[caption id="attachment_351336" align="aligncenter" width="300" caption="Dok Pribadi"][/caption]
Salah satu kebutuhan umat manusia yang sangat mendesak saat ini  adalah memiliki tempat tinggal, Rumah/Condo/Apt/Rusun berfungsi sebagai tempat untuk berkumpul dengan keluarga dan juga tempat bercengkrama maupun istirahat setelah seharian beraktifitas di luar.
Rumah adalah istanaku, rumah adalah tempat beristirahat bersama istri/suami dan anak, rumah juga berfungsi sebagai sarana investasi yang sangat menguntungkan di kemudian hari. Kebutuhan akan tersedianya rumah bagi keluarga-keluarga muda, maupun bagi sebahagian besar Keluarga yang berimigrasi ( berpindah) dari kota besar ke kota lainnya, tentu menjadi salah satu bisnis besar bagi sang Taipan ( pengusaha), untuk mengembangkan satu kawasan menjadi lahan hunian.
Pengembangan suatu kawasan menjadi lahan hunian dan bisnis, kini menjadi primadona di Indonesia, hal ini terjadi, oleh karena jumlah penduduk Indonesia setiap tahun semakin meningkat, juga konsentrasi lapangan pekerjaan masih didominasi di pulau jawa, tentu hal membuat setiap anak-anak muda dari berbagai pelosok tanah air, migrasi ke pulau Jawa, dan Jakarta adalah tujuan utama para perantau ini untuk mengadu nasib.
Bagi saya pribadi, Jakarta adalah rumah saya, sejak jalan Thamrin masih banyak pohon pisang saya sudah bermain disana, sehingga lahan-lahan kosong di Jakarta cukup banyak yang saya ketahui seperti apa, semisal pembangunan lahan di Kawasan kelapa gading, dimana pada tahun 70an adalah daerah resapan air, pun demikian dengan daerah Jakarta utara, namun sejak tahun 80an sudah berubah menjadi daerah real estates, dan kita melihat seperti apa kawasan ini saat hujan besar beberapa hari lalu.
Kembali ke judul tulisan saya diatas, adalah pengalaman pahit yang kami alami sendiri, kelalaian atas pembelian satu unit di salah satu Rumah susun, di kawasan Pramuka Jakarta pusat, menjadi beban pikiran yang akan makan waktu cukup lama, mengapa? Karena untuk mendapatkan selembar kertas, dengan judul Sertifikat hak guna bangunan bisa bisa gagal total.
Lahan Rumah susun, pengembang sebut Apartment ( biar keren kali ya) The Green Pramuka adalah lahan yang akan saya uraikan , walau sang pengembang sudah sering saya tegur jangan pernah menggunakan nama Apartment, karena izin yang didapat dari Pemerintah adalah satuan rumah susun namun tetep aje sebutin apartment. Lahan ini sejatinya adalah milik Kementerian Perhubungan / PT. Angkasa Pura. Dulu lahan ini juga berfungsi sebagai ATC ( Air trafic control) (halo-halo dari Burung besi dengan anak jakarte dibawah ) Bandara Kemayoran, maupun lahan berdirinya tower kurus kering mirip seperti tiang pemancar radio.
Akan tetapi Setelah Bandara Udara Kemayoran berpindah ke Halim Perdana Kusuma, selanjutnya ke Cengkareng Tanggerang, fungsi lahan ini berubah menjadi lahan hijau, artinya lahan terbuka, kadang digunakan sebagai lapangan golf bagi petinggi Kementerian Perhubungan, juga digunakan untuk jual keramik dari Chungko tahun 80an.
Dari berbagai literatur yang saya baca, lahan ini berubah fungsi mulai tahun 2007, izin penggunaan lahan dari Instansi terkait turun kesalah satu pengembang, selanjutnya dimulailah pembebasan lahan hingga berdirinya gedung pertama di kawasan ini dengan nama Tower Faggio, sekitar tahun 2009, yang terletak di ujung jalan sebelah barat yang berdekatan dengan sungai kecil sebagai gedung pertama.
Berhubung lokasi lahan Negara ini sangat strategis, terletak di tengah kota, akses transportasi jalan layang sangat dekat, minat masyarakat Indonesia tentu tinggi untuk membelinya, walaupun banyak pembeli hanya menjadikan lahan Investasi semata. Pengembang dengan berbagai trik marketing sukses besar menjual unit perdana, sehingga pembangunan Tower berikutnya lancar bagaikan jalan tol tanpa macet.
Namun pengembang lupa akan kewajibannya untuk melakukan pengelolaan secara profesional, pengembang mendirikan perusahaan pengelola sebagai sister company, AND inilah yang menjadi asal muasal persoalan dalam mengelola satuan rumah susun ini. Pengelola merasa dia berkuasa untuk mengelola, mereka lupa bahwa tower by tower sudah dibeli oleh masyarakat umum.
Pengembang menjelit bangun tower-tower berikutnya sesegera mungkin, oleh karena uang pesanan maupun cicilan dari pembeli mengalir deras bagaikan sungai ciliung saat banjir ( versi marketing) dengan spanduk Tower 1-8 Sold out tanpa ada sisa sedikit pun.
Kencangnya pengembang melaju dalam membangun tower-tower berikutnya, konon akan dibangun sampai 17 tower, tidak dibarengi dengan kencangnya pengelolaan secara profesional oleh pengelola ( sister company), janji manis saat membeli tapi setelah warga menghuninya pahitnya minta ampun, jika dalam film ada judul secangkir kopi pahit, namun di Rumah susun Green Pramuka yang anda akan terima adalah Segelas empedu kambing. ( pahitnya ampuunnnn dah).
Janji manis bagi pembeli tunai ( Cash) tentang sertifikat hanya isapan jempol belaka, entah sampai tahun kapan sertifikat itu akan keluar Wallahualam. Pengalihan permasalahan kapan sertifikat agar tidak terus menerus dimintakan oleh saya dan kawan-kawan, maka pengelola membuat berbagai macam masalah, seperti kenaikan tarif parkir ( lahan parkir akan dikomersilkan antara jam 8 pagi sampai jam 10 malam), mau buka diskotik kali tengah hari bolong, kenaikan IPL 40% ( Iyuran Pemeliharaan Linkungan) dari Rp 9.000 menjadi Rp 13.000, TENTU skenario dari para sengkuni ini, agar persoalan sertifikat diulur-ulur sampai tower ke 17 selesai dibangun.
Penulis membaca penjelasan dari Pengembang maupun pengelola pada salah satu situs berita yang tidak terlalu dikenal pada kemarin sore, dengan memberikan statement bahwa kenaikan IPL sebesar 40% lebih merupakan keharusan oleh karena naiknya berbagai biaya maupun fluktuasi Rupiah terhadap dollar Hiks. Bagi saya alasan ini sama saja dengan anak kecil yang ketangkap nyuri permen dari toples diwarung.
Penulis sudah menanyakan kepada Sdr yang namanya disebut dalam situs itu, selaku pengelola untuk meminta penjelasan break down dari kenaikan tersebut, khususnya penurunan mata nilai mata uang Rupiah dengan Dollar? hahaahahaha barang apa yang anda beli dengan dollar? tentang lift kah? lift di Faggio sudah hidup mati sejak tahun lalu, apalagi yang Bapak-bapak akan tumbas( beli) dengan dollar? ojo ngapusi mas, tak enteni koe sabtu depan yo.
Kenaikan UMR untuk Security dan Cleaning Service, Insurance dll juga menjadi alasan anda ? hmmm, Manpower ini kalian rektur hanya tenaga out sourcing mas,  dimana kalian se enak udelnya saja keluar masukin mereka, kasihan security warga yang bayar, justru mereka kalian buat menghalau kami jika ada unjuk rasa, TENTANG Listrik? hahahahaa harga yang ditetapkan 10KW lebih dikit dibanding di Rusun lain, jika ditempat yang lain listrik Rp 100.000 ( 83Kw) di Green Pramuka hanya 74 KW) perihal  perparkiran? gini aje coba ajak bos besar cek sekali-kali ke Rusun lain, agar ada perbandingan. Kalian dari Pengelola boleh membela bos sedemikan rupa tapi ingatlah bahwa Kebenaran dan keadilan tidak akan bisa disembunyikan. Pramuka adalah jiwa patriot, Rusun Green Pramuka? rusun reot.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H