Mohon tunggu...
Joshua
Joshua Mohon Tunggu... Konsultan - Akun arsip

Akun ini diarsipkan. Baca tulisan terbaru Joshua di https://www.kompasiana.com/klikjoshua

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Headline Kompasiana: Cepat Dibaca, Cepat Pula Basi?

3 Mei 2011   16:43 Diperbarui: 6 Januari 2016   19:57 552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Setiap media jurnalistik, baik berupa hard news maupun news magazine, pada new media atau mainstream media tidak lepas dari penempatan pemberitaan yang dianggap penting untuk disampaikan kepada masyarakat penikmatnya sebagai sajian utama yang bersifat aktual dan faktual.

Headline--atau berita utama, adalah kanal wajib pada setiap media massa. Siaran berita di televisi, setelah menampilkan grafik pembuka (Opening Billboard-OBB), pasti akan menampilkan beberapa berita bersifat aktual dan faktual pada headlinenya. Lain lagi media cetak, baik tabloid, koran, maupun majalah, pada halaman utama atau cover pasti menampilkan headline. Headline adalah sajian yang mampu membuat orang penasaran akan suatu pemberitaan dan produk pemberitaan itu sendiri, disamping sebagai tolak ukur penting atau tidaknya suatu peristiwa untuk disiarkan secara umum.

Pada pertemuan non-formal yang terjadi di Taman Ismail Marzuki pada hari Senin, 2 Mei 2011 lalu, saya sempat bertemu dengan beberapa Kompasianer dan tenggelam dalam pembicaraan hangat. Saya hadir di situ sekitar tiga jam lebih. Pertemuan itu mengumpulkan saya, Dian Kelana, Helmi Budiprasetio, Odi Salahudin, serta beberapa Kompasianer lainnya. Selain membicarakan soal perkembangan Kompasiana, saya beserta Kompasianer secara santai membicarakan pula problematika negeri, dinamika media massa, serta hobi masing-masing Kompasianer dalam suasana alam yang sejuk dan cerah, ditambah lagi nikmatnya kopi hitam dan kopi susu yang tersaji di atas meja. Dalam kesempatan tersebut, hanya terlihat saya, Pak Dian, Pak Helmi dan Pak Odi yang asyik berdiskusi.

Saya sempat menyinggung masalah "Headline" Kompasiana. Tak lupa juga saya berkeluh kesah, mengapa terkadang Admin tidak memberikan saya "Headline" atau "Ter-Ter"... Pak Dian, Pak Helmi dan Pak Odi kemudian saling mengemukakan pendapat. "Headline itu sebenarnya cepat dibaca, namun cepat basi pula, terutama pada kanal berita. "Berita kan selalu aktual, lain dengan opini. Tidak semua opini juga bisa di-headline-kan oleh admin," tutur Helmi seraya tersenyum. Pria berwajah lonjong itu mengatakan bahwa jumlah pembaca juga belum tentu memengaruhi sebuah artikel menjadi headline.

Pendapat tersebut lantas membuat saya berpikir, mengapa kesempatan Headline terkadang diberikan kepada penulis-penulis Kompasiana yang radikal seperti Linda, Kimi Raikko, dan masih banyak lagi; atau bagi penulis yang santai namun dalam seperti Wijaya Kusumah dan Julianto Simanjuntak. Hal tersebut membuat kami tertawa cengar-cengir. Memang, kalau dilihat dari perkembangannya, headline di Kompasiana tidak jauh berbeda dengan kanal jurnalisme warga lainnya, namun ada beberapa hal signifikan yang menonjol.

Pertama, headline di Kompasiana tidak ditentukan melalui tema harian pada indeks, misalnya tema pada saat ini "Paling Indonesia" atau "Osama bin Laden Tewas". Kedua, selain reportase yang dianggap penting, Kompasiana juga mengakomodir opini-opini tajam, kritis, segar dan mudah dicerna. 4 dari 5 headline yang pernah saya dapat adalah murni opini pribadi. Saya bersyukur karena jarang sekali ada kanal jurnalisme warga seperti Kompasiana yang mengakomodir opini-opini masyarakat. Ketiga, penempatan Headline di Kompasiana tidak mementingkan jumlah pembacanya (reader hits). Jadi biarpun sedikit pembaca namun artikel tersebut penting dan mengikuti tren, tetap saja akan di-headline-kan.

Anda punya pendapat lain? Terkadang, Headline Kompasiana membuat saya envy, namun membuat saya terpacu untuk menulis dan memperbaiki kualitas tulisan. Tanpa introspeksi dan evaluasi, seorang jurnalis warga dan jurnalnya tidak akan menembus dunia. Headline bukan ajang berlomba siapa yang bagus, tetapi sebagai pencapaian menurut saya; apakah tulisan kita itu sudah mantap. Biarpun tidak headline, tapi pembaca dan komentar sudah banyak (bukan komentar pedas), dan bisa melekat dihati para pembaca, itu jauh lebih baik dan bijak. Tidak harus pula tulisan yang bagus itu bisa bersanding di kanal Headline.

Ya... Dimanapun, media apapun, kapanpun, Headline tetap diibaratkan sebagai roda berputar setengah putaran. Setelahnya, pasti ada lagi, ada lagi. Cepat dikabarkan, cepat pula dilupakan. Mari kita konsumsi Headline sebelum "masa kadaluwarsa" tiba! Hahahahaha...

* * * * *

© Joshua Francis. All rights reserved.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun