Kebutuhan sekolah yang mampu memberikan fasilitas yang sepadan dengan ukuran masyarakat menjadi perioritas selain pekara bagusnya pekara lain. Orangtua menjadi pihak yang sentral, mereka ingin anak berkembang sebaik apapun baik dalam sisi akademik maupun non-akademik. Artinya sekolah yang memenuhi sarana dan fasilitas pendidikan untuk menarik perhatian oarangtua dan anak didik.
Mereka tanpa sadar memenuhi dua standar. pertama, penilaian dari dinas pendidikan tentang peningkatan kualitas. Kedua peningkatan standar sekolah baik daerah maupun seluruh Indonesia sesuai dengan kekuatan ekonomi padahal sejatinya beban negara maupun daerah dalam pendidikan adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa” tidak kurang dan tidak untuk dilebihkan.
Kedua adalah orentasi masyarakat adalah pendidikan formal, mulai SD, SMP, SMA, sampai Kuliah adalah bentuk pendidikan formal. Modernitas masyarakat yang sejatinya bergaya barat, mengantarkan pemikiran kita kualitas pendidikan formal adalah segalanya. Untuk mencapai standar perlu melalui tahapan pendidikan. Artinya sekolah menjadi satu-satunya jalan dalam mengembangkan pendidikan.
Bahkan seperti mengutip pergerakan pendidikan dari kerajaan tradisional, kolonial, Jepang dan banyaknya kurikulum dibuat. Sekolah menjadi tesis yang paling mujur, jika dahulu sekolah dibuat kaum pribumi macam sekolah yang dibuat Muhamamdiyah, Pondok Pesantren milik NU bahkan Sekolah dimilki Budi Utomo bahkah Taman Siswa sekalipun adalah perwujudan dari sekolah milik Pemerintah Kolonial. Dimana kebijakan belum menyasar kebutuhan penduduk.
Sekolah menjadi barang mewah baik dahulu sampai sekarang, namun sejatinya ada perbedaan kelas yang meyasar. Jika dahulu Sekolah menyasar pada perbedaan yang dibuat pemerintah dengan segala kebijakannya. Maka kita, ketika sudah memerdekaan dan memiliki gaya padangan”mencerdaskan kehidupan bangsa”, melakukan suatu yang lebih menakutkan. Tanpa sadar pengembangan suatu sekolah ditentukan kekuataan ekonomi terutama daerah.
Benang merah yang saya jelaskan adalah minat dan kebutuhan masyarakat, ketika masyarakat kota yang memiliki akses informasi dan kebutuhan meningkat. Serta ditambah dengan kekuataan ekonomi. Perkembangan sekolah akan berkembang dengan daerah, inilah menjadi masalah. Karena sekolah terutama SD dan SMP yang merupakan sekolah wajib. Dalam menjual diri, mendapatkan anak didik. Mereka bukan hanya merangkul perserta didik, namun juga menarik kepercayaan orangtua yang memiliki standar yang banyak dan penentu utama pendidikan anak.
Kota VS Desa
Perbedaan kota dan desa, adalah perrdebatan yang tidak mungkin selesai. Kota membusungkan badan dengan akses publik yang baik serta ekonomi yang besar. Desa yang mengingatkan ikatan masyarakat memang penting dalam meperkuat rasa kebersamaan.
Masyarakat yang merupakan satu komunitas yang interpenden (saling bergantung antara satu dan lainya).Dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Melihat dari berbagai aspek kehidupan yang terjadi di masyarakat pada saat ini, masih terjadinya beberapa fenomena pergeseran nilai, norma serta adat istiadat kaitannya dengan pemahaman tentang masyarakat desa dan kota.
Dalam Sosiologi, segala dalam segal dalam masyarakat Kota dan masyarakat Desa dibelah dalam konsentrasi berbeda. Sosiologi yang membahasa gejolak dikota adalah Sosiologi Kota sedangkan untuk Desa disebut Sosiologi Desa. Walaupun berbeda, kedua Sosiologi ini memiliki hubung yang intens.
Walaupun memiliki topik yang bebeda, semisal kota ynag tidak lepas dari sistem kerja, kosumtif, serta industrialisasi yang tidak bisa dilepasakan dalam wilayah kota. Sedangkan desa memiliki karakter yang mungkin berbeda memiliki ikatan tradisi dan ikatan masayarakat nan kuat merupakan hal yang tidak bisa dilepaskan.