Proses formasi pendidikan yang benar tidak hanya didasarkan pada aspek kompetensi, tetapi juga mengedepankan aspek kesadaran lingkungan. Sekolah bukan hanya untuk mendapatkan nilai-nilai semata yang tertulis indah di rapor, melainkan membangun sikap menjadi pribadi yang selalu terbuka untuk belajar.
Tuntutan seorang pelajar, terutama di kota besar, memang sangatlah berat. Tugas demi tugas berdatangan bagaikan hujan yang tak tahu kapan berhenti, membanjiri pikiran dan waktu mereka. Siswa terpaksa menguasai berbagai bidang ilmu sesuai arahan kurikulum, memadati hari-hari mereka dengan materi, latihan, dan ujian. Belajar seolah menjadi satu-satunya fokus, membentuk mindset bahwa tugas utama seorang pelajar hanyalah akademis. Mereka terhipnotis oleh persepsi bahwa keberhasilan diukur dari nilai dan prestasi akademik, tanpa memperhatikan aspek lain yang juga tak kalah penting, yaitu aspek lingkungan.
Hidup di kota metropolitan Jakarta sering kali membuat kita merasakan isolasi. Gedung-gedung tinggi yang menjulang, aspal yang memadati jalanan, dan deru kendaraan yang tiada henti membuat kita jauh dari ketenangan. Di tengah hiruk pikuk dan polusi yang mengelilingi, ruang untuk bernafas dan merenung terasa semakin sempit. Bahkan ketika kita berada di rumah, jarak yang terlalu dekat dengan tetangga hanya dibatasi oleh dinding-dinding beton dan jalan setapak. Setiap hari, kita terpapar oleh berbagai bentuk polusi yang tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga berdampak pada kesehatan mental dan fisik kita.
Coba kita bereuforia sebentar. Rasanya sudah lama sejak terakhir kali kita melihat bintang-bintang yang berkelap-kelip di langit malam tanpa ada cahaya kota yang mengganggu pandangan. Menghirup udara segar yang alami, sejuk dan dipenuhi aroma pepohonan, terasa seperti memori dari masa lalu yang semakin menjauh. Dulu, saat malam datang, suara jangkrik yang nyaring membawa kita ke dalam keheningan yang damai. Sekarang, deru mesin dan klakson kendaraan memecah malam, membuat kita lupa bagaimana rasanya mendengar alam berbicara.Â
Realita Saat Ini
Di tengah perkembangan teknologi dan urbanisasi, permasalan lingkungan menjadi prioritas utama bagi seluruh negara di dunia. Kerusakan lingkungan, polusi, penurunan muka tanah, dan  pemanasan global hanyalan beberapa contoh dari petaka besar yang dapat mengancam hidup manusia apabila tidak segera ditangani.Â
Lihatlah sekeliling kita! Masa kanak-kanak yang seharusnya dipenuhi keceriaan di taman bermain yang rimbun dengan pepohonan, kini hanya sebuah omong kosong belaka. Anak-anak di banyak kota besar terpaksa bermain di pinggiran kali yang dipenuhi sampah, dikelilingi bau busuk dan lingkungan yang tidak sehat. Pemandangan ini menggambarkan kenyataan pahit yang harus kita hadapi bahwa generasi mendatang mewarisi dunia yang semakin rusak jika kesadaran lingkungan tidak ditanamkan sedari kecil.
Menghadirkan kesadaran lingkungan sejak dini memang bukan hal mudah. Minimnya kepedulian antarsesama komunitas dan masyarakat membuat kita menjadi abai. Â Oleh sebab itu, penting agar pendidikan berbasis lingkungan harus dimulai dari lingkungan sekolah karena di situlah generasi muda menghabiskan sebagian besar waktunya. Sekolah harus menjadi agen perubahan, bukan hanya melalui teori, tetapi juga melalui tindakan nyata yang melibatkan siswa secara langsung dalam pelestarian alam.
Canvas; Kanisius pelopor SDGs