Mohon tunggu...
Joshua
Joshua Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - SMA Kanisius

Seorang siswa SMA yang sedang mempersiapkan studi lanjut di salah satu universitas terbaik di dunia.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Gula, Si Manis nan Mematikan

19 Juli 2024   11:23 Diperbarui: 1 Agustus 2024   21:51 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : https://www.medicalnewstoday.com

Keberadaan gula dalam makanan dan minuman komersial sudah menjadi hal yang biasa. Mayoritas minuman yang kita temui di supermarket, toko serba ada, dan toko-toko menjual minuman dengan pemanis. Hal itu sebanding dengan tingginya tingkat konsumsi minuman berpemanis di kalangan masyarakat. Indonesia menduduki peringkat ke-3 di Asia Tenggara dengan jumlah konsumsi sebanyak 20,23 liter/orang/tahun. 

Dalam artikel bertajuk The Toxic Truth About Sugar, mengkonsumsi gula dalam jumlah berlebih bisa menjadi pembunuh kejam, pelan tapi pasti. Tingginya konsumsi minuman berpemanis berkontribusi pada tingginya angka kematian, obesitas, dan penderita diabetes di Indonesia. Diabetes, yang dulunya dikenal sebagai penyakit orang dewasa, kini merasuk juga pada anak-anak dan remaja.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan tingginya konsumsi minuman berpemanis. Faktor pertama adalah lemahnya sistem regulasi yang mengatur tentang penjualan minuman berpemanis. Dalam UUD 1945 atau peraturan kementerian, tidak ada definisi standar minuman berpemanis. Faktor kedua adalah terjangkaunya harga minuman manis di Indonesia. Faktor terakhir adalah tingginya promosi minuman berpemanis di media sosial. Sifat gula dikatakan sama seperti "racun" sehingga pemerintah harus mengambil tindakan untuk membatasi konsumsinya. Keberadaan gula bisa membuat kecanduan bahkan kematian, sama seperti rokok, alkohol, dan narkoba. 

Apakah Gula Berbahaya?

Pada dasarnya, gula terdapat pada buah-buahan, sayur-sayuran dan bahan-bahan organik pada tingkat yang berbeda-beda. Dalam ilmu pengetahuan, gula dibedakan menjadi 3, yakni monosakarida (satu molekul gula), disakarida (dua molekul gula), dan polisakarida. 

Monosakarida dan disakarida adalah molekul gula yang mudah dicerna karena bentuknya sederhana. Sedangkan, polisakarida membutuhkan proses lebih lanjut untuk memecah molekul gula menjadi lebih sederhana.

Tubuh memiliki sistem tersendiri untuk mengatur kadar gula dalam darah. Apabila kadar gula di dalam darah sangat tinggi, tubuh akan memproduksi hormon insulin untuk mengubah glukosa menjadi glikogen. Glikogen yang dihasilkan kemudian di simpan di dalam otot dan hati sebagai cadangan. Apabila tubuh memerlukan gula, maka tubuh akan memproduksi hormon glukagon yang berfungsi untuk memecah glikogen menjadi glukosa kembali.

Kedua hormon tersebut diproduksi oleh organ pankreas. Apabila kadar gula dalam darah selalu tinggi, maka pankreas akan "dipaksa" untuk bekerja lebih keras. Hal ini memungkinkan terjadinya resistensi insulin. Resistensi insulin terjadi ketika sel-sel tubuh menjadi kurang sensitif terhadap insulin. 

Kadar glukosa yang tetap tinggi membuat penderita diabetes memiliki risiko tinggi mengalami luka terbuka yang sulit sembuh. Hal itu bisa memicu terjadinya infeksi dan diperlukan operasi medis untuk menyembuhkannya. Tidak jarang kita mendengar bahwa pasien diabetes yang sudah parah mendapat amputasi untuk mencegah infeksi menyebar ke bagian tubuh lainnya.

Pemerintah Mengambil Tindakan?

Sebagai pihak yang membuat regulasi, sudah seharusnya pemerintah Indonesia lebih memperhatikan kondisi kesehatan masyarakatnya. Membatasi kadar gula sudah sepatutnya menjadi urgensi pemerintah untuk menyelamatkan masa depan bangsa. Bayangkan apabila para anak muda yang memiliki peluang membangun bangsa harus menderita karena berbagai penyakit akibat diabetes.

Sumber gambar : tuturpedia.com
Sumber gambar : tuturpedia.com

Pemerintah berencana memberikan label pada kemasan minuman berpemanis berdasarkan tingkat kandungan gula di dalamnya. Sebenarnya, cara serupa sudah terlebih dahulu diimplementasikan oleh negara Singapura. Di Singapura, kemasan minuman berpemanis diberikan label nutrisi A,B,C,D sesuai dengan kandungan gula dan lemak jenuh per 100 ml. Grade A mengandung paling sedikit gula dan lemak jenuh, sedangkan Grade D mengandung paling banyak gula dan lemak jenuh.

Alternatif lain yang menurut penulis lebih cocok diterapkan untuk Indonesia adalah pemberian cukai pada industri minuman berpemanis dengan kriteria tertentu. Untuk itu, kita bisa meniru negara Inggris yang menerapkan cukai sebesar £ 0.24 untuk minuman dengan kadar gula lebih dari 8 gram per 100 ml dan £ 0.18 untuk minuman dengan kadar gula 5-8 gram per 100 ml. Hal ini akan lebih efektif karena masyarakat Indonesia sulit untuk meninggalkan gula. Mau tidak mau, pemerintah harus mengambil sikap tegas untuk itu.

Sebagai masyarakat, kita juga perlu bersikap bijak dalam menentukan kesehatan diri. Mengurangi konsumsi gula merupakan langkah penting untuk menjaga kesehatan dan mencegah penyakit seperti diabetes dan obesitas. Pada akhirnya, pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pola hidup sehat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun