[caption caption="http:image taken from //www.tokomesin.com/peluang-bisnis-martabak-dan-analisa-usahanya.html"]
Dear nona, Wanita yang membuatku terlena walaupun terkadang keahlian ngebutmu membuatku sedikit tersiksa...
Seperti biasa aku ingin bercerita, iya bercerita, itu yang selalu jadi kebiasaan kita khan bercerita.
Aku yang tukang ngoceh mendapat anugrah dari Tuhan sepasang telinga kandel yang teramat sabar mendengar ocehanku, racauanku tentang hidup manusia yang fana ini, dan Alhamdulliah telinga itu cemantel disamping wajah ayumu, nona.
Kali ini aku mau bercerita tentang martabak, iya martabak makanan sejuta umat yang familiar dengan lidah orang Indonesia, kuliner yang akrab dengan kelas pekerja maupun para kerah putih, bahkan dua putra Presiden saja tidak tidak malu menabrak pakem dengan berjualan martabak saat putra-putra presiden lainya sibuk ngurusi partai atau jualan mobil dengan embel-embel “Mobil Nasional” yang gagal itu.
Dear nona, Wanita yang membuatku terlena walaupun terkadang keahlian ngebutmu membuatku sedikit tersiksa...
Martabak sudah sedemikan klik-nya dengan inkulturasi budaya nusantara, sampai-sampai beberapa daerah memakai nama daerahnya sebagai brand martabak untuk turut serta dalam kancah pertarungan perebutan selera manusia Indonesia, aihhh... sudah macam pendekar saja para martabak ini (walaupun martabak dengan embel-embel non pribumi masih bertebaran dimana-mana seperti martabak Mesir, India, Arab dsb dsb). Jawa dengan jagoannya Martabak Tegal dan Martabak Bandung, sementara Sumatra diwakili Martabak Bangka yang legendaris itu, Martabak Aceh dan Martabak Kubang yang mewakili tanah Minang, seolah-olah rendang belum cukup bertahta angkuh sebagai kuliner paling enak didunia. Mana yang lebih nikmat, entahlah, makanan itu soal selera khan nona. Aku curiga para pendekar martabak ini mau ikut serta menghadirkan kompetisi untuk sekumpulan pendekar Soto Nusantara yang juga memiliki penikmatnya sendiri-sendiri
Dear nona, Wanita yang membuatku terlena walaupun terkadang keahlian ngebutmu membuatku sedikit tersiksa...
Dari riset singkatku (maksudnya Googling, ya kaliii aku kurang kerjaan ngeriset martabak sementara ini urusan meriksa duit orang jualan furniture gag beres-beres) secara historikal makanan luar biasa enak ini bisa dikategorikan sebagai kuliner lokal, walaupun terinspirasi dari kuliner Arab dan India, sebelas dua belas-lah dengan Nasi Goreng yang aslinya berasal dari Tiongkok tapi lebih mendunia sebagai kuliner Indonesia, tapi nona dijaman saat kloset tempat kita buang hajat saja bermerk asing, maka sudah selayaknya maratabak yang sebegitu nuswantara juga semakin terkenal setelah mendapat sentuhan kapitalis dari coklat-coklat (baik batangan maupun butir), keju, ataupun selai-selai merk impor atau ikan tuna kalengan dengan brand asing. Ahhhh dasar Inlander kita ini. Tapi nona... sekuat apapun aku berteriak tentang kapitalisme yang merajah kebudayaan kuliner lokal, toh martabak coklat keju keparat laknat itu dengan angkuhnya membungkam mulutku yang tak berdaya ini.