Mohon tunggu...
Joshua Christian
Joshua Christian Mohon Tunggu... Jurnalis - Hutajulu

Pecinta Liverpool dulu, kini dan yang akan datang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tradisi "Mandok Hata" dalam Menyambut Tahun Baru

31 Desember 2018   11:30 Diperbarui: 31 Desember 2018   11:39 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jelang tahun baru 2019, biasanya ada banyak kebiasaan yang dilakukan oleh mayoritas masyarakat Indonesia. Menyalakan kembang api atau berkumpul bersama keluarga adalah salah satu cara mengekspresikan malam pergantian tahun. Gemerlap dan kemeriahan langit malam juga selalu ditunggu-tunggu kehadirannya.

Namun  bagi keluarga Kristen Batak, menyaksikan pesta kembang api yang indah atau berada di kerumunan pesta konser tahun baruadalah suatu hal yang mustahil.

Alih- alih menikmati suasana malam tahun baru, mayarakat Kristen Batak secara khusuk mengadakan "mandok hata" di dalam rumah mereka. "Mandok hata" adalah tradisi masyarakat Batak yang dilakukan saat tahun sudah berganti tepatnya pada tanggal 1 Januari setiap tahunnya.

Sebagai salah satu keluarga Kristen Batak, ada banyak cerita dan pelajaran yang menarik dari tradisi "mandok hata". Menunggu detik-detik pergantian tahun bersama keluarga adalah salah satunya. Biasanya kami sekeluarga sudah dalam formasi lengkap sejak malam tanggal 31 Desember. Hal ini karena adanya ibadah di gereja sekitar jam 7 malam.

"Mandok hata" memiliki arti secara harafiah yaitu "berbicara". Dalam mandok hata biasanya berisi pemberian pesan bagi semua anggota keluarga. Kami sekeluarga menyebutnya refleksi dan resolusi. Menyampaikan kesalahan di tahun sebelumnya dan berusaha memperbaikinya di tahun depan adalah harapan dari diadakannya tradisi "mandok hata" ini.

Penyampaian pesan dan kesan dimulai dari usia yang yang paling terkecil hingga usia terbesar dalam suatu keluarga. Bagi saya hal ini lah yang membuat jantung berdegup kencang. Pasalnya, sebagai anak dengan usia paling muda hal ini membuat saya yang akan memulai penyampaian pesan kepada seluruh anggota keluarga. Candaan "sudah siap mandok hata" pun sering dilontarkan oleh beberapa teman saat itu.

Namun, tentunya ada banyak hal positif yang didapat saat "mandok hata" dilakukan.

1. Demokrasi sudah ditanamkan sejak dini

Mengungkapkan isi hati saat ibadah "mandok hata" adalah bukti  nyata demokrasi dalam keluarga Kristen Batak. Penyampaian uneg-uneg ataupun sekadar curhat yang saya lakukan setiap tahunnya misalnya adalah perwujudan demokrasi tersebut. Itu sebabnya, dalam keluarga kami menerapkan prinsip "keterbukaan" dalam menghadapi segala permasalahan

2. Berani berbicara

Setiap anggota keluarga wajib untuk berbicara saat "mandok hata" diselenggarakan. Hal ini membuat mayoritas anak-anak keluarga Batak, seperti saya misalnya terlihat lebih vokal dalam menyampaikan pendapatnya. Pasalnya, saat mandok hata dilakukan, kita harus mengumpulkan kepercayaan diri berbicara di depan orangtua, nanguda(tante), tulang(paman) dan opung (kakek/nenek).

3. Ajang berkumpulnya anggota keluarga

Tradisi "mandok hata" tidak kalah pentingnya dengan perayaan natal bagi mayarakat Kristen Batak. Untuk itu, kesempatan berkumpul dan mengadakan tradisi ini, selain untuk mengungkapkan pesan dan kesan, juga bisa menjadi momen berkumpulnya anggota keluarga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun