Pejalan kaki juga nyaman dengan pedestrian dan jembatan penyeberangan yang sama sekali bebas pedagang liar dan preman. Sementara di Indonesia? Trotoar habis, pejalan kaki harus melipir melalui bahu jalan dan itu cukup membahayakan. Pengendara motor juga kurang memikirkan keselamatan diri dan orang lain, ngebut, terkadang tidak mengenakan helm, bahkan berboncengan tiga orang. Kacau.
Bukan hanya penyediaan infrastruktur dan transportasi massal yang mengutamakan keselamatan dan pemeliharaan lingkungan. Untuk urusan makanan dan jajanan, Singapura jauh lebih manusiawi dari negara kita. Saya tidak menjamin 100% selalu bersih. Hanya saja, kita tidak akan banyak melihat pedagang menjajakan makanan jalanan seperti di depan sekolah, halte, atau terminal pada umumnya di Indonesia. Semua usaha makanan, harus terdaftar dan memenuhi standarisasi kelayakan dan kesehatan. Lumayan mengikis rasa was-was saya saat harus mencari makan siang di foodcourt di pasar-pasar atau yang lazim disebut dengan hawker centre.
Untuk bidang kesehatan, di Singapore instansi penyelenggara layanan kesehatan selalu ada dalam pengawasan kementerian kesehatan. Bahkan, pengobatan tradisional seperti akupuntur dan tabib, juga memerhatikan aturan-aturan dari otoritas terkait. Apotek atau toko obat, juga tidak dapat melayani pembelian obat tanpa resep kecuali obat ringan seperti paracetamol alias acetaminophen. Mungkin, apotek-apotek di Indonesia juga sudah ada yang memulai memperketat penjualan obat-obatan yang berlabel 'under medical prescription only'. Salah obat dan kelebihan dosis bisa-bisa mengancam nyawa konsumen.
Berapa puluh ribu CCTV yang terpasang di seluruh fasilitas umum di Singapura? tidak lagi terhitung. Otoritas keamanan memasang CCTV hampir di setiap sudut gedung dan tempat umum seperti halte bus dan stasiun MRT. Sebuah langkah preventif yang baik untuk memonitor aktivitas masyarakat dan meminimalkan niat untuk melakukan kejahatan. Membuat siapa saja merasa lebih aman dan nyaman, kecuali para kriminal.
Akan terlalu banyak dan menghabiskan waktu berjam-jam untuk menuliskan semua kenyamanan Singapura. Tidak ingin membanding-bandingkan dengan Indonesia, hanya saja sebagai pengunjung saya merasa nyawa saya sangat dihargai di negara itu. Bahkan hal-hal sepele pun dipikirkan untuk membuat saya dan jutaan orang lainnya dipastikan dalam keadaan aman. Â Di Indonesia, saya sebagai warga negara pun belum mengalami perlindungan yang sebegitu lengkapnya. Apalagi para turis asing yang datang berwisata ke Indonesia.
Sekali lagi, tidak ingin membuat perbandingan. Sedih rasanya. Tapi itu adalah fakta dan realita, kondisi sebenarnya yang benar-benar saya alami. Saya selalu iri, dan berharap suatu saat kelak negara kita bisa mencapai kemakmuran yang setingkat itu di mana kita sebagai warga negara dapat merasa nyaman dan aman ketika berjalan di manapun. Mungkin jumlah warga yang sedikit, membuat harga nyawa di Singapura lebih mahal. Namun bukan berarti nyawa orang Indonesia sah untuk tidak dihargai dan dianggap murah.
Memupus kesedihan saya, file-file foto keelokan alam nusantara saya buka kembali. Foto-foto perjalanan saya ke pantai dan goa di kawasan Geopark Gunungsewu pesisir selatan pulau Jawa nan eksotik membuat saya kembali bangga dengan Indonesia. Belum lagi ribuan destinasi domestik lainnya seperti Danau Toba, Belitung, Gunung Merapi dan Bromo, Bali, Lombok, Wakatobi, Bunaken, Raja Ampat, membuat Indonesia menjadi permata khatulistiwa. Singapura, tak akan sanggup membuat tiruannya.
Refleksi jelang HUT RI ke-69 #1
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H