Mohon tunggu...
Joss Riono
Joss Riono Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kebiri Kimia untuk Penjahat Seksual, Amankah? Apakah Akan Menyebabkan Kanker?

10 Mei 2016   19:49 Diperbarui: 10 Mei 2016   22:16 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kita dikejutkan oleh kematian Yuyun, seorang anak gadis yang berumur 14 tahun yang diperkosa oleh 14 laki laki dan kemudian dibunuh. Peristiwa perkosaan dan pembunuhan anak anak silih berganti terjadi sehingga ramai ramai orang dan organisasi lembaga swadaya masyarakat menyuarakan untuk mengebiri penjahat sexual tersebut. Tetapi saran kebiri kimia untuk penjahat sexual belum direalisasikan karena menurut Menteri Kesehatan ada efek samping yang akan diderita pelaku, bisa sampai kanker, demikian Ibu menteri, yang saya kutip dari Kompas secara verbatim tanggal 10  Mei 2016.

Sejarah kebiri pada manusia sama tua nya dengan kebudayaan manusia modern itu sendiri. Kita pernah mengenal para Kasim (pria kebiri) yang digunakan untuk menjaga harem para raja raja jaman dahulu di beberapa kultur kebudayaan. Pada abad ke 18, para remaja pria di kebiri dan mereka para remaja yang dikebiri tersebut kemudian dijadikan para penyanyi koor sehingga mampu melagukan suara melengking tinggi dan bertenaga.

Kebiri untuk penjahat sexual menurut sejarahnya pernah dilakukan oleh Dr, Harry Sharp, di Negara bagian Indiana Amerika Serikat, yang melakukan kebiri secara surgical sebanyak 200 penjahat sexual, dan sejak saat itu Negara bagian Indiana melegalkan kebiri surgical untuk penjahat sexual.

Di Indonesia, di Negara yang berkeTuhanan yang Maha Esa, para penjahat sexual masih untung, karena mereka hanya dikenai hukuman maximal kurungan penjara 15 tahun, tak pernah dalam sejarah republik ini para penjahat sexual tersebut dikebiri, baik secara surgical maupun kebiri secara kimia.

Dengan kemajuan ilmu kedokteran, beberapa penelitian untuk menurunkan nafsu sexual para penjahat kelamin tersebut mulai dilakukan. Pada tahun 1944, para dokter menggunakan derivate hormone progesterone, diethylstilbestrol, untuk mengurangi produksi hormone testosterone, hormone yang bertanggung jawab terhadap libido seorang pria. Lalu pada tahun 1960, seorang dokter Jerman, menggunakan anti androgen kepada pasien nya yang penisnya ereksi terus. Tahun 1966, Dr John Money, menjadi dokter pertama di Amerika yang menggunakan medroxy-progesterone-acetate (MPA) untuk para pedofil dan penjahat kelamin. 

Biarpun penggunaan MPA tidak disetujui oleh FDA (BPOM nya Amerika), penggunaan MPA secara ekstensif mampu menekan angka kejahatan sexual secara dramatis di Amerika. Demikian juga penggunaan cryptoterone acetate dipakai secara meluas di Eropa dan Canada untuk memerangi penjahat sexual yang memangsa anak anak tak berdosa. Obat obat anti androgen dan gonadotropin releasing hormone (GnRH)analog triptolerin, Luteinizing Hormone releasing hormone agonist leuprolide acetate dan Goserelin, banyak dipakai untuk kebiri kimia, dan sangat efektif sekali untuk memerangi kejahatan para penjahat kelamin ini.

Kejahatan sexual terhadap anak telah dimasukkan oleh Presiden Joko Widodo sebagai kejahatan luar biasa. Di Amerika Serikat, prosentase kejahatan terhadap anak berkisar antara 3 sampai 6 % anak berusia kurang dari 18 tahun. Populasi kejahatan anak yang begitu besar di Amerika membuat beberapa Negara bagian di Amerika Serikat memasukkan hukuman kebiri surgical dan kebiri kimia ke dalam sistim hukum mereka. Pada tanggal 18 September 1996, California menjadi Negara bagian pertama yang meratifikasi hukuman kebiri surgical atau kebiri kimia dalam sistim hukumnya. Biarpun hukuman ini sempat menjadi kontroversi, tetapi delapan negara bagian lainnya mengikuti hukuman kebiri surgical dan kebiri kimia dalam memerangi kejahatan sexual terhadap anak. 

Kejahatan sexual, apalagi kejahatan sexual terhadap anak merupakan problem kesehatan masyarakat yang sangat mengerikan. Oleh sebab itu tindakan tindakan hukum sebagai upaya untuk penggentar atau pencegahan layak dilakukan. Oleh karena itu legislasi untuk melakukan kebiri bagi para penjahat kelamin tersebut, kebiri surgical maupun kebiri kimia layak dilakukan. 

Berkaca pada pengalaman di Amerika Serikat, sampai saat ini, belum ada satu usahapun, dari masyarakat atau dari lembaga hak hak asasi manusia yang menuntut hukuman kebiri surgical atau kebiri kimia dihapuskan dari sistim hukum mereka. Agaknya para ahli kesehatan masyarakat dan masyarakat di Amerika serikat sadar betapa kejahatan sexual tergadap anak adalah kejahatan yang luar biasa, sehingga perlu dilakukan usaha usaha yang luar biasa juga untuk memeranginya.

Setidak-tidaknya para penjahat sexual yang tertangkap dan setelah menjalani sistim peradilan yang terbuka dan jujur, di kebiri secara surgical, sehingga mereka tidak bisa lagi menjadikan anak anak sebagai sasaran sexual mereka. Mereka yang telah dikebiri dapat dipakai untuk menjaga tempat tempat pelesiran para hidung belang seperti Alexis, Malioboro, Travel, Classics atau dapat juga mereka menjadi anggota paduan suara para kasim, yang bersuara seperti para penyanyi seriosa dunia. Mungkin Indonesia akan menjadi tempat lahirnya para penyanyi anggota koor kebiri yang bersuara melengking merdu dan bertenaga.

Pengalaman di Amerika Serikat, Canada dan Eropa yang melaksanakan hukuman kebiri kimia terhadap penjahat kelamin tersebut ternyata tidak ada laporan yang mengatakan bahwa mereka akan mendapatkan kanker. Bahkan beberapa kanker prostate salah satu terapi nya adalah dengan memakai kebiri kimia.

Jadi menunggu apa lagi? Presiden Jokowi dan Komisi Perlindungan Ibu dan Anak serta para menteri telah berlomba lomba menyuarakan hukuman maksimal bagi para penjahat sexual tersebut. Daripada hukuman mati, lebih baik penjahat penjahat sexual tersebut dikebiri, dan kita mendapatkan satu koor paduan suara para kebiri atau para kasim penjaga Alexis dan Malioboro.

Dr Joss Riono, Lions Save Sight Foundation Perth - Australia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun