Mohon tunggu...
Josua Gesima
Josua Gesima Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S2

Seorang yang berkecimpung dalam Teologi, Filsafat, Ekonomi, Ekologi, dll.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ciri-Ciri Antropologis Pengetahuan (1)

18 November 2022   09:13 Diperbarui: 18 November 2022   09:24 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Ciri Antropologis Pengetahuan

Pada bab pertama buku Dari Kosmologi ke Dialog, Karlina Supelli berupaya memaparkan bahwa pengetahuan sangat dipengaruhi oleh dimensi antropologis. Pembahasan ini didasarkan pada keprihatinannya akan cuaca kultural bangsa Indonesia yang ditandai oleh berbagai gejala fanatisme dan ekstremisme. Menurut Supelli, fenomena ini persis merupakan penghalang kemungkinan membentuk masyarakat yang pluralis. 

Secara kritis, Supelli memandang realitas tersebut menimbulkan masalah sebab ada kecenderungan pemutlakan, yang mengarah pada dogmatisasi pengetahuan melalui penyingkiran ciri antropologis. Adapun ciri antropologis sebuah pengetahuan terindikasi melalui adanya laku mengetahui dan laku memahami. Dengan demikian, kritik utama Supelli menyatakan bahwa dialog antara sains, filsafat, dan agama, akan terbuka jika, dan hanya jika, ciri antropologis pengetahuan tersebut dihargai secara memadai (Supelli dkk 2011, 21).

Sebagai seorang filsuf yang berlatar belakang astronom, Supelli berupaya menjelaskan ciri antropologis pengetahuan melalui kerangka berpikir kosmologi. Tiga alasan utama Supelli melihat relevansi kosmologi terhadap upaya penemuan ciri antropologis pengetahuan, yaitu: Pertama, meskipun kosmologi dipahami sebagai ilmu empiris, namun ia tetap tidak terlepas dari tradisi mistis, religius, dan filosofis dalam upaya memahami peralihan realitas tanpa ruang-waktu ke realitas relatif dalam ruang-waktu (asal-usul dunia). 

Paradoks ini mengantar fokus ganda kosmologi, yaitu struktur dan evolusi alam semesta; kedua, kosmologi terbuka bagi pendekatan transdisiplin – melampaui multidisiplin atau lintas disiplin – untuk problem-problem mendasar yang penafsirannya beririsan dengan ragam bidang pengalaman manusia; dan ketiga, kosmologi merupakan sains yang unik karena alam semesta itu sendiri unik (Supelli dkk 2011, 23-5). Mengacu pada cara kosmologi dan dengan tiga titik berangkat di atas, Supelli menjawab kerisauan yang dikemukakan di awal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun