Mohon tunggu...
Joshua
Joshua Mohon Tunggu... Konsultan - Akun arsip

Akun ini diarsipkan. Baca tulisan terbaru Joshua di https://www.kompasiana.com/klikjoshua

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menyesap Teh yang Tak Sebiru Namanya di Rumah Teh Ndoro Donker (4)

22 Juni 2014   20:53 Diperbarui: 6 Januari 2016   19:30 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_330354" align="aligncenter" width="576" caption="Rumah Teh Ndoro Donker. (joshualimyadi)"][/caption]

Citizen Journalism Report

Cuaca di Kawasan Candi Ceto, Karanganyar, Jawa Tengah pada Sabtu (14/06/2014) lalu cukup mendung. Suasana inilah yang membuat sebagian peserta tur Kompasiana-Deltomed lekas mengantuk setelah asyik menjelajah keindahan Candi Ceto selama satu jam, tak terkecuali saya. Kebetulan, lereng Gunung Lawu merupakan sentra penanaman teh terbesar di Provinsi Jawa Tengah yang menjadi induk Kabupaten Karanganyar.

Apalah artinya berlalu-lalang disekitar ladang teh jika tak menyesap teh? Ya, ada sebuah rumah teh yang terbilang cukup dikenal karena rasa tehnya yang asli dan alami dengan suasana tempat paling unik. Kata sepakat pun keluar. Berkat ajakan beberapa orang Kompasianer dan peserta tur lainnya, Agatha Nirbanawati selaku panitia tur Kompasiana-Deltomed akhirnya setuju untuk mengajak kami ke rumah teh tersebut.

Hamparan ladang teh yang menghijau, dipenuhi dengan pucuk-pucuk yang siap petik, hingga penduduk yang murah senyum dengan giatnya mencabuti satu per satu pucuk-pucuk muda teh untuk dikirim ke pabrik-pabrik maupun rumah-rumah teh menjadi nilai tambah perjalanan saya bersama rekan-rekan Kompasianers. Baik saat menuju Candi Ceto maupun bertolak kembali menuju pertigaan Tawangmangu yang merupakan akses utama candi ini dari jalan utama Solo-Karanganyar, kebun teh turut menjadi objek forografi saya dan rekan-rekan Kompasianer. Sesekali mobil rombongan berhenti untuk memberi kesempatan kami berfoto. Dalam perjalanan kembali, saya dan Pak Fadli berlomba-lomba mengabadikan panorama indah kebun teh yang bergradasi dengan perbukitan disekitar Gunung Lawu.

[caption id="attachment_330356" align="aligncenter" width="576" caption="Perkebunan dan pembudidayaan teh di kawasan Kemuning di kaki Gunung Lawu."]

1403419080759528581
1403419080759528581
[/caption]

Lima belas menit kemudian, tibalah kami di rumah teh tersebut. Rumah Teh Ndoro Donker. Sebuah destinasi kuliner yang berlokasi di Jl. Afdeling, Kemuning, Karanganyar ini lokasinya berada di tengah-tengah kebun teh milik PT Rumpun Sari. Melangkah masuk ke dalamnya, Anda akan dibawa pada suasana hangat dalam rumah sang ndoro. Belum lagi potret-potret perkebunan teh di Karanganyar pada masa lampau menghiasi dinding rumah tehnya. Andaikan saja saya kesana dengan bersepeda ontel dan mengenakan baju safari lengan panjang berwarna coklat seperti para tetuan Belanda dulu, pasti akan makin terasa tema jadulnya.

[caption id="attachment_330357" align="aligncenter" width="576" caption="Arsitektur Rumah Teh Ndoro Donker yang kental suasana kolonial Belanda-nya."]

1403419146173011010
1403419146173011010
[/caption]

Para pengunjung yang menikmati teh di sini, termasuk kami, umumnya singgah setelah mengunjungi beberapa destinasi wisata disekitar Karanganyar, antara lain Air Terjun Grojogan Sewu di Tawangmangu, Kawasan Candi Sukuh, Kawasan Candi Ceto, maupun para traveler yang menempuh jarak perjalanan cukup jauh melewati jalan utama Solo-Karanganyar-Boyolali.

Sedapnya Sajian Rumah Teh

Meski "donker" sendiri dikenal sebagai istilah untuk menggambarkan warna biru tua yang gelap karena tertabrak warna hitam, namun jangan kuatir karena Rumah Teh Ndoro Donker menyajikan teh yang tak sebiru namanya. Beragam sajian teh disajikan apik dan hangat, cocok untuk menghangatkan badan maupun menyegarkan kembali semangat ketika lelah atau mengantuk.

