"Ya.. sebentar sedang pakai baju", sahut Udin dari dalam rumahnya dengan nada seorang pembunuh.
"Clek..clek..clek", suara kunci yang dibuka sebanyak tiga kali dari dalam rumah Udin.
"Selamat siang Pak Udin, saya ingin berbicara sebentar denganmu", ujar kepala desa setelah pintu terbuka.
"Ada apa ya, apakah saya ada masalah ?" Sahut Udin dengan nada terheran-heran.
"Bisa saya masuk sebentar, lebih baik kita bicara di dalam", ujar kepala desa mencari kesempatan agar bisa sedikit melihat isi dalam rumah Udin.Â
"Baik silahkan masuk, kepala desa", Udin mempersilahkan kepala desa nada sopan santun.
Kepala desa sudah di dalam rumah Udin dan mereka berdua berbincang-bincang. Dua ajudan kepala desa menunggu diluar.
"Jadi, begini Udin saya ingin menyampaikan sesuatu", kepala desa menjelaskan maksudnya.
"Sesuatu apa kepala desa, apakah penting sekali?" Udin bertanya karena tidak tahu masalahnya.
"Ya masalah ini penting sekali untuk saya beritahu kamu", jelas kepala desa sedikit nada tegas.
"Jadi, rumah kamu ini sangat meresahkan warga dengan suara tangisan yang keluar setiap malam bahkan tangisan tersebut tidak pernah berhenti berbunyi. Saat kamu di luar negeri ada seorang warga pemberani yang mendekati rumahmu di tengah malam dan dia mengamati dengan seksama. Hasilnya dia mendengar bahwa tangisan itu disertai oleh suara minta tolong dan warga tersebut kembali mengamati dengan seksama ternyata tidak ada yang mengeluarkan suara tangisan tersebut. Namun, suara tersebut masih terdengar dan akhirnya saya sebagai kepala desa harus menanyakan ini karena saya perlu kejelasan agar tangisan ini tidak membuat resah warga kembali", kepala desa menjelaskan dengan suara yang lantang dan tidak terbata-bata.
"Jujur tentang tangisan ini saya tidak tahu kepala desa yang muncul didalam rumah saya", ujar udin dengan kejujuran
"Apakah kamu tidak mendengar tangisan yang muncul dalam rumahmu ?" Kepala desa melontarkan pertanyaan dengan kecurigaan.
"Saya tidak tahu kepala desa dan ini saya baru tahu", Udin kembali berbicara jujur.