Hal ini merujuk pada sumber daya yang dapat diolah untuk kemudian dimanfaatkan bagi manusia. Sumber daya pada hakikatnya dapat habis dan dengan demikian, terbatas. Keterbatasan sumber daya bermuara pada suatu benda dapat dikategorikan umum, langka, atau mungkin hanya menjadi catatan sejarah karena sudah tidak ada. Â Di sisi lain, kebutuhan manusia tidak terbatas sehingga dapat mengakibatkan eksploitasi berlebihan pada suatu sumber daya tertentu. Eksploitasi tersebut yang membuat kelangkaan suatu komoditas, baik komoditas mentah ataupun sudah jadi.
Bicara tentang eksploitasi sendiri tidak harus tergantung pada banyak sumber daya, namun juga dapat terjadi di ranah tak terekspos oleh para 'tangan gaib' yang memiliki kapabilitas untuk menahan atau mengedarkan suatu komoditas untuk mempengaruhi harga. Hal ini biasa disebut Artificial Scarcity, yang juga dihindari dalam kebijakan sekaligus menjadi tujuan adanya UU 5/1999, yaitu agar pengelolaan demokrasi ekonomi tepat sasaran.
Pilihan
Hal ini merujuk pada keinginan manusia yang tak terbatas. Manusia, sebagaimana mahluk sentient yang sangat umum di Bumi, entah secara alami atau direkayasa oleh pendidikan dan atau lingkungan, memiliki ciri khas yaitu memanfaatkan kreativitas mereka untuk menciptakan, mengembangkan, memutakirkan, Â segala macam hal yang ada dengan tujuan hidup yang lebih baik.
Tujuan tersebut menciptakan pilihan-pilihan yang harus diambil dalam mengelola faktor ekonomi mereka. Hal ini berlaku dari taraf individual hingga tahap kebijakan negara, dimana pilihan yang tidak tepat dapat menciptakan keadaan ekonomi yang terlalu fluktuatif dan tidak stabil, mendatangkan masalah yang mungkin dapat diantisipasi.
Opportunity
Hal ini bicara tentang situasi dan kondisi sebagai konsekuensi dari pilihan. Ketika manusia memilih sesuatu, maka manusia itu harus tidak memilih sesuatu. Opportunity datang dari yang tidak terpilih, sebagai alternatif manusia mencapai tujuannya. Keterkaitannya dengan masalah ekonomi, adalah alternatif yang tidak terpilih tersebut secara ekonomi menyebabkan pengeluaran, baik secara terlihat atau tidak terlihat. Misalnya saja, 1 jam bermain Game Online dibandingkan 1 jam belajar. Bila seseorang memilih 1 jam bermain, maka orang itu biasanya tidak belajar. Mungkin orang itu mendapat kesenangan, apalagi bila menang, tapi orang itu kehilangan 1 jam untuk menambah pengetahuannya yang dapat diaplikasikan secara lebih umum dalam kehidupan sehari-hari.
Demikianlah sedikit tentang Hukum Persaingan Usaha, tentang konsep dasar pasar. Artikel ini tidak sempurna, selain karena kekurangan penulis, juga karena kesederhanaan. Setidaknya, artikel ini sudah memuat apa yang dimaksud dengan pasar yang menjadi cikal bakal larangan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Â Akhir kata, ini bukan artikel sosial budaya, tetap sehat, dan tetap semangat.
Artikel ini bermuatan opini pribadi penulis dalam rangka memperdalam pengetahuan tentang hukum secara holistik. Adapun terjadi kesesatan, penulis terbuka untuk mendapatkan kritik, saran, ataupun diskursus yang dapat mempertajam pemahaman dalam topik terkait.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H