Pada dasarnya bahwa hukum tata negara membicarakan mengenai sebuah aturan negara. Artinya, hukum tata negara menyangkut segala bentuk aturan yang mengatur organisasi negara atau susunan strukstur sistem kenegaraan.Â
Seperti halnya, mengatur susunan antar lembaga negara seperti eksekutif, yudikatif, dan legislatif. Termasuk di dalamnya yaitu KPK atau dikenal dengan Komisi Pemberantasan Korupsi.Â
Adapun KPK memiliki kewenangan tersendiri yang bertugas sebagai memberantas korupsi yang dihasilkan oleh pejabat publik. Tentunya, peran KPK sangat penting dalam menjaga keseimbangan negara akan nilai kerugian yang dihasilkan oleh para elit koruptor yang dimana koruptor berasal dari partai politik (Parpol).
Seperti yang diketahui bahwa, KPK sebelum pembentukan omnibus law merupakan lembaga negara yang independen atau dikenal dengan lembaga yang berdiri sendiri. Artinya, KPK tidak dapat dicampur tangani oleh badan lembaga apapun atau partai politik maupun kepentingan individu.Â
Dengan ini, KPK menunjukan otoritasnya atas kemampuan yang diserahkan sepenuhnya untuk menjaga eksistensi kedaulatan negara. Dalam menjaga keseimbangan negara, maka KPK bertanggung jawab secara penuh untuk tetap bersikap jujur dan adil dalam mengawasi kinerja pemerintahan.Â
Adapun peran KPK dapat dikatakan sebagai badan pengawasan negara atau sebagai alat Controlling, dimana prospek kerja pemerintahan diawasi secara penuh. Dalam proses penangkapan sebelum omnibus law, proses penangkapan KPK tergolong mudah.Â
Proses penangkapan dapat dilakukan tanpa adanya surat persetujuan pihak manapun. Akan tetapi, pada masa setelah pembentukan omnibus law, maka KPK ditetapkan sebagai lembaga Eksekutif.Â
Artinya, keberadaan KPK dibawah pemerintahan presiden. Hal ini, menandakan bahwa KPK diawasi dengan presiden dan setingkat dengan menteri, sehingga keputusan yang diambil sama dengan kekuatan keputusan yang dikeluarkan menteri. Dalam proses penangkapan pada masa ini terlihat cukup rumit. Sebab, proses penangkapan harus disertai dengan persetujuan presiden.
Tujuan KPK berada di lembaga eksekutif yaitu, melihat keefektivitas kinerja dalam mengawasi serta memberantas korupsi untuk menjaga keseimbangan negara.Â
Tingkat efektivitas KPK dilihat berdasarkan jumblah kasus korupsi yang diraih. Misalnya, kasus korupsi sebelum omnibus law pada tahun 2019 terlihat penangkapan memasuki total 271 kasus korupsi dengan tersangka sebanyak 580 dan kerugian sebesar 8,41 Triliun Rupiah.Â
Sementara itu, Kasus korupsi setelah omnibus law berdasarkan indeks ICW tahun 2021 sebanyak 1.282 kasus dengan tersangka sebanyak 1.404 dan kerugian 62,9 Triliun Rupiah.Â