khusus oleh LPSK baik berupa asrama atau bentuk lainnya beserta kebutuhan yang diperlukan pelapor, korban dan saksi dengan sistem keamanan 24 jam.

Penulis juga berharap, selama penyidikan dan penyelidikan berlangsung tidak ada diskriminasi SARA yang dilakukan oleh LPSK maupun aparat penegak hukum. Semua sama dimata hukum. Dalam hal ini, penulis berharap adanya lembaga khusus yang mencari informasi pelaku dan pihak penanggungjawab pelaku atau pihak LPSK yang menangani pelaku terlebih dahulu mengenai hubungan maupun ikatan yang mungkin terjadi antar pelaku dan penanggungjawab pelaku yang dapat menghambat proses keadilan dalam tindak pidana.

Penutup

Berdasarkan pembahasan diatas, penulis menyimpulkan bahwa LPSK adalah lembaga yang diberikan mandat untuk menjunjung tinggi keadilan di Indonesia melalui perlindungan yang diberikannya. 

Berbagai langkah diterapkan untuk menjadikan LPSK sebagai lembaga kredibel dan berpegang teguh pada integritas profesi, sehingga pandangan buruk masyarakat terhadap LPSK tidak lagi menjadi momok dalam pengaduan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh orang lain. 

Dalam menyambut pemilihan pemimpin baru LPSK 2018-2023, masyarakat pastinya membutuhkan pemimpin yang menjunjung tinggi keadilan di Indonesia, pemimpin yang dekat kepada masyarakat sehingga tidak ada lagi rasa takut untuk melaporkan pelanggaran hukum. Masyarakat juga berharap ditangan pemimpin yang baru. 

LPSK semakin gencar mempromosikan dan melaksanakan sosialisasi akan adanya LPSK sebagai lembaga perlindungan yang mungkin masih banyak orang merasa awam terhadap LPSK. Ditambah lagi, dengan adanya inovasi atau kebijakan baru yang lebih maju dan baik yang akan diterapkan oleh calon pemimpin LPSK.

***

DAFTAR PUSTAKA: 1 2

Mon, 2013, Ini Prosedur Peroleh Perlindungan LPSK, dilihat 21 November 2018

Integriti, 2018, Prosedur Pelaporan Tindak Kejahatan, dilihat 21 November 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun