Mohon tunggu...
Joshua
Joshua Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - SMA Kanisius

Selamat Menikmati Tulisan Saya

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menilik Makna Toleransi Melalui Perjumpaan Anak Muda

10 November 2024   08:29 Diperbarui: 10 November 2024   08:37 1240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keakraban yang terjalin antara para Santri Pesantren Amanah dengan Kanisian (dokpri)

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana,
dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana,
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.
(Aku Ingin, Sapardi Djoko Damono)

Toleransi. Kata yang terdengar ideal dan seolah mudah diwujudkan. Namun, realitas masa kini justru semakin jauh dari sikap toleran, terutama dengan hadirnya teknologi yang kian menjauhkan anak-anak muda dari kedekatan nurani. Generasi muda, khususnya yang tinggal di kota metropolitan, sering kali terjebak dalam rutinitas yang serba cepat dan sikap individualisme. Ketika kesibukan kota menggerus ruang dan tenaga, sikap toleran yang seharusnya dipraktikkan sering kali digantikan dengan sikap acuh tak acuh.

Terkadang, kita perlu berani untuk berhenti sejenak dari rutinitas. Ibarat kopi yang baru terasa nikmat setelah ampasnya mengendap, begitu pula hidup kita. Jika terus "mengaduk" kehidupan tanpa memberi waktu untuk mengendap, kita tidak akan menemukan makna dari setiap hal yang dilakukan. Makna toleransi tidak dapat diperoleh hanya dari buku pelajaran, melainkan harus dirasakan dan dialami secara langsung.

Makna toleransi tidak dapat diperoleh hanya dari buku pelajaran, melainkan harus dirasakan dan dialami secara langsung.

Pagi itu, tepat pukul 7 pagi, tas, koper, dan perlengkapan lainnya mulai dimasukkan ke dalam bagasi bus. Para Kanisian (sebutan bagi siswa Kolese Kanisius) berbaris rapi memasuki kendaraan. Mereka hendak pergi untuk "mencicipi" makna toleransi dalam kegiatan ekskursi 2024. Kegiatan ekskursi yang dilaksanakan pada 30 Oktober - 1 November 2024 mengusung tema "Embrace, Share and Celebrate Our Faith". Kegiatan ini bertujuan untuk menyatukan kiprah anak muda Indonesia tanpa terhalang segala bentuk perbedaan, termasuk kepercayaan.

Perjalanan menuju pondok pesantren Amanah, Tasikmalaya memakan waktu selama 7 jam. Setibanya di pondok pesantren, para santri sudah berbaris rapi untuk menyambut kehadiran kami. Tidak butuh waktu lama, tampak keakraban anak-anak santri dengan pendatang baru, siswa Kolese Kanisius di Pesantren Amanah.

Kolaborasi para Santri dengan Kanisian dalam malam kesenian (dokpri)
Kolaborasi para Santri dengan Kanisian dalam malam kesenian (dokpri)

Cerminan Nusantara
Gambaran sederhana persahabatan di Pesantren Amanah mencerminkan cita-cita para pemuda pada 28 Oktober 1928. Kesamaan dan tekad untuk bersatu melampaui batas-batas daerah, suku, dan agama. Persatuan ini didasari oleh semangat kebangsaan dan rasa saling menghormati yang menjadi fondasi kuat bagi Bangsa Indonesia untuk merdeka (1).

Cerminan Nusantara tampak melalui berbagai kegiatan yang dilakukan para santri  Pesantren Amanah bersama dengan 22 orang Kanisian. Ikrar Sumpah Pemuda yang dulu diucapkan para tokoh perjuangan seakan bergema kembali selama tiga hari kegiatan ekskursi 2024. Identitas diri sebagai satu bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa menjadi landasan kokoh dalam memahami keberagaman dan menumbuhkan toleransi. Selama tiga hari tersebut, semangat persatuan tampak menyala dalam dada setiap anak muda.

Melalui berbagai kegiatan, seperti mengaji, olahraga bersama, makan bersama, diskusi bersama, bermain musik bersama, dan belajar bersama, anak muda merangkai momen-momen tersebut menjadi kekuatan kolektif dalam membangun visi untuk negeri. Pengalaman tinggal di Pesantren Amanah membukakan wawasan Kanisian tentang kesederhanaan dan kedisiplinan.

Santri sedang mengajarkan Kanisian mengenai cara memakai sarung yang benar (dokpri)
Santri sedang mengajarkan Kanisian mengenai cara memakai sarung yang benar (dokpri)

Keberagaman terangkai lewat berbagai perjumpaan dan interaksi. Bumi Nusantara dikukuhkan di atas perbedaan suku, agama, budaya, dan ribuan pulau yang membuatnya kaya akan makna. Perbedaan-perbedaan yang ada bukanlah pemisah, tetapi sumber kekuatan yang memperkaya identitas bangsa. Dalam setiap pertemuan, tercipta kesempatan untuk saling memahami dan belajar. Keberagaman adalah cermin dari kekayaan sejarah dan budaya Indonesia yang perlu dilestarikan dan diwariskan kepada generasi mendatang.

Meski begitu, tidak dapat dipungkiri, perbedaan sering kali mendatangkan konflik. Namun, dengan kesadaran dan pikiran yang terbuka, mau tak mau kita harus hidup berdampingan dengan damai. Oleh sebab itu, diperlukan rasa saling memahami (mutual understanding) yang akan merangkai keberagaman menjadi simfoni (2). 

Mengembangkan sikap saling memahami memerlukan kemampuan untuk mendengarkan dan menghargai sudut pandang orang lain. Proses ini melibatkan ruang-ruang untuk berdialog, berbagi pengalaman, dan menjalin hubungan antar kelompok yang berbeda. Melalui hal tersebut, prasangka beralih jadi pengenalan yang menumbuhkan cinta dan membangun hubungan harmonis. Toleransi dalam hal ini bukan hanya tentang menerima perbedaan, tetapi juga berusaha memahami dan merayakan keunikan yang dimiliki oleh setiap individu dan kelompok.

Memaknai toleransi melalui perjumpaan anak muda (dokpri)
Memaknai toleransi melalui perjumpaan anak muda (dokpri)

Pancasila sebagai Pandangan Hidup
Pancasila sebagai pandangan hidup banga merupakan dasar yang menuntun kehidupan sosial, politik, dan budaya masyarakatnya. Lima sila yang terkandung di dalamnya mencerminkan nilai-nilai luhur yang harus dijunjung tinggi, termasuk dalam mewujudkan keberagaman dan keharmonisan hidup bersama. Sebagai dasar negara, Pancasila mengajarkan pentingnya persatuan, keadilan, dan saling menghormati yang menjadi pijakan utama dalam menjaga kebhinekaan Indonesia. 

Tanpa generasi muda yang memperjuangkan nilai-nilai tersebut dalam berbagai kegiatan perjumpaan, mewujudkan keharmonisan akan tetap menjadi impian belaka. Peran aktif mereka dalam menjaga toleransi sangatlah krusial untuk memastikan bahwa persatuan dan keberagaman tetap menjadi bagian dari identitas bangsa. Melalui keterlibatan dalam interaksi sosial yang inklusif, generasi muda dapat menjaga agar keberagaman tidak hanya diterima, tetapi dirayakan sebagai kekuatan bangsa.

Karena itu, menyiapkan anak-anak muda yang memiliki mutual understanding melalui perjumpaan dan kolaborasi seharusnya menjadi cara pendidikan kita mengajarkan toleransi. Melalui perjumpaan, anak muda diharapkan bisa membangun jembatan penghubung antar kelompok, memperkuat kohesi sosial, dan merayakan keberagaman sebagai bagian integral dari kekuatan bangsa. Pada akhirnya, generasi muda adalah garda terdepan penjaga persatuan bangsa. Dengan merayakan keberagaman yang kita miliki, kita tidak hanya menjaga toleransi, tetapi juga mewariskan Indonesia yang damai dan inklusif.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun