Identitas Film
- Judul Film                   : Ngenest
- Sutradara                    : Ernest Prakasa
- Produser                     : Chand Parwez Servia & Fiaz Servia
- Penulis                      : Ernest Prakasa
- Perusahaan Produksi        : Starvision Plus
- Genre                        : Drama
- Pemeran                     : Ernest Prakasa, Kevin Anggara, Lala Karmela, Morgan Oey, Brandon Salim, Fico Fachriza, Amel Carla, Ferry Salim,                                Ardit Erwanda, Olga Lydia, Budi Dalton.
- Tanggal Rilis                 : 30 Desember 2015
- Durasi                        : 95 Menit
- Bahasa                       : Indonesia
Fillm "Ngenest" merupakan salah satu karya dari seorang komika yang terkenal yaitu Ernest Prakasa. Ia merupakan komika yang menempati juara tiga pada kompetisi Stand Up Comedy Indonesia yang pertama pada tahun 2011. Sejak itulah ia memulai karirnya di dunia entertaiment ini. Topik diskriminasi sebagai keturunan Tionghoa dijadikan materi lawakan utama pada saat ia berkompetisi di SUCI 1.Â
Tidak berhenti sebagai komika saja, Ernest mengembangkan talenta-talentanya di dunia industri film. Tidak hanya sebagai aktor saja, ia sudah mempunyai empat karya film yang ia tulis dan ia sutradarai sendiri. Yakni yang pertama adalah film "Ngenest" (2015), Cek Toko Sebelah (2016), Susah Sinyal (2017), dan Milly & Mamet: Ini bukan Cinta dan Rangga (2018). Film "Ngenest" menjadi film pertamanya yang menceritakan kehidupannya sebagai orang keturunan Tionghoa.
Sinopsis Singkat
Ngenest, film ini menceritakan tentang Ernest Prakasa yang dilahirkan sebagai pria keturunan Cina, yang mana ia terlahir sebagai minoritas yang selalu dibully oleh teman-teman sekolahnya sejak dia masih bersekolah dasar.Â
Ernest bertekad bahwa ia tidak ingin hal ini terjadi terhadap keturunan nya, sehingga ia memutuskan untuk menikahi perempuan pribumi. Kenapa begitu, karena dengan menikai perempuan pribumi dia berharap anaknya tidak sipit atau terlihat cina, sehingga bisa mengindari diskriminasi yang terjadi.
Tentu ini merupakan cita-cita yang aneh, tidak heran sahabatnya Patrick menentang apa yang di inginkan oleh Ernest. Ernest pernah mencoba berbagai cara untuk tidak dibully, di SMP ia berpikir dengan berteman dengan pembuli ia tidak akan dibuli, namun ternyata hasil tidak sesuai dengan harapan Ernest. Hal ini semakin membuat yakin akan cita-cita Ernest untuk mencari pribumi sebagai istrinya di masa depan.
Saat kuliah, di tahun ketiganya ia bertemu dengan Meira, seorang gadis jawa yang seiman dengannya. Perkenalan pada awalnya terlihat mulus, namun saat bertemu dengan orang tua nya terutama ayahnya Meira, masalah baru timbul. Ayahnya meira tidak menyukai anaknya berpacaran dengan etnis cina karena ia pernah ditipu oleh rekan bisnisnya yang orang cina. Namun akhrinya Ernest dapat mengatasi nya dengan baik.Â
Pada akhirnya Ernest menikah dengan Meira setelah berpacaran 5 tahun. Setelah menikah Ernest tetap kawatir, apakah anaknya akan persis dia? Seperti orang cina sipit? Apakah anaknya akan menjadi korban bullying? Hal ini telah membuat ernest sangat kebingungan dan mencegahnya ingin mempunyai anak.Â
Padahal Meira sendiri sudah siap untuk mempunyai anak, juga di desak orang tuanya untuk segera mempunyai anak. Tentu mereka mengalami pertengkaran hebat, namun karena Ernest tidak ingin kehilangan Meira akhirnya setelah dua tahun menikah ernest memutuskan untuk mempunyai anak dan Meira pun Hamil.
Masih sangat ketakutan si Ernest dengan bagaimana anaknya akan terlihat. Ernest sampai mengacaukan hal penting di pekerjaannya. Sampai stress, Ernest melarikan diri ke tempat persembunyiannya saat masih kecil dahulu. Patrick menemukan Ernest di tempat tersebut, dan ia menyadarkan Ernest untuk segera pergi ke rumah sakit karena Meira sudah akan melahirkan.Â
Ernest pun langsung lari ke rumah sakit dan akhirnya Meira pun melahirkan sebuah anak perempuan yang matanya sipit. Meski anaknya terlihat cina seperti ayahnya, Ernest tetap bahagia. Ernest siap untuk menerima anaknya dengan kondisi apapun dan memberinya kehangatan yang penuh untuk menyiapkan anaknya hidup di masa depan.
Ulasan Film "Ngenest"
Sebelum saya memberikan alasan ketertarikan saya terhadap film ini, Ernest sendiri telah mendapatkan beberapa penghargaan dari film ini. Selain menarik perhatian hingga 800,000 penonton lebih, film ini mendapatkan satu nominasi Piala Citra untuk kategori Skenario Adaptasi Terbaik.Â
Ngenest juga sudah berhasil membawa dua penghargaan Piala Maya yaitu skenario adaptasi terpilih dan sutradara muda berbakat, lalu satu pengharagaan Festival Film Bandung, juga tiga penghargaan Indonesia Box Office Movie Awards.
Banyak unsur komedi disematkan disini, juga cerita cinta seorang Ernest yang mencari istri pirbumi. Menceritakan tentang masa kecil Ernest yang dibully karena ia Cina, pasti kejadian ini tidak semata-mata karangan Ernest, melainkan ini memang berdasarkan pengalamannya.Â
Aktor-aktor sangat memerankan perannya dengan baik, emosi-emosi yang di alami dapat dirasakan penonton. Apalagi jika penonton merupakan seorang etnis Cina juga seperti saya, pasti juga pernah merasakan hal yang sama terjadi di kehidupan nyata.
Bisa dilihat bukan bahwa film ini merupakan film yang bagus dan sangat direkomendasikan untuk di tonton. Film ini sendiri sangat menarik bagi saya, karena saya sendiri juga merupakan seorang keturunan Tionghoa yang lahir di Semarang. Cerita di dalam film ini dapat mencerminkan steorotipe yang ada di Indonesia. Salah satu steorotipe yang tertanamkan pada saudara-saudara kita yang merupakan keturunan Tionghoa. Â
Lagi pula memang banyak kasus kasus intoleransi terhadap warga keturunan Tionghoa di Indonesia. Banyak yang mengalami hal ini di Indonesia.Â
Permasalahan minoritas ini sudah menjadi stigma pada masyarakat sejak jaman dahulu. Masa orde baru yang di pimpin Soeharto sendiri sudah melarang kebudayaan dan kepercayaan para saudara kita yang berketurunan Tionghoa. Larangan dagang, kegiatan keagamaan, kepercayaan, bahkan nama cina pun harus di ubah. Sampai-sampai masyarakat keturunan Cina di awasi oleh sebuah badan yang bernama Koordinasi Masalah Cina yang menjadi bagian dari Badan Koordinasi Intelijen.Â
Puncak diskriminasi memuncak pada 22 tahun yang lalu, yaitu pada masa reformasi 1998. Masa turunnya bapak Soeharto. Kekerasan anti-cina benar-benar memuncak pada saat itu. Masyarakat etis Cina menjadi korban pemerkosaan, pembunuhan, serta banyak yang rumah dan tokonya di bakar.
Masa lalu biarlah berlalu, banyak yang berkata seperti itu. Namun kenyataannya para warga etnis Cina sendiri tidak lupa dengan peristiwa yang lalu itu. Steorotipe negatif terhadap etnis Cina masih ada dan juga warga etnis Cina yang mengalami kerusuhan Mei 1998 itu pun masih ada yang trauma. Karena itu film ini merupakan contoh kecil yang menarik, yang mana dapat memberikan contoh yang baik bagaimana kita harus saling menghargai walaupun berbeda etnis.
Dapat diambil hal positifnya film ini dari hubungan yang berbeda etnis. Nyatanya hubungan Cina dengan Pribumi bisa dilakukan dan tidak ada salahnya. Film ini pun juga menunjukan dampak perundungan terhadap keturunan Cina.Â
Di ceritakan bahwa ernest menjadi takut untuk berteman dengan pribumi karena justru di bully, sehingga sahabatnya hanya satu yaitu temannya Patrick yang sama-sama keturunan Cina. Juga ditunjukan bahwa rasa takut Ernest yang membayangkan anaknya juga akan dirundung di masa depan nantinya, sehingga ia berpikir lebih baik aku tidak mempunyai anak yang sipit. Steorotipe ini jelas masih banyak dirasakan orang keturunan cina di Indonesia.
Film yang menarik bukan, film ini memang sudah sepantasnya di tonton oleh anak muda di Indonesia karena mempunyai banyak hal positif di dalamnya. Hal-hal yang akan mengajari bagaimana sikap menghargai sesama manusia walapun berbeda etnis. Mengajarkan sikap untuk melihat ke pribadi masing-masing, bukan memukul rata sesuai etnis orang tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H