Pelanggan bisa memilih bentuk sajian teh, mau dalam cangkir untuk satu sajian per orang, atau dalam teko untuk empat sajian untuk tiga hingga lima orang. Varian rasa teh dapat dipilih sesuai keinginan pelanggan, mulai dari Premium White Tea, Jasmine Tea, Donker Black Tea, Radja Tea, dan varian teh lain yang dapat Anda coba.

[caption id="attachment_330358" align="aligncenter" width="576" caption="Kompasianer Dwi Suparno sedang menuangkan teh untuk penulis."]

1403419252267411451
1403419252267411451
[/caption]

Rombongan kami menempati tiga meja. Saya kemudian memilih satu meja dengan Kompasianer Dzulfikar Al-A'la, Adian Saputra, Tubagus Encep, dan Dwi Suparno. Kami sepakat memilih Radja Tea dan Premium White Tea yang hendak kami cicipi bersama, masing-masing satu teko untuk satu varian rasa. Sajian tehnya pas untuk berlima. Rasa teh putih berwarna kuning keemasan yang ringan dan lembut saat diseruput membangkitkan kembali semangat saya. Belum lagi Radja Tea yang berwarna coklat muda dengan aroma yang khas, begitu berbeda dan tak seperti varian teh yang pernah saya cicipi selama ini. Untuk rasa yang satu ini, saya sengaja tidak menambahkan gula sebagai pemanisnya demi mendapatkan rasa asli tehnya yang sedikit pahit namun menyegarkan.

Namun bagi Anda dengan perut keroncongan karena lapar, Rumah Teh Ndoro Donker turut menghadirkan sajian yang menggugah selera. Mulai dari camilan unik sampai sajian utama, semuanya tersaji apik memanjakan lidah, sebut saja Soup Iga Donker atau Iga Bakar Donker.

[caption id="attachment_330359" align="aligncenter" width="576" caption="Radja Tea, salah satu varian rasa teh yang penulis coba di Rumah Teh Ndoro Donker."]

1403419326635289447
1403419326635289447
[/caption]

[caption id="attachment_330360" align="aligncenter" width="576" caption="Tahu Donker, salah satu cemilan berbahan dasar tahu yang harus Anda coba."]

1403419516439251482
1403419516439251482
[/caption]

[caption id="attachment_330361" align="aligncenter" width="576" caption="Penulis (kanan, berbaju merah) yang tengah menyeruput teh."]

1403419639529325756
1403419639529325756
[/caption]

Camilan ringan juga dapat menjadi pendamping minum teh di rumah teh ini seperti Gegrilde Banana, pisang goreng yang disajikan dengan keju dan lelehan coklat hitam. Pisangnya begitu lembut ketika dilumat dengan paduan keju dan coklat, sungguh aduhai rasanya. Bagi yang suka ketela atau ubi, Anda harus coba Zoete Aardappelen, sajian ketela goreng yang ditaburi wijen dan dilumuri madu sebagai sausnya. Madunya gurih dan tidak begitu manis. Namun bila Anda suka yang sedikit lebih modern, cobalah Gebakken Cassave atau ubi goreng khas Rumah Teh Ndoro Donker. Penganan ini lebih mirip kroket, berselimut tepung panir kasar yang garing dan gurih, namun lembut dan manis di dalam, bermandi saus mayones asam manis.

Bersama rekan-rekan yang lain, saya mencoba tiga menu ini secara "keroyokan" agar kebersamaannya makin terasa. Ngaso kami semakin lengkap dengan Tempe Donker, tempe goreng tepung yang gurih dilengkapi kecap manis yang telah dicampur irisan cabe rawit dan bawang merah. Eiitttsss... Tempenya lebih enak segera disantap selagi masih panas agar sensasi renyahnya tetap terasa.

Soal harganya? Untuk makanan, harganya memang relatif murah. Umumnya berkisar Rp 7.500 sampai Rp 15.000 per porsi, kecuali Soup Iga dan Iga Bakar yang harganya Rp 25.000,- sampai Rp 30.000,- Kisaran harga sajian tehnya mulai dari Rp. 5.000,- hingga Rp.10.000,- per cangkir, dan Rp. 20.000,- hingga Rp. 45.000,- per teko. Tidak terlalu menguras kocek untuk menikmati teh sedap kaya manfaat bagi kesehatan, bukan?

Untuk Premium White Tea sendiri harganya memang Rp. 45.000 per teko, paling mahal dibanding varian teh lain yang disajikan. Mengapa? Seorang kasir di Rumah Teh Ndoro Donker yang saya temui mengatakan, "Kami hanya memiliki 48 pohon teh yang dapat menghasilkan teh putih." Pelayan tersebut juga mengatakan, satu kilogram teh putih kering siap seduh  harganya dapat mencapai Rp. 10 juta. Mencengangkan memang, meski menurut saya sebanding dengan kualitas teh putihnya yang diproses alami tanpa fermentasi dan menghasilkan rasa yang ringan dan berbeda dibanding teh lain.

[caption id="attachment_330363" align="aligncenter" width="576" caption="Penulis memetik pucuk teh di tea walk Rumah Teh Ndoro Donker."]

14034198481418121071
14034198481418121071
[/caption]

[caption id="attachment_330364" align="aligncenter" width="576" caption="Pengunjung yang tengah menikmati suasana sekitar rumah teh sambil menggendong seorang anak."]

14034199322029521396
14034199322029521396
[/caption]

 

Tea Walk

Pengunjung yang datang ke sini umumnya berasal dari luar area Karanganyar. Misalnya saja Erin (35), ia mengajak suami dan anak-anaknya untuk mampir ke Rumah Teh Ndoro Dongker. Erin yang berasal dari Jakarta mengaku tak menyia-nyiakan kesempatan liburannya untuk mencoba kuliner dengan suasana berbeda, terutama minum teh di perkebunan teh. "Rasa tehnya segar. Suami saya pun menyukai suasana alamnya yang asri. Di sini saya juga bisa mengajak anak-anak untuk menyusuri kebun teh dan mengenalkan alam," kata ibu dua anak ini.

Selain sajiannya yang ramah di lidah, Erin juga menyukai pemandangan sekitar rumah teh yang asri dengan pepohonan besar, penampakan Gunung Lawu dari kejauhan, ukiran bukit dan tebing di ujung pandangan, serta udara sejuk dan segar. Ya, benar saja. Rumah Teh Ndoro Donker telah menjelma menjadi sebuah destinasi wisata kuliner dan wisata alam tersendiri, karena rumah teh ini berdiri ditengah-tengah kebun teh yang bisa dilintasi pengunjung. Saya juga sempat menyusur sebagian kecil kebun tehnya, dan memetik satu pucuk untuk dijadikan objek foto.

Apa bedanya ngeteh di sini dengan di tempat lain? Tentu saja sensasinya. Semilir angin pegunungan dan hamparan kebun teh mengelilingi tempat ini. Minum teh di rumah teh ini serasa berada di rumah sendiri. Ya, tentunya rumah pada zaman kolonial Belanda. Setengah jam menyeruput teh di sini, saya pun merasa betah berlama-lama.

[caption id="attachment_330362" align="aligncenter" width="576" caption="Suasana ngeteh di Rumah Teh Ndoro Donker yang diabadikan penulis saat penulis dikerjai Kompasianer senior."]

1403419740393778149
1403419740393778149
[/caption]

Saking betahnya kami di Rumah Teh Ndoro Donker, saat sedang berfoto-foto, saya pun tak luput dari kejahilan Kompasianer senior seperti Thamrin Sonata dan Ngesti Setyo Murni. Mereka meminta saya mengambil panorama dengan pencahayaan memantul, sehingga saya harus berbaring di atas hamparan rumput untuk memotret. Thamrin dan Ngesti kemudian mengabadikan saya yang sedang berbaring sambil berkutat dengan lensa kamera. Alhasil saya pun tertawa melihat hasil foto mereka. Hal itu menjadi kenangan bagi saya, meski pada akhirnya saya tahu satu teknik baru memotret. Tawa lepas turut menghias kebersamaan kami.

Saya dan teman-teman kembali bersemangat untuk kembali melanjutkan perjalanan untuk makan siang dan menyisir sentra budaya Kota Solo. Semoga esok atau lusa saya dapat kembali lagi menikmati teh di sana. Teh yang tak sebiru namanya, yang akan selalu saya rindukan ketika berkunjung ke Solo.

.

Baca juga tulisan Joshua tentang wisata Solo lainnya dengan klik di sini
atau klik di sini untuk membaca bagian selanjutnya.

 

* * * * *

© Joshua Francis. All rights reserved.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun