Mohon tunggu...
Gregory Josh Adrianto
Gregory Josh Adrianto Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - SMA Kolese Kanisius, Anggota ADK (Anak Desain Kanisius), Pengguna Aktif KRL

Desain menjadi bagian dari hidup saya, tidak luput dengan dunia K-POP yang kian mewarnai hidup saya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Melodi Lawas di Tengah Kota

17 September 2024   20:07 Diperbarui: 17 September 2024   20:23 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia bergerak dalam arus yang begitu cepat, seolah tidak memberi waktu bagi kita untuk berhenti dan merenung. Segala yang dulu kita kenal, lambat laun larut dalam kabut kenangan. Waktu, dalam keheningan yang tak terelakkan, membawa serta jejak-jejak masa lalu, meninggalkan ruang untuk yang baru, yang tak bisa dihindari. Modernisasi berderap maju tanpa henti, menghapus batas antara yang nyata dan maya, menyisakan kita pada persimpangan antara nostalgia dan inovasi.

Segala hal yang dulu tampak abadi, kini hanya tinggal serpihan cerita. Gedung-gedung tua yang dulu berdiri megah, kini tergantikan oleh pencakar langit yang menjulang, menyentuh awan dalam diamnya. Kehidupan manusia beradaptasi dengan cepat, berlari mengikuti laju zaman, sementara bayang-bayang masa lalu perlahan menghilang, terseret oleh putaran tak kasat mata dari peradaban modern.

Di tengah hiruk-pikuk modernisasi, kita sering kali lupa bahwa segala sesuatu akan hilang pada waktunya. Namun, dalam hilangnya, ada harapan baru yang muncul, seperti bunga yang mekar di tengah musim gugur. Dunia berputar, selalu bergerak, meninggalkan yang lama untuk menyambut yang baru, siklus abadi dari perjalanan manusia dan peradabannya.


Warisan

Gamelan adalah bentuk ensambel musik tradisional yang berkembang di Indonesia, terutama di pulau Jawa dan Bali. Instrumen utama dalam gamelan terdiri dari berbagai jenis perkusi yang terbuat dari logam, seperti gong, kenong, bonang, saron, serta alat musik dawai seperti rebab dan seruling bambu. Keunikan suara gamelan terletak pada harmoni antara alat-alat musik tersebut yang menghasilkan nada-nada pentatonik, menciptakan suasana musik yang mistis dan penuh makna. Setiap gamelan memiliki karakteristik yang berbeda, bergantung pada wilayah dan budaya setempat, mencerminkan kekayaan tradisi serta warisan seni musik Nusantara.

Musik gamelan tidak hanya sebagai hiburan semata, tetapi juga memiliki fungsi ritual dan spiritual. Pada berbagai upacara adat, pertunjukan wayang, serta acara kerajaan, gamelan sering dimainkan sebagai pengiring yang sakral dan penuh simbolisme. Melalui perpaduan suara alat musik yang kompleks, gamelan menggambarkan harmoni kosmis antara manusia, alam, dan alam gaib. Ini adalah warisan budaya yang tidak hanya mewakili seni musik, tetapi juga menjadi bagian dari identitas budaya dan filosofi kehidupan masyarakat Indonesia.

Sebuah Ironi

Sangat disayangkan, gamelan sebagai salah satu warisan budaya terbesar Indonesia, semakin ditinggalkan oleh generasi muda. Sebuah survei yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menunjukkan bahwa hanya sekitar 30% dari generasi muda yang masih menunjukan setidaknya minat terhadap seni atau budaya tradisional, dengan sebagian besar lebih tertarik pada musik modern dan budaya pop internasional. Data dari Badan Pusat Statistik atau BPS pada tahun 2021 menunjukan bahwa partisipasi generasi muda dalam kegiatan seni dan budaya tradisional menurun sebesar 15% dalam lima tahun terakhir dan hanya 25% dari generasi muda yang masih terlibat aktif dalam komunitas seni tradisional. Fenomena ini mencerminkan pergeseran minat di kalangan masyarakat yang lebih mengutamakan hiburan cepat dan instan, dibandingkan dengan keindahan kompleks dan filosofis yang ditawarkan oleh gamelan. Akibatnya, apresiasi terhadap seni tradisional ini semakin berkurang dan hanya dilestarikan di kalangan komunitas-komunitas tertentu.

Salah satu faktor yang menyebabkan penurunan minat ini adalah modernisasi dan globalisasi yang begitu pesat. Teknologi dan akses mudah terhadap hiburan digital, seperti musik dari platform streaming, membuat generasi muda lebih tertarik pada genre musik global seperti pop, hip-hop, atau EDM, yang dianggap lebih relevan dengan kehidupan mereka. Gamelan, dengan kompleksitasnya, membutuhkan kesabaran dan pemahaman yang mendalam, sementara tren musik modern cenderung lebih menyasar konsumsi cepat. Akibatnya, banyak anak muda merasa tidak terhubung dengan musik tradisional ini, menganggapnya kuno dan tidak sesuai dengan selera mereka.

Selain itu, peran institusi pendidikan dalam melestarikan gamelan pun dirasa kurang optimal. Meski beberapa sekolah dan universitas masih memasukkan gamelan sebagai bagian dari kurikulum seni, pendekatan yang diambil sering kali bersifat teoretis dan tidak memberikan ruang bagi siswa untuk benar-benar menghayati seni tersebut. Minimnya guru gamelan yang kompeten dan infrastruktur yang mendukung membuat pembelajaran gamelan sering kali terpinggirkan. Padahal, jika diintegrasikan dengan baik, gamelan bisa menjadi jembatan yang menghubungkan generasi muda dengan akar budaya mereka serta memberikan wawasan filosofis yang mendalam.

Tidak hanya di bidang pendidikan, minimnya dukungan pemerintah dalam mempromosikan gamelan juga menjadi tantangan tersendiri. Meskipun gamelan telah diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda Dunia, usaha untuk mempromosikan dan mendukung pertunjukan gamelan di ruang-ruang publik masih kurang terasa. Banyak sekali acara budaya yang lebih menonjolkan tarian atau seni yang dianggap lebih menarik secara visual, sementara gamelan hanya dimainkan pada acara-acara tertentu dan cenderung diabaikan oleh penonton muda. Hal ini menyebabkan gamelan perlahan tergeser dari kesadaran yang bersifat kolektif masyarakat Indonesia.

Institusi

Kolese Kanisius sebagai salah satu institusi pendidikan menunjukkan komitmennya dalam melestarikan budaya gamelan melalui penyediaan ekstrakurikuler seni karawitan. Dengan menawarkan gamelan sebagai salah satu pilihan ekstrakurikuler, sekolah memberikan wadah bagi para siswa untuk tidak hanya mempelajari teori, tetapi juga berlatih secara langsung dan memahami nilai-nilai yang terkandung dalam seni tradisional ini. Kegiatan ini mempertemukan siswa dengan guru yang kompeten dalam bidang gamelan, memungkinkan mereka untuk mengeksplorasi potensi musik tradisional dalam konteks modern. Dengan demikian, Kolese Kanisius turut berperan aktif dalam menjaga eksistensi seni karawitan di tengah arus globalisasi dan modernisasi yang kian deras.

Ekstrakurikuler gamelan di Kolese Kanisius juga memberikan ruang bagi siswa untuk berkontribusi langsung dalam upaya melestarikan budaya bangsa. Dengan terlibat dalam latihan dan pertunjukan rutin, para siswa belajar untuk mencintai dan menghargai kekayaan budaya Indonesia. Pengalaman ini tidak hanya membentuk keterampilan musik, tetapi juga memperkuat rasa kebersamaan dan kerjasama, sesuai dengan nilai-nilai filosofi gamelan itu sendiri. Melalui berbagai kegiatan, termasuk pertunjukan dan partisipasi dalam festival seni, siswa Kolese Kanisius turut berperan dalam memperkenalkan seni karawitan kepada khalayak yang lebih luas, memastikan bahwa gamelan tetap hidup dan relevan di masa mendatang.

Perjalanan

Ekskul gamelan di SMA Kolese Kanisius telah menjadi wadah bagi siswa yang ingin mengeksplorasi seni tradisional dan menemukan makna di balik setiap dentingan alat musiknya. Keterpukauan pada harmoni gamelan sering kali menjadi motivasi utama para siswa untuk terlibat lebih dalam. Melalui ekskul ini, mereka bukan hanya belajar memainkan berbagai alat musik seperti gambang, saron, dan gong, tetapi juga menyerap nilai-nilai budaya yang terkandung dalam setiap nada.

Saat bergabung dengan ekskul ini, siswa mendapatkan kesempatan untuk berkolaborasi, berlatih disiplin, dan saling mendengarkan satu sama lain. Setiap latihan diisi dengan dedikasi dan kerja sama, di mana tiap anggota memiliki peran penting dalam menciptakan harmoni yang indah. Bimbingan yang penuh dedikasi dari para pendamping turut membantu membentuk karakter para siswa, menjadikan ekskul gamelan sebagai medium tidak hanya untuk belajar musik, tetapi juga untuk pengembangan diri dan kepemimpinan.

Pembelajaran di ekskul ini mengintegrasikan nilai-nilai kepemimpinan yang relevan, seperti totalitas dalam berperan dan pentingnya komunikasi yang baik. Selain itu, proses kreatif juga ditanamkan melalui pengembangan variasi musik. Tidak hanya menjadi ruang ekspresi seni, ekskul gamelan di Kolese Kanisius juga melatih siswa dalam kerjasama tim dan disiplin yang tinggi.

Penampil gamelan di CC CUP 2023 | Dokumentasi gamelan Kolese Kanisius
Penampil gamelan di CC CUP 2023 | Dokumentasi gamelan Kolese Kanisius

Partisipasi dalam ekskul gamelan juga memberikan pengalaman berharga dalam melestarikan budaya lokal. Setiap pertunjukan, seperti saat tampil di CC CUP, merupakan puncak dari dedikasi, kerja keras, dan kebersamaan seluruh anggota. Meskipun latihan dilakukan dalam waktu terbatas, harmoni yang tercipta membuktikan bahwa kesungguhan dan kolaborasi dapat menghasilkan sesuatu yang luar biasa.

Pada akhirnya, ekskul gamelan ini bukan hanya tentang musik tradisional, melainkan perjalanan dalam membentuk karakter, kerja tim, dan dedikasi pada seni dan budaya Indonesia. Di balik setiap irama yang dihasilkan, tersimpan pengalaman berharga dan rasa syukur atas kesempatan untuk menjaga warisan budaya yang kaya ini.


Sebelum Berpisah

Gamelan, seperti sebuah orkestra alam, mencerminkan keseimbangan yang ada di dunia. Setiap instrumen, mulai dari gong hingga saron, seperti alam semesta yang bekerja harmonis meski dengan tugas dan suara yang berbeda. Begitu pula budaya tradisional, di mana setiap tradisi dan nilai yang diwariskan generasi ke generasi berfungsi seperti bagian dari instrumen dalam gamelan, menjaga harmoni sosial dan kultural yang membentuk jati diri sebuah bangsa. Namun, ketika perkembangan zaman semakin cepat, budaya tradisional seperti gamelan mulai terpinggirkan, seperti instrumen yang suara halusnya semakin tenggelam di tengah hiruk-pikuk modernitas.

Foto perangkat gamelan Kolese Kanisius | Dokumentasi pribadi
Foto perangkat gamelan Kolese Kanisius | Dokumentasi pribadi

Seiring teknologi dan globalisasi yang terus berkembang, budaya tradisional semakin dihadapkan pada tantangan untuk bertahan. Ibarat gamelan yang berusaha mempertahankan iramanya di tengah modernitas yang menggema, budaya tradisional berjuang menjaga tempatnya di tengah laju zaman yang serba cepat. Di saat yang sama, budaya-budaya ini membutuhkan ruang untuk dihidupkan kembali dalam konteks yang relevan dengan generasi sekarang, seperti bagaimana ekskul gamelan di sekolah-sekolah modern menjadi jembatan antara masa lalu dan masa depan, menjaga irama warisan yang berharga agar tetap berdenting di dalam hati generasi muda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun