Mohon tunggu...
E.M.Joseph.S
E.M.Joseph.S Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa hukum semester 8 UT

Pria, INFJ

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Pidana Ekonomi (2), Tindak Pidana Korporasi

3 Agustus 2024   18:25 Diperbarui: 3 Agustus 2024   21:10 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Artikel kali ini akan membahas tentang Pidana Korporasi yang menjadi bagian Hukum Pidana Ekonomi. Menjadi hal yang menarik, karena korporasi merupakan badan hukum. Artinya, bukan orang dalam makna manusia yang dikenakan pidana, melainkan organisasi atau perkumpulan yang didirikan oleh akta otentik serta memiliki hak dan kewajiban selayaknya manusia. Teori tentang badan hukum merupakan bagian dari subjek hukum diwakilkan oleh Von Savigny, bapak dari mahzab sejarah dalam epistemologi hukum dengan teori fiksi (fictie theory).

Dalam konteks sederhananya, korporasi disamakan dengan manusia. Artinya, bukan hanya memiliki hak dan kewajiban, namun juga menjadi bagian dari masyarakat hukum, dapat melakukan perbuatan hukum, membuat hubungan hukum, menjadi bagian dari peristiwa hukum, serta menanggung akibat hukum. Di sisi lain, pidana, sebagaimana sudah berkali-kali penulis tuangkan, merupakan hukum yang bertitik tolak pada akibat hukum yang disajikan dalam kata 'diancam pidana...apabila' atau 'barangsiapa melakukan... diancam pidana...' dan sebagainya.

Sampai sekarang, masih sering dipertanyakan apabila seseorang dalam suatu perusahaan kemudian berbuat kriminal, siapa yang harus bertanggung jawab, apakah perusahaan tersebut atau orang itu? Dan apabila terjadi dalam skala yang lebih besar, misal kejahatan dari dalam tubuh negara yang bergerak dalam bidang ekonomi? Secara konkret, misalnya, korupsi dana aruransi jiwa negara, korupsi dana haji kementerian agama, dan sebagainya. Siapa yang bertanggung jawab? Negara? Pemerintah? KPK? Kepolisian? Ramai-ramai? Atau ditertawakan saja karena Indonesia adalah Indonesia? Penulis serahkan pada pembaca.

Terlepas dari pertanyaan dari ranah kenyataan, secara yuridis Tindak Pidana Korporasi memiliki dua dimensi utama, yang meliputi tindak pidana korporasi yang ditujukan pada negara, dan tindak pidana korporasi yang ditujukan pada publik. Sebagian kecil yang sering digunakan sebagai dasar untuk menegakkan Pidana Korporasi meliputi:

  • UUdrt 7/1995 tentang Tindak Pidana Ekonomi
  • UU 5/1984 tentang Perindustrian
  • UU 6/1984 tentang Pos
  • UU 9/1985 tentang perikanan
  • UU 8/1995 tentang Pasar Modal
  • UU 5/1997 tentang Psikotropika
  • UU 22/1997 tentang Narkotika
  • UU 23/1997 tentang Lingkungan Hidup
  • UU 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan tidak Sehat
  • UU 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen
  • UU 20/2001 tentang Tipikor
  • UU 25/2003 tentang pidana pencucian uang
  • KUHP Baru.

Selain itu, terdapat juga peraturan dari PBB yaitu UNCAC (United Nation Convention Against Corruption ) dan UNCAT|OC (United Nation Convention Against Transnational Organization Crimes), di mana dasar hukum ini digunakan dalam menghadapi kejahatan korporasi yang bersifat transnasional maupun global. Adapun penggunaannya disesuaikan dengan korporasi apa yang seyogianya dimintakan pertanggungjawaban.

Ciri Kejahatan Koorporasi

Sebagai suatu kejahatan yang dilakukan oleh subjek hukum, koorporasi yang melakukan tindak pidana juga memiliki ciri khas yang tidak bisa dilepaskan. Ciri-ciri tersebut meliputi:

Dilakukan tanpa kekerasan;

Secara sederhana, kejahatan korporasi bergerak tanpa unsur perbuatan yang menggunakan kekuatan fisik atau menimbulkan bahaya penderitaan secara jasmani maupun secara psikologis.

Disertai Kecurangan dan Penyesatan;

Pada intinya, kejahatan korporasi dilakukan dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri ataupun kelompok secara melawan hukum. Kejahatan korporasi juga memiliki ciri bahwa perbuatan tersebut sebenarnya dapat dinilai menyimpang, sekurangnya bukan di jalan yang benar walaupun tidak sepenuhnya salah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun