Dikotomi “militer vs sipil” atau “sipil vs militer” mulai memanas dalam tubuh Organisasi Papua Merdeka (OPM), sebuah organisasi yang didirikan saat meletus Gerakan 30 September 1965.
Beberapa hari menjelang pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpres) tanggal 9 Juli 2014, masing-masing tokoh dari kedua faksi itu saling mempengaruhi warga masyarakat Papua melalui siaran pers yang diliput oleh media lokal maupun nasional.
Panglima Divisi VII Lapago OPM, Erimbo Enden Wanimbo dalam wawancara pers dengan wartawan di markasnya, Pirime, Kabupaten Lanny Jaya, Papua (Minggu 6/7/2014) menyatakan antara lain bahwa Tentara Pembebasan Nasional (TPN) Organisasi Papua Merdeka (OPM) akan melakukan penyerangan dalam kota Pegunungan Tengah, Papua guna memboikot pesta demokrasi Indonesia saat Pilpres (9/7) mendatang. Baca selengkapnya : Boikot Pilpres, TPN OPM Lanny Jaya Ancam Serang Kota di Wilayah Pegunungan.
[caption id="attachment_347008" align="alignnone" width="294" caption="sumber : Tabloidjubi.com"][/caption]
Lain pernyataan faksi militer, lain pula pernyataan faksi sipil OPM.Selang sehari setelah faksi militer OPM mengeluarkan pernyataan akan memboikot Pilpres dan melakukan penyerangan di Pegunungan Tengah Papua, faksi sipil OPM yang diwakili oleh kelompok Komite Nasional Papua Barat (KNPB) menghimbau agar masyarakat Papua memboikot Pilpres dengan cara-cara damai, bermartabat dan demokratis.Himbauan ini disampaikan oleh KNPB dalam press release yang dikirim ke Tabloidjubi.com di Jayapura (Senin 7/7/2014).Baca selengkapnya : KNPB Serukan Orang Papua Boikot Pilpres dengan Damai dan Bermartabat.
[caption id="attachment_347010" align="alignnone" width="294" caption="sumber : Melanesia.com"]
Dari kedua penyataan itu, sangat jelas terlihat adanya kontradiksi antara pernyataan faksi sipil dengan pernyataan faksi militer OPM.Faksi militer yang sebelumnya menyatakan akan menyerang sejumlah pos aparat keamanan sebagai salah satu aksi boikot Pilpres, justru dipatahkan oleh pernyataan faksi sipil OPM yang menghimbau seluruh masyarakat Papua untuk memboikot Pilpres dengan cara damai, bermartabat dan demokratis.JIka TPN/OPM bukan termasuk orang Papua, itu tidak jadi persoalan, karena yang diserukan oleh KNPB adalah orang Papua. Namun jika TPN/OPM itu adalah orang Papua, maka seruan KNPB sama halnya dengan melarang TPN/OPM untuk bertindak melakukan penyerangan.TPN/OPM dan KNPB seharusnya saling koordinasi terlebih dahulu sebelum masing-masing mengeluarkan pernyataan.Karena jika pernyataan masing-masing faksi OPM itu sudah dipublikasikan media massa, maka publik akan mentertawainya dan menganggap bahwa TPN/OPM dan KNPB adalah boneka Teddy Bear yang sering dibuat mainan oleh anak-anak kecil.
Daripada rebut-ribut kampanye Boikot Pilpres, mendingan main Teddy Bear yok !!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H