Mohon tunggu...
Josua Gesima
Josua Gesima Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S2

Seorang yang berkecimpung dalam Teologi, Filsafat, Ekonomi, Ekologi, dll.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Rasionalitas, Sains, dan Ketidakpastian (3)

18 November 2022   08:12 Diperbarui: 18 November 2022   08:12 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

SAINS, RASIONALITAS, DAN KETIDAKPASTIAN 

SAINS, RASIONALITAS, DAN KETIDAKPASTIAN di bagian pengantar dia mengungkap bahwa banyak para filsuf menentang teori Kuhn pada bukunya mengenai struktur revolusi ilmiah dimana bagi pengkritiknya ide-ide utamanya tidak masuk akal, kontrakdiktif dan salah. Akan tetapi ada juga diantaranya yang berselisih paham dengan teori-teori Kuhn, mereka mekutip ide Kuhn dan memasukkan ke dalam tesis mereka.

Teori pilihan ini adalaha hasil dari revolusi ilmiah dari Kuhn. Dalam bukunya Struktur Revolusi Ilmiah, Kuhn bermaksud untuk membedakan bentuk persuasi dan argumentasi rasional yang terjadi dalam komunitas ilmiah dari bentuk persuasi irasional yang yang di tuduh mendukung. Jadi menurut Kuhn juga ilmu pengetahuan dapat berkembang melalui cara revolusi ilmiah, sedangkan revolusi ilmiah terjadi lewat perubahan paradigma.  

Bagi Kuhn, karakter penilaian dan pertimbangan rasional kita mengenai pilihan teori paradigma saingan dibentuk oleh praktik sosial dari komunitas ilmiah yang relevan. Dia mendaftar lima kriteria pilihan: "akurasi, konsistensi, ruang lingkup, kesederhanaan, dan kesuburan.

Karya Kuhn dapat dilihat sebagai tantangan yang mengklaim bahwa asumsi ini adalah dasar untuk kegiatan ilmiah. Atau, untuk membuatnya lebih hati-hati, Kuhn berpikir bahwa asumsi seperti itu diperlukan untuk sains normal, itu tidak berlaku pada saat krisis ilmiah. Melepaskan asumsi semacam itu tentang kesepadanan tidak berarti mempertanyakan rasionalitas sains, melainkan mengubah pemahaman kita tentang karakter rasionalitas dalam perselisihan dan konflik ilmiah.

Bernstein mengklarifikasi bahwa banyaknya kesalahan tafsir, yang melebih-lebihkan pada karya Kuhn. Misalnya Popper yang mengatakan tesis ketidakpastian dimaksudkan untuk mendukung mitos kerangka. Ini adalah kebalikan dari apa yang dikatakan Bernstein kebenaraan dari tesis ketidakpastian itu bukanlah penutupan tetapi keterbukaan. 

Bernstein mengatakan dalam filsafat ilmu telah menunjukkan kepada kita bahwa setiap pernyataan abstrak tentang apa yang seharusnya menjadi aturan permanen, metode, atau standar penyelidikan ilmiah ternyata tidak benar untuk penyelidikan ilmiah yang sebenarnya. Bernstein memberi perspektif yang sedikit berbeda untuk memahami koherensi dialektis dari perkembangan filsafat ilmu di abad kedua puluh. Untuk tujuan heuristik, kita dapat membaginya ke dalam beberapa tahap. 

Tahap pertama ditandai dengan upaya untuk membumikan – pengetahuan ilmiah dengan mengacu pada istilah tunggal sebagai unit epistemologis utama. Tahap kedua ditandai dengan pergeseran ke proposisi, pernyataan, atau kalimat deskriptif sebagai unit epistemologis utama untuk landasan pengetahuan empiris. Ini memulai pencarian kriteria makna kognitif yang akan sekali dan untuk selamanya membedakan proposisi yang bermakna secara empiris dari proposisi yang diarak sebagai proposisi yang bermakna secara kognitif tetapi gagal memenuhi kriteria makna empiris yang "ketat". Tahap ketiga ini terbukti sangat tidak stabil, karena berbagai alasan. Ada kesulitan yang mendalam dalam mencoba menjelaskan apa itu skema konseptual, bagaimana kita membatasi satu skema konseptual dari yang lain, dan seberapa radikal perbedaan di antara berbagai skema konseptual.

 Jadi, Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa paradigma merupakan elemen primer dalam program sains atau ilmu pengetahuan. Melalui paradigma seorang ilmuwan dapat memecahkan masalah-masalah yang lahir dari kerangka ilmunya, sampai pada munculnya anomali yang tak dapat di selesaikan dengan paradigma yang telah ada dan menuntut untuk adanya revolusi paradigma baru terhadap ilmu tersebut. 

Menurut Kuhn, ilmu dapat berkembang secara yaitu selalu terbuka untuk direduksi dan dikembangkan. Kuhn menjadikan teori tentang ilmu pengetahuan lebih cocok dengan situasi sejarah dengan demikian diharapkan filsafat ilmu lebih mendekati kenyataan ilmu dan aktivitas ilmiah sesungguhnya. Menurutnya ilmu harus berkembang secara revolusioner bukan secara kumulatif sehingga faktor sosiologis, antropologis dan historis ikut berperan.Kuhn berpendapat bahwa perkembangan ilmu juga membedakan adanya dua tahapan periode dalam setiap keilmuan, yakni periode pra-paradigmatik dan periode ilmu normal (normal science).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun