Mohon tunggu...
Joshua
Joshua Mohon Tunggu... Konsultan - Akun arsip

Akun ini diarsipkan. Baca tulisan terbaru Joshua di https://www.kompasiana.com/klikjoshua

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Waspada Metode Penipuan Baru Oknum Salesman "Home Appliances"!

11 April 2012   02:11 Diperbarui: 6 Januari 2016   19:43 1845
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sungguh, saya tidak menyangka apa yang saya temukan usai berbelanja di salah satu pusat perbelanjaan di kawasan Cibubur, Jakarta, Selasa (10/04/2011) lalu. Benar-benar penipuan yang tidak terpikirkan oleh saya sebelumnya. Pada sore hari tepatnya sekitar pukul 16:00, saya tengah berbelanja bersama Oma di supermarket yang berada di dalam pusat perbelanjaan itu.

Nampaknya oknum salesman berinisial HS itu tahu saya baru saja meninggalkan supermarket karena Oma saya tengah mendorong troli menuju eskalator. Dengan berpakaian rapi, senyum ramah, kemampuan berbasa-basi ala salesperson, oknum salesman tersebut menghampiri kami dan menatap saya yang kebetulan hendak mengantongi struk belanja yang panjangnya hampir satu meter itu. Sambil meminjam struk belanja saya, HS kemudian mengajak kami untuk mengambil hadiah atau suvenir. Entah, apakah kami beruntung atau akan menjadi korban hipnotis, kami tidak tahu.

Usai melihat struk belanja saya sepintas dan menyerahkannya kepada salah seorang rekannya, saya dan Oma kemudian bergerak menuju sebuah showroom yang terletak di deretan kios bergengsi mall tersebut. Saya kira ini adalah sebuah showroom sepeda motor atau mobil, melainkan perlengkapan elektronik rumah tangga atau home appliances yang digayangi memiliki nilai lebih daripada produk lain yang sejenis dan dijual bebas di pasaran. Barang-barang yang sebenarnya tidak ingin saya koleksi, melainkan peralatan yang menjadi alasan para ibu-ibu rumah tangga membolongi kocek suaminya. Tipu daya demi tipu daya untuk membeli barang-barang jenis tersebut tidak mampu membutakan mata saya yang adalah penggila gadget dan media tools. Namun kali ini, saya harus akui bahwa saya sangat tertarik karena belum mengetahui "trik" apa yang ada di balik penjualannya.

Oma saya kemudian diarahkan untuk duduk di sofa empuk, dan meletakkan kaki di atas alat pijat refleksi telapak kaki. Kelihatannya Oma belum sadar bahasa wajah saya yang meminta Oma untuk segera meninggalkan tempat karena badan saya sudah mulai lemas. Apalagi waktu tempuh untuk pertemuan komunitas di Blok M, Jakarta, tinggal 1 jam lagi sebelum acara dimulai. Reaksinya? Oma hanya diam dan salesman tersebut terus-terusan mengoceh.

Gaya komunikasi yang dipakai si oknum salesman terbilang sangat membuai, apalagi bagi Oma saya. Dia keturunan Batak, namun melihat kami yang etnik Manado, lalu bahasa dan dialeknya seketika diubah. Kalau saya terjemahkan dalam bahasa anak muda, gaya ini disebut SKSD (sok kenal sok dekat). HS berkompromi bersama Oma seraya menyalakan home theatre set yang boleh saya bilang produk Tionghoa. Brand pada produk juga tidak familiar semisal Aowa dan Metrowealth. Mengapa saya katakan demikian? Saya mampu menganalisa dari bentuk, sistem operasi, brand dan juga fungsionalitasnya. Kalau di Glodok, harga untuk satu setnya tidak semahal yang mereka banderol. Sangat-sangat bersaing!

Terbuai dengan musik yang terlantun mendayu dan ditawarkan dengan label "super canggih", Oma saya kemudian menanyakan harga produk tersebut. Saya lihat di label dengan seksama dan melihat harga jualnya. Rp. 15 juta. Deg! Jantung saya langsung berdegup. Memang menarik harganya untuk perangkat home theatre all in one yang mampu memutar media musik, video dan gambar dari berbagai sumber, misalnya flashdisk, handphone, kamera, iPad dan  kepingan DVD. Melihat kesan instan tersebut rupanya tidak disia-siakan HS. HS meminta temannya untuk mengambil beberapa lembar kupon yang tertutup seperti PIN mailer yang kita dapat saat memperoleh kartu kredit untuk pertama kalinya. Beberapa lembar tersebut terkesan rahasia, dan Oma diminta oleh oknum yang lain untuk memilih salah satu dari beberapa kupon yang dipegangnya.

Alhasil, Oma saya mendapatkan home theatre seperti yang dipajang di showroom dan diincar oleh Oma secara gratis sebagai hadiah. Saya tidak tahu apa maksudnya. Kemudian HS meraih gagang telepon di mejanya dan menghubungi seseorang. Tak lain dan tak bukan adalah rekan kerjanya sendiri, agar kami percaya bahwa HS seolah-olah menghubungi kantor pusat untuk konfirmasi hadiah yang Oma raih dari kupon "geje" itu.

Dengan cara berkomunikasi yang santun, intonasi lembut serta gaya berdalih, perempuan di ujung telepon yang merupakan rekan para oknum salesman tersebut mengucapkan selamat pada Oma saya. Kepala saya menggeleng-geleng penuh heran lalu tertawa bersama dengan mereka, ya, para oknum yang gelagatnya mulai kami baca. Lantas, HS duduk di sebelah Oma dan menerangkan bahwa hadiah itu bisa dibawa pulang dengan beberapa syarat. Oma kemudian paham dan bermain bahasa mata dengan saya.

Syarat yang pertama, Oma diminta untuk mempromosikan produk yang dapat diboyongnya pulang hasil undian tersebut. Barang tersebut tidak boleh disimpan atau dibiarkan saja tanpa penggunaan, dan tidak boleh dijual, alias harus dipakai sendiri di rumah. Ketika syarat berikutnya disebutkan, yakni membawa pulang hadiah tersebut dengan pembelian, saya dan Oma lantas jadi ragu.

Para salesman menanyakan kartu pembayaran apa saja yang saya punya, dan saya akan mendapatkan poin undian tambahan yang dapat ditukarkan dengan voucher, alias mengambil satu undian untuk voucher. Saya kira voucher tersebut voucher untuk diuangkan, melainkan voucher diskon yang hanya bisa dibelanjakan di showroom mereka. Dan kartu pembayaran yang diminta untuk diperlihatkan harus berlogo Visa dan/atau MasterCard.

Mereka mengatakan bahwa perusahaan dan/atau brand mereka bekerjasama dengan operator Visa dan MasterCard. Setahu saya, Visa International Inc. dan MasterCard Worldwide Inc., dua jaringan pembayaran elektronik terbesar, umum dan banyak digunakan di dunia, enggan bekerjasama dengan vendor, merchant, dan/atau bank-bank kecil saja. Promosi dua raksasa jaringan pembayaran elektronik ini digalakkan secara mandiri, lalu dikampanyekan melalui bank-bank sebagai ujung tombak penggunaan produk mereka secara massal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